Penyakit Scabiosis pada Hewan Peliharaan dan Binatang Ternak

1. Signalement dan Anamnesa

Pada hari Senin, 13 Januari 2014, ketika melakukan active service, mahasiswi ko-asistensi mendapatkan seekor kambing mengalami scabies.Kambing tersebut berjenis kelamin betina no. 42575, berumur sekitar 9 tahun, dengan petugas kandang bernama Ismail Sembiring. Kambing penderita adalah kambing berjenis Boerka berwarna coklat-keputihan dengan berat badan sekitar 10 kg. Oleh pengurus kandang dilaporkan bahwa kambing tersebut tersebut nafsu makan baik tetapi terlihat lemas, tidak aktif bergerak dan tampak menggaruk-garuk tubuhnya dan disekitar telinga, punggung, panggul dan ekor terlihat adanya keropeng dan adanya bau yang khas dari tubuhnya. Konsistensi feses normal dan volumenya banyak. Terdapat 4 dari 6 ekor kambing sekandang yang mengalami gejala tersebut. Kelompok kambing tersebut dipelihara secara intensif, dikandangkan dalam satu kandang dengan sistem head to head, dengan pakan dan minum disediakan. Pakan yang biasanya diberikan adalah rumput ladang dan rumput raja (king grass) serta konsentrat. Kandang tampak bersih, kering dan sejuk.

Pemeriksaan Klinis Pada pemeriksaan klinis,kambing menunjukkan gejala lesu dan malas bergerak. nafsu makan baik dan masih mau minum. Kondisi umum kambing masih baik. Selaput lendir normal, dan tidak ada eksudat dari lubang – lubang kumlah. Tidak ada pembesaran limfoglandula superfisial. Suhu rectal 39 derajat C. Pada pemeriksaan dengan auskultasi; frekuensi pulsus 130 per menit, frekuensi nafas 49 setiap menit, dan terdapat discharge pada saluran pernafasan (hidung). Palpasi/penekanan secara kuat dengan jari-jari tangan pada daerah flank (fossa para- lumbar) tonus rumen hilang, yang ditandai dengan masih dapat dirabanyalegokan rumen beberapa menit (pada pemeriksaan ini sekitar 2-3 menit) setelah tekanan ditiadakan. Pada rumen juga teraba adanya ingesta lunak dalam rumen. Secara perkusi tidak ditemukan adanya penimbunan gas pada daerah rumen. Tekanan turgor kulit normal tetapi terlihat pada legok lapar atau pada daerah flank tulang rusuk yang menonjol menandakan kambing kurus.

Penyakit Scabies pada kelinci memelihara kelinci hias

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosa yang dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan kerokan kulit di bawah mikroskop yang berguna untuk menentukan jenis parasit tungau tersebut.

3. Pembahasan Scabiosis

Scabies adalah penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak di Indonesia dan cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang ditandai dengan gejala klinis gatal pada kulit. Parasit S. scabiei adalah ektoparasit yang menyerang hewan terutama pada bagian kulit yang dapat menurunkan produksi daging, kualitas kulit, dan mengganggu kesehatan masyarakat (ISKANDAR, 1982).

Semua hewan ternak dapat terserang penyakit ini pada seluruh tubuh, namun predileksi serangan scabies pada tiap – tiap hewan berbeda – beda, pada kerbau di punggung, paha, leher, muka, daun telinga. Pada kelinci disekitar mata, hidung, jari kaki kemudian meluas ke seluruh tubuh. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kambing dibandingkan pada domba (MANURUNG et al., 1990).

a. Etiologi Scabiosis
Scabies, penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/ mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. Scabei var homonis, pada babi oleh S. scabie var suis, pada kambing oleh S. scabie var caprae, pada biri-biri oleh S. scabie var ovis. Tungau ini berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang kaki.

Dua pasang kaki dibagian anterior menonjol keluar melewati batas badan dan dua pasang kaki bagian posterior tidak melewati batas badan. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur. Sarcoptes scabie betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7–14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (HARTADI, 1988).

b. Patogenesis Siklus Hidup
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar (FAUST dan RUSSEL, 1977).
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel – sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8–12 hari (Andi, Djuanda.1999).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3– 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. 
c. Gejala klinis
Kambing penderita scabies memperlihatkan gejala gatal-gatal pada kulit, kemudian kulit akan melepuh terutama di daerah muka dan punggung, akhirnya cepat meluas ke seluruh tubuh. Kambing yang terinfeksi penyakit scabies menunjukkan gejala kekurusan, penurunan kualitas kulit, di samping itu dapat menimbulkan kematian (MANURUNG et al, 1992).

4. Pemeriksaan Patologi Klinis

Untuk membantu menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik. Pemeriksaan Laboratorium dilakukan untuk konfirmasi diagnosis S. scabie dapat ditemukan didalam terowongan yang dibuat oleh tungau tersebut. Kemudian diidentifikasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : Mengeluarkan S. sabiei dengan ujung jarum atau skalpel dari bagian terminal terowongan dan memeriksanya dibawah mikroskop setelah lebih dulu dimasukan dalam tetesan KOH 10% yang ditempatkan diatas kaca objek (BINTARI, 1979).

Membuat kerokan kulit di daerah sekitar papula, kemudian dibuat sediaan di atas kaca objek dengan kaca tutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop (Ovedoff, David. 2002). Membuat tes tinta terowongan dengan cara menggosok papula yang terdapat pada kulit menggunakan ujung pena yang mengandung tinta. Setelah papula tertutup oleh tinta dan didiamkan selama 20-30 menit, tinta kemudian diusap/dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes ini dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis-garis zig-zag (HOEDOJO, 1989).

5. Diagnosa

Dasar diagnosis scabies adalah gejala klinis, diagnosis scabies dipertimbangkan bila terdapat riwayat gatal yang persisten dengan gejala-gejala klinis seperti yang diuraikan di atas dan konfirmasi agen penyebab tungau, larva, telur atau kotorannya dengan pemeriksaan mikroskopis (SUNGKAR, 1991). Seperti tanda cardinal yaitu Pruritus nokturna , artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas (Handoko. R, 2001). Penyakit ini menyerang terak secara berkelompok dalam satu kandang yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang mana seluruh ternak Terkena dalam 1 kandang, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.

Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari, siku bagian luar, lipat kaki bagian depan, kambing (betina), umbilicus, glutea (pantat), genitalia eksterna (jantan) dan perut bagian bawah. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Terdapat beberapa bentuk scabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1991):

  1. Scabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
  2. Scabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Scabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
  3. Scabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan korti kosteroid.
  4. Scabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama scabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan scabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4–8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. Hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

Pengobatan scabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang scabies agar tidak tertular kembali penyakit scabies, yang terpenting dalam pengobatan scabies, adalah seluruh kambing yang tinggal ditempat yang sama dengan penderita juga harus diobati. Semua perkakas kambing yang terinfeksi scabies seperti tempat minum, tempat pakan harus dijemur dibawah sinar matahari. Tujuannya agar tungau mati karena sinar matahari.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *