Sejarah Berdirinya Benteng Rotterdam dan Wajah Pariwisata Budaya Makassar di Dalamnya

Sejarah Berdirinya Benteng Rotterdam dan Wajah Pariwisata Budaya Makassar

Dzargon. Gerbang Indonesia Timur, Kota Makassar menyuguhkan berbagai jenis sarana dan prasarana sebagai kota berkembang di Indonesia. Salah satu dari ciri kota dunia yang tercermin di Makassar adalah adanya bukti kejayaan kota di masa Lalu. sebut saja sebuah benteng bersejerah Fort Rotterdam  yang menjadi saksi kekuatan kerajaan Gowa Tallo di masa lalu. Benteng yang masih berdiri kokoh hingga hari ini terletak di jantung ibu kota Makassar akan memberikan sisi lain dari kota makassar yang ada di masa lalu dan masa kini.
Sejarah Berdirnya Benteng Rotterdam dan Wajah Pariwisata Budaya Makassar di Dalamnya gedung

Sejarah Singkat Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam atau dikenal dengan nama benteng Pannyua karena bentuk benteng menyerupai Penyu menyimpan banyak cerita tentang tentang sejarah kota Makassar. Benteng Jumpandang berubah menjadi fort Rotterdam setelah dikuasai oleh belanda dan diberi nama seusia dengan nama kota yang ada di Belanda. Surat kabar Ammerika, New York Times, pernah menerbitkan artikel yang ditulis oleh Barbara Crossette mengklaim Benteng Rotterdam sebagai bukti sejarah yang paling baik mengenai kekuasaan Belanda di Asia di masa lalu. Artikel dengan judul asli “the best preserved Dutch fort in Asia” bercerita mengenai Rotterdam dam Makassar sebagai salah satu bandar dunia pada abad 16.
Benteng fort Rotterdam merupakan bukti kebesaran kesultanan Gowa dan Kerajaan Gowa-Tallo di masa lalu. Benteng ini menjadi bukti bahwa Makassar adalah kota bandar yang sangat ramai karena diperlukan pembangunan benteng di sekitar pantai sebagai pengamanan dari ancaman invasi dari kerajaan lain. Selain betneg Rotterdam, terdapat 17 buah benteng yang berada di sekitar Makassar namun benteng Jumpandang merupakan benteng yang paling megah dan bahkan bangunan dari benteng masih berdiri utuh hingga saat ini.
Benteng Jumpandang dibangun oleh Sombaya maka sampulo (Raja Gowa X) pada tahun 1545 yakni Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung iareka Karaeng Tunipalangga Bulaeng. Ciri khas benteng portugis dengan bentuk segi empat merupakan bentuk awal dari benteng Jumpandang. Ciri Khas Benteng Portugis yang berbahan dasar batu dan tanah liat yang dibakar hingga kering membuat benteng tetap berdiri kokoh. Keterlibatan kerajaan Portugis sebagai kerajaan sahabat dari kerajaan Gowa telah membantu banyak hal dalam peningkatan pertahanan dan dunia militer kesultanan Gowa sebut saja salah satu sumbangan terbesar yakni Meriam Anak’ Makassar yang berhasil membantu kemenangan perat laut Masalembo antara Gowa dan Belanda yang dipimpi oleh Jendral Spellman. 
Perluasan benteng terus berlanjut untuk menambah daya tahan benteng dari gempuran. Tercatat pada 9 Agustus 1634, Sultan Gowa XIV yang saat itu dipimpin oleh I mangerangi daeng Manrabia atau Sultan Alauddin menambahkan batu cadas hitam yang didatangkan dari Maros. Kemudia dua tahun kemudian pada tanggal 23 Juni 1635 dibangun lagi sebuah dinding dekat pintu gerbang. sayang dinding kedua ini sudah tidak ditemukan lagi saat ini. 
Pergolakan dan perang yang pecah antara tahun 1655 sampai dengan 1669 berhasil menghancurkan benteng Jumpandang pada massa sultan Hasanuddin. Belanda yang menyadari fungsi vital benteng berusaha keras merebut benteng Rotterdam dari tangan Kerajaan Gowa. Tujuan utama dari perebutan benteng Jumpandang adalah upaya untuk memperlebar sayap dan menguasai jalur perdagangan ke Banda dan Maluku.
Upaya penaklukkan beteng Rotterdam di pimpin oleh Gubernur Jenderal Cornelis Janszoon Speelman. Spelma yang memimpin sejumlah besar armada Perang Belanda berhasil merebut berbagai benteng Jumpandang bahkan benteng Somba Opu yang merupakan pusat pemerintahan kerajaan Gowa. Raja Gowa, Sultan Hasanuddi yang kalah telak telam perang akhirnya harus menanda tangani perjanjian Bongayya pada tanggal 18 November 1667. Perang ini juga sekaligus menandai perpindahan kekuasaan beteng Jumpandang ke tangan Belanda.
Di bawah kekuasaan Spelman, Benteng Jumpandang kemudia di renovasi dan kembali dijadikan sebuah benteng utuh. Pada pembangunan yang dilakukan oleh Spelman, sentuhan arsitek belanda juga merubah wajah asli dari benteng Jumpandang. Penambahan satu bastion dari empat bastion yang ada dan bentuk membentuk menyerupai penyu. Pada masa kekuasaan Spelman nama benteng Jumpandang berubah nama menjadi Fort Rotterdam yang juga nama kota tepat kelahiran Spelman di Belanda.
Fort Rotterdam menjadi saksi pusat monopoli perdagangan yang dikuasai oleh belanda. Penimbungan hasil bui berupa rempah-rempah ditumpuk di dalam benteng. Seluruh perdagangan dari wilayah timur Nusantara diatur ulang mengikuti peraturan Belanda. Nama Beteng Rotterdam seperti yang kita ketahui hari ini masih bertahan untuk mengenang perjuangan para Raja terdahulu mempertahankan nusantara dari kedatangan penjajah.

Desain Bentang Rotterdam

Benteng Rotterdam dirancang tidak hanya sebagai pusat perdangan belanda oleh spelman tetapi juga dirancang sebagai benteng pertahanan dari serangan dan invasi dari gangguan raja-raja kecil di Gowa yang tidak mau tunduk pada perjanjian Bungaya seperti kerajaan Wajo. Benteng dibangun dengan ketebalan 2 meter dengan ketinggian 5 meter serta pintu berukuran kecil mebuat benteng sangat susah untuk ditembus peluru meriam yang terbuat dari besi.
Foto udara dari benteng ini memiliki lima sudut dan menyerupai bentuk penyu yang mengarah ke pantai. Benteng yang disertai dengan 5 bastion dengan bastion yang lebih sebagai tempat canon atau meriam dengan bubuk mesiu di daerah atas untuk menghalau lawan dari jarak jauh.

peta Sejarah Berdirnya Benteng Rotterdam dan Wajah Pariwisata Budaya Makassar di Dalamnya

Benteng Rotterdam Sebagai Tepat Wisata Sejarah Belanda

Saat ini, Benteng Rotterdam masih berdiri kokoh dan merupakan salah satu destinasi wisata paling populer yang ada di wilayah Makassar. Selain dari perjuangan rakyat Gowa dan Tallo, benteng Rotterdam juga menyimpan sejarah perlawanan rakyat Yogyakarta. Sebuah penjara sempit yang didesain untuk Pangerang Diponegero anak dari Sultan Hamengkubowono diasingkan ke Makassar agar warga sekitar Semarang dan Yogyakarta kehilangan sosok pemimpin. Perang Diponegoro yang berkobar pada tahun 1825 sampai 1830 harus berakhir karena akal bulus dari Belanda yang menjebak pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro yang diasingkan ke Manado kemudian dipindahkan ke Makassar pada tahun 1834 dan akhirnya beliau meninggal. Jasad dari sang pangerang kemudian dimakamkan di Makassar di belakang benteng Rotterdam yang saat ini dikenal dengan makan Pangeran Diponegoro.
Sebuah museum budaya juga dibangin di dalam benteng. Museum yang bercerita mengenai asal-usul keturunan Sulawesi Selatan, I La Galilgo menyimpan sekatr 4.999 kolesi sejarah budaya. Koleksi ini berupa benda-benda prasejarah, keramik china, naskah kuno, etnografi dan numismatic. Kolek Numisnatik berupa teknologi hidup suku Bugis, Makassar, Manda, dan Tana Toraja seperti produk kesenian, senjata serta perkakas tersimpan rapi dalam lemari kaca.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *