Perang Salib dan Ilustrasi Pasukan Berkuda Lukisan kuno asli

Makalah Perang Salib – Penyebab dan Hasil Perang

Dzargon – Berikut ini adalah contoh makalah perang salib yang menjelaskan tentang sebab terjadinya dan hasil dari perang salib. Semoga bermanfaat.

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Menciptakan perdamaian diantara pluralisme agama dan budaya, memang merupakan cita cita bersama seluruh umat manusia seantero dunia. Karena itu, konsep toleransi sebagai elemen penting dalam masyarakat ideal, selalu menjadi prinsip kebersamaan. Meskipun demikian, fanatisme berlebihan dan loyalitas mendalam terhadap agamanya, sering membuat mati hati umat manusia hingga melupakan pentingnya kebersamaan diantara perbedaan.

Hal inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas tinggi pada paus dan kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai pandangan hidup, lalu berada pada posisi saing yang sama dalam merebut hegemoni. Konsekwensinya, konflik berdasarkan kepentingan dan warisan sejarah pun tidak dapat dihindari yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Salib.

Penanaman peristiwa akbar ini , didorong oleh pertimbangan kondisional sekitar terjadinya ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan Muslim dalam periode 1095-1291 M. hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan.

Selain itu, penamaan ini juga disebabkan atas penggunaan simbol salib pada saat terjadi perang. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai Perang Salib ini, dapat dilihat dari beberapa kondisi yang mengiringi sekaligus motif terjadinya.

Propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus II, untuk membahas kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuq. Bahwa Paus merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera mengumpulkan tokoh-tokoh-tokoh Kristen, sebelah tenggara Prancis. Dalam pidatonya di Clermont, sang Paus memerintahkan kepada pengikut Kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan muslim.

Dalam propagandanya sang Paus menjanjikan apapun atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Mereka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri sang Kristen melalui seruan Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenihi seruan sang paus, mereka berkumpul di Konstantinovel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Prancis dan bangsa Normandia.

B.  Rumusan Masalah

  1. Apa Sejarah dan Penyebab Terjadinya Perang Salib?
  2. Apa Macam-macam Periodisasi perang salib?
  3. Bagaimana Akibat dari Terjadinya Perang Salib?
  4. Apa Saja Peninggalan dari Perang Salib?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perang Salib

Perang salib adalah perang yang terjadi antara umat Islam dan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan tanah suci Yerussalem. Perang ini merujuk pada perang antara abad 11 sampai abad 13 tepat pada tahun 1096 sampai dengan 1291. Rentang waktu ini membuat perang salib masuk dalam kategori perang terpanjang sepanjang sejarah peradaban manusia.

erang salib terjadi selama kurang lebih dua abad. Peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap orang Islam, yang kemudian meletusnya Perang Salib ini. Kebencian ini bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyyah yang berkedudukan di Mesir. Hingga akhirnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinasti Seljuk bagi umat Kristiani yang hendak berziarah kesana dirasakan sangat memberatkan dan menyulitkan. Perang ini juga merupakan kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani, yakni pada periode 1096-1291.[1]

Perang salib (1096-1291) terjadi sebagai reaksi dunia kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia yang sejak 632 M, dianggap sebagai pihak “penyerang”, bukan saja di Siria dan Asia Kecil, tetapi juga di spanyol dan sisilia disebut Perang Salib, karena ekspedisi militer kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.
Penyebab langsung terjadinya Perang Salib adalah permintaan Kaisar Alexius Connenus pada tahun 1095 kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium meminta bantuan dari Romawi karena daerah-daerahyang tersebar sampai ke pesisir Laut Marmora “dibinasakan” oleh Bani Saljuk.

Penyebab lain Perang Salib adalah faktor sosial ekonomi. Perang Salib bagiorang-orang kristen juga merupakan jaminan untuk masuk surga sebab mati dalam Perang Salib, menurut mereka adalah mati sebagai pahlawan agama dan langsung masuk surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa lalunya.

B. Latar belakang terjadinya perang salib

Apakah perang salib (491-692 H/1097-1292 M) itu? Ada yang menjawab bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian pertentangan antara Barat dan Timur, seperti antara Persia dan Romawi, kemudian lenyap dan meletus lagi dengan dahsyat dalam bentuk pertentangan agama antara Islam (Timur) dan Kristen (Barat). Ada juga yang memberikan jawaban bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian perpindahan penduduk Eropa setelah kejatuhan imperiun Barat pada abad ke-5. Sebagian lagi menyodorkan jawaban bahwa gerakan itu merupakan kebangkitan kembali agama di Eropa Barat yang dimulai sejak abad ke-10 dan mencapai puncaknya pada abad ke-11.

Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim. Serangan ke Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu.

Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perang salib, antara lain :

a. Faktor situasi di Eropa 

Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar  satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei.

Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam.Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat.

Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia.

b. Faktor situasi di Timur tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalemyang berada jauh di Timur sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

c. Faktor Sejarah

Peristiwa (awal) penting terkait dengan perang salib, adalah ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun 1071 M (464 H). Tentara Alp Arselan yang berkkuatan 15.000 prajurit berhasil mengalahkan tentara berjumlah 200.000 orang; yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan Armenia. Peristiwa inilah yang  menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap umat Islam.

d. Faktor Agama

Berbagai literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari sisi agama ialah sejak Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari Dinasti Fathimiyah. Ketika itu umat Kristen merasa tidak lagi bebas untuk menunaikan ibadah ke sana. Mereka yang pulang dari ziarah sering mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk. Selain itu khalifah Abdul Hakim menaikkan pajak ziarah bagi orang-orang Kristen Eropa. Hal ini memicu kemarahan Paus Urbanus II yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perampokan dan sebuah kewajiban untuk merebut kembali Baitul Maqdis.

Selain itu, Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.Namun, perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke berbagai daerah yang menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen. Seperti halnya beberapa kawasan Iran dan Syria (632), penaklukan Syria, Mesopotamia dan Palestina (636), Mesir (637), penaklukan Cyprus dan Afrika Utara (645), peperangan melawan Byzantium (646) kemudian terjadi peperangan di laut melawan Byzantium (647) hingga musnahnya kerajaan Parsi pada tahun yang sama. Tidak hanya sampai disitu, penyebaran Islam juga mengharuskan serangan atas Konstatinopel (677) kemudian terjadi kembali pada 716, penaklukan Spanyol, Sind dan Transoksian (711) hingga serangan atas bagian selatan Perancis (792). Serta berbagai peristiwa penaklukan lainnya dalam melakukan ekspansi serta dakwah Islam.

e. Faktor Politik

Pada sinode di Clermont Perancis, Paus Urbanus II (1088-1099) memulai inisiatif mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah antara Romawi Barat di Roma dan Romawi Timur atau Byzantium di Konstantinopel). Kebetulan saat itu raja Byzantium sedang merasa terancam oleh ekspansi kekuasaan Saljuk, yakni orang-orang Turki yang sudah memeluk Islam.

Ketika terasa cukup sulit untuk mempersatukan para pemimpin dunia Kristen dengan ego dan ambisinya masing-masing, maka dicarilah suatu musuh bersama. Dan musuh itu ditemukan yaitu ummat Islam. Sasaran jangka pendeknya pun didefinisikan: pembebasan tempat-tempat suci Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul Maqdis. Adapun sasaran jangka panjangnya adalah melumat ummat Islam.Sementara itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara “pandangan” terhadap agama, namun juga hingga politik. Mereka yang bersebarangan tidak dapat bersatu padu dalam melawan Kristen. Hingga akhirnya Sholahudin al-Ayubi datang dan menyatukan kembali.

f. Faktor Sosial Ekonomi

Stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri atas kaum gereja, bangsawan serta ksatria dan rakyat jelata. Mayoritas dari mereka adalah rakyat hjelata yang harus tunduk pada tuan tanah, terbebani pajak dan kewajiban lainnya. Gereja memobilisir mereka untuk turut serta dalam perang salib dengan janji akan diberi kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila dapat memenangkan peperangan.

Masyarakat Eropa memberlakukan dikriminasi terhadap rakyat jelata. Di Eropa ketetapan hukum waris, bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima waris. Jika anak tertua meninggal, maka harta waris harus diserahkan kepada gereja. Hal ini menyebabkan anak miskin meningkat; kemudian diarahkan untuk turut berperang.Sementara, meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada beragam pola pemahaman, budaya dan cara beragama. Sehingga nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin belum dapat meresapi seluruh daerah kekuasaan Islam. Tidak sedikit perlakuan buruk yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap orang-orang kristen; utamanya mereka yang hendak berziarah ke Baitul Maqdis. Namun, dengan meluasnya daerah kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah mengalami kemajuan yang pesat.

g. Faktor penyebab Langsung peperangan

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I.

Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar.

Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

C.    Peristiwa Perang Salib

1. Perang Salib I 

Mobilisasi massa yang dilakukan Paus menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter memimpin kaum miskin dan petani. Namun mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia ketika perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem). Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia (Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal 3 Juni 1098.Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Normandia, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Edessa.

Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond. Selama terjadi penyerangan di atas, kesultanan Saljuk sedang dalam kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib merebut wilayah-wilayah kekuasaan Islam.

Dalam kondisi seperti ini muncullah seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus. Sepeninggal Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah pemberani. Ia adalah Imaduddin Zengi, seorang anak dari pejabat tinggi Sultan Malik Syah. Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan Mahmud. Ia telah mencurahkan kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan menyusun kekuatan militer. Pada tahun 1144 Imaduddin Zengi berhasil menaklukan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali. 

2. Perang Salib II 

Setelah kota Edessa yang dianggap oleh pasukan Kristen sebagai kota termulya berhasil ditaklukan kembali oleh pasukan Zengi, maka tokoh-tokoh Kristen Eropa dilanda rasa cemas. Sehingga menyebabkan orang-orang Kristen Eropa mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Namun kedua pasukan ini dapat dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan menuju Syiria oleh pasukan Syeikh Nuruddin Zengi. Dengan sejumlah pasukan yang tersisa mereka berusaha mencapai Antiokhia, dan kemudian mereka menuju ke Damaskus untuk melakukan pengepungan. 

Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota ini. Namun karena jumlah pasukan yang sedikit, mereka terdesak oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina, sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa. Nuruddin segera mulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah mengalahkan pasukan salib Conrad III dan Louis VII, ia berhasil menduduki benteng Xareirna, merebut wilayah perbatasan Apamea pada tahun 544 H/1149 M, dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya. Ia segera menyambut baik permohonan masyarakat Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas mereka. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan kota damaskus membuat sang khalifah di Bagdad brerkenan memberinya gelar kehormatan “al-Malik al-’Adil”.

 Setelah Syeikh Nuruddin Zengi wafat pada tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi putera dari Najamuddin Ayub. Shalahuddin lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M. Ayahnya adalah pejabat kepercayaan pada masa Imaduddin Zengi dan masa Nuruddin. Salahuddin adalah seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengkonsolidasikan masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman. 

Sultan Malik Syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia, sehingga amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis poiitik internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk menyerang Damaskus dan menundukkannya. Setelah beberapa lama tampillah Salahuddin berjuang mengamankan Damaskus dari pendudukan pasukan salib. Lantaran hasutan Gumusytag, sang sultan belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap sikap Salahuddin ini sehingga menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik Syah menghasut masyarakat Alleppo untuk berperang melawan Salahuddin. Kekuatan Malik Syah di Alleppo dikalahkan oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak ada pilihan lain, Sultan Malik Syah rneminta bantuan pasukan salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan salib di Aleppo ini, terbukalah jalan lurus bagi tugas dan perjuangan Salahuddin di masa-masa mendatang hingga ia berhasil mencapai kedudukan sultan.

Semenjak tahun 575H/1182M, kesultanan Saljuk di pusat mengakui kedudukan Salahuddin sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat. Sementara itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III mengkhianati perjanjian genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan Salib-Kristen. Bahkan pada tahun 582H/1186 M. Penguasa wilayah Kara yang bernama Reginald mengadakan penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang melintasi benteng pertahanannya. Salahuddin segera mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan selanjutnya menuju Galilee untuk menghadapi pasukan Perancis. Pada tanggal 3 Juli 1187 M. kedua pasukan bertempur di daerah Hittin, di mana pihak pasukan Kristen mengalami kekalahan.

Ribuan pasukan mereka terbunuh, sedang tokoh-tokoh militer mereka ditawan. Sultan Salahuddin selanjutnya merebut benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho, Ramla, Caesarea, Asrul Jaffra, Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu persatu jatuh dalam kekuasaan Sultan Salahuddin. Selanjutnya Salahudin memusatkan perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, di mana ribuan rakyat muslim dibantai oleh pasukan Salib-Kristen. Setelah mendekati kota ini, Salahuddin segera menyampaikan perintah agar seluruh pasukan Salib-Kristen Yerusalem menyerah. Perintah tersebut sama sekali tidak dihiraukan, sehingga Salahuddin bersumpah untuk membalas dendam atas pembantaian ribuan warga muslim. Setelah beberapa lama terjadi pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan memohon kemurahan hati sang sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan penyayang untuk melaksanakan sumpah dan dendamnya, sehingga ia pun memaafkan mereka. Bangsa Romawi dan warga Syria-Kristen diberi hidup dan diizinkan tinggal di Yerusalem dengan hak-hak warga negara secara penuh.

Bangsa Perancis dan bangsa-bangsa Latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan membayar uang tebusan 10 dinar setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak. Jika tidak bersedia mereka dijadikan sebagai budak. Namun peraturan seperti ini tidak diterapkan oleh sang sultan secara kaku. Salahuddin berkenan melepaskan ribuan tawanan tanpa tebusan sepeser pun, bahkan ia mengeluarkan hartanya sendiri untuk menrbantu menebus sejumlah tawanan. Salahuddin juga membagi-bagikan sedekah kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekal perjalanan mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen telah membantai ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara hatinya yang lembut tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan Kristen. Pada sisi lainnya Salahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara warga Kristen dengan warga muslim, dengan memberikan hak-hak warga Kristen sama persis dengan hak-hak warga muslim di Yerusalem.

Sikap Salahuddin demikian ini membuat umat Kristen di negeri-negeri lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang sultan ini. “sejumlah warga Kristen yang meninggalkan Yerusalem menuju Antioch ditolak dan bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond. Mereka lalu menuju ke negeri Arab di mana kedatangan mereka disambut dengan baik”, kata Mill. Perlakuan baik pasukan muslim terhadap umat Kristen ini sungguh tidak ada bandingannya sepanjang sejarah dunia. Padahal sebelumnya, pasukan Salib-Kristen telah berbuat kejam, menyiksa dan menyakiti warga muslim. 

3. Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III. Sementara pada masa itu, Kekhalifahan Islam terpecah menjadi dua, yaitu Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi ini membuat Shalahuddin prihatin. Menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan Eropa-Kristen yang juga bahu-membahu. 

Pria keturunan Seljuk ini (Salahuddin) kebetulan mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fathimiyyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai. Pekerjaan pertama selesai. Shalahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas di hati. Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai jihad.Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.

Salahuddin berhasil menghimpun pasukan yang terdiri atas para pemuda dari berbagai negeri Islam. Pasukan ini kemudian berperang melawan Pasukan Salib di Hattin (dekat Acre, kini dikuasai Israel). Orang-orang Kristen bahkan akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul Maqdis. Kaum Muslimin meraih kemenangan (1187).

Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon (Prancis) dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi hukuman mati karena terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejaman yang serupa. Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut kembali setelah 88 tahun berada dalam cengkeraman musuh. Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan, pada tanggal 2 Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia. Tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang dianjurkan Al-Qur`an dalam surat An-Nahl ayat 127:

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” 

Permusuhan dihentikan dan Shalahuddin menghentikan pembunuhan. Ini sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an:

“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah: 193) 

Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya saat itu juga.Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon). Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan bagian dari Tentara Salib-tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu. Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar di bawah komando Phillip Augustus dan Richard “The Lion Heart”. 

Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama. Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh. 

Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun menawarkan damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata. Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhirnya ia meninggal enam bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis berkata,

“Hari kematian Salahuddin merupakan musibah bagi Islam dan ummat Islam, sungguh tidak ada duka yang melanda mereka setelah kematian empat khalifah pertarna yang melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”. 

Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis yang ternama di antara mereka adalah Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan sejumiah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.

4. Perang Salib IV

Dua tahun setelah kematian Salahuddin, berkobarlah perang salib keempat atas inisiatif Paus Innocent III. Perang Salib Keempat (1202-1204) pada awalnya dimaksudkan untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai Muslim melalui suatu invasi melalui Mesir dengan pertimbangan: (1) kekuatan Islam sudah beralih ke Mesir, karena itu Mesir harus dikuasai dulu; (2) penaklukan Mesir akan membawa keuntungan perdagangan untuk para pedagang Italia, jika langsung menguasai Jerusalem, orang Mesir akan melakukan tindakan pembalasan terhadap para pedagang di Delta Nil, Dimyat, dan Alexanderia. Akan tetapi ketika tentara Salib Eropa Barat tiba di Venice (1202) dan bersiap hendak menuju Mesir, tiba-tiba semua pasukan salib diperintahkan untuk menyerang Konstantinopel (Kristen Ortodox) pada bulan Juli 1203, dan merebutnya pada bulan April 1204.

Setelah itu, Baldwin VII diangkat sebagai Emperor Latin I di Konstantinopel. Kekuatan ini berkuasa selama 60 tahun. Ini dipandang sebagai salah satu dari tindakan yang mengakibatkan skisma besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma. Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria.

Pasukan kristen ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang bernama al-Adil segera menghalau pasukan salib. Ia selanjutnya menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun. 

5. Perang Salib V

Perang Salib Kelima (1217–1221) adalah upaya untuk merebut kembali Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan pertama-tama menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir.Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh Leopold VI dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan terhadap Yerusalem akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak Muslim. Belakangan pada 1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh Oliver dari Koln, dan sebuah pasukan campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang dipimpin oleh William I, Adipati Belanda tiba.

Untuk menyerang Damietta di Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm Seljuk di Anatolia, yang menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya membebaskan Tentara Salib dari pertempuran di dua front. Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke selatan menuju Kairo pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan mereka berkurang dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah serangan malam oleh Sultan Al-Kamil menyebabkan kerugian besar di kalangan Tentara Salib dan akhirnya pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian perdamaian delapan tahun dengan Mesir. 

6. Perang Salib VI

Perang Salib Keenam dimulai pada tahun (1228-1237) sebagai upaya untuk mendapatkan kembali Yerusalem. Itu dimulai tujuh tahun setelah kegagalan Perang Salib Kelima. Frederick II, Kaisar Romawi Suci, telah melibatkan dirinya secara luas dalam Perang Salib Kelima, pengiriman pasukan dari Jerman, tapi ia gagal mendampingi pasukan secara langsung, walau ada dorongan Honorius III dan kemudian Gregorius IX, saat ia diperlukan untuk mengkonsolidasikan posisinya di Jerman dan Italia sebelum memulai sebuah perang salib. Namun, Frederick lagi berjanji untuk pergi pada perang salib setelah penobatannya sebagai kaisar pada 1220 oleh Paus Honorius III. Pada 1225 Frederick menikah Yolande dari Yerusalem (juga dikenal sebagai Isabella), putri John dari Brienne, calon penguasa Kerajaan Yerusalem, dan Maria dari Montferrat. Frederick kini punya klaim pada kerajaan yang terpecah, dan mempunyai alasan untuk berusaha memulihkannya.

Pada 1227, setelah menjadi Paus Gregorius IX, Frederick dan pasukannya berlayar dari Brindisi menuju Acre, tetapi sebuah epidemi Frederick menyebabkan ia kembali ke Italia. Gregorius mengambil kesempatan ini untuk mengucilkan Frederick untuk tentara salib yang melanggar sumpah, walaupun ini hanya alasan, seperti Frederick sudah selama bertahun-tahun telah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan kekaisaran di Italia dengan mengorbankan kepausan. Gregorius menyatakan bahwa alasan bagi ekskomunikasi Frederick adalah keengganan untuk meneruskan perang salib. Untuk Gregory, perang salib hanyalah alasan untuk mengucilkan kaisar. Frederick berusaha untuk bernegosiasi dengan Paus, tapi akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, dan berlayar ke Suriah pada 1228 meskipun ekskomunikasi, dan tiba di Acre pada bulan September. 

7. Perang Salib VII

ada 1244, gabungan Khwarezmia merebut Yerusalem dalam perjalanan mereka ke sekutu Mamluk Mesir. Sehingga Yerusalem kembali dikuasai muslim, namun kejatuhan Yerusalem tidak lagi merupakan sebuah peristiwa menghancurkan dunia Kristen Eropa, yang telah melihat perpindahan kota itu dari kistiani kepada muslim ke sekian kali dalam dua abad terakhir. Kali ini, meskipun panggilan dari Paus, tidak ada antusiasme populer untuk perang salib baru.Paus Innosensius IV dan Frederick II, Kaisar Romawi Suci melanjutkan perjuangan kepausan-kekaisaran.

Frederick ditangkap dan dipenjarakan ulama dalam perjalanan ke Konsili Lyon, dan pada 1245 ia secara resmi digulingkan oleh Innosensius IV. Paus Gregorius IX juga telah ditawarkan sebelumnya saudara Raja Louis, pangeran Robert of Artois, tetapi Louis menolak. Dengan demikian, Kaisar Romawi Suci tidak dalam posisi untuk perang salib. Henry III dari Inggris itu masih berjuang dengan Simon de Montfort dan masalah lain di Inggris. Henry dan Louis tidak dalam saat yang terbaik, yang terlibat dalam Capetia-Plantagenet perjuangan, dan sementara Louis sedang pergi berperang raja Inggris menjanjikan menandatangani gencatan senjata untuk tidak menyerang tanah Perancis. Louis IX juga mengundang Raja Haakon IV dari Norwegia untuk perang salib, mengirim penulis sejarah inggris Matius Paris sebagai seorang duta besar, tapi sekali lagi tidak berhasil.

Satu-satunya orang yang tertarik memulai perang salib yang lain karena itu Louis IX, yang menyatakan niat untuk pergi ke arah timur pada tahun 1245. Perang Salib Ketujuh (1248-1254) adalah perang salib yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis. Sekitar 50.000 bezant emas (suatu jumlah yang setara dengan seluruh pendapatan tahunan dari Perancis) dijadikan tebusan untuk membebaskan Raja Louis yang bersama dengan ribuan pasukannya, ditangkap dan dikalahkan oleh pasukan Mesir yang dipimpin oleh Sultan Ayyubiyah Turansyah didukung oleh Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-Din Aktai, Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun. 

8. Perang Salib VIII 

Perang Salib terakhir juga dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta bantuan militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik untuk melakukan kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau memanggul beban adalah Louis IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali ini mencapai kurang dari apa yang dicapai sebelumnya bagi Kerajaan Yerusalem.

Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara dijadikan sasaran awal. Setelah disana, wabah peyakit mengambil nyawa banyak orang, termasuk Louis serta saudaranya, Charles Anjou, tiba dengan kapal-kapal Sisilia dan berhasil mengungsikan sisa tentara. Meskipun ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanya terus diserukan atas berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit Salib-orang yang berkaul untuk melakukan perang. Umat Kristen di Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut. Meskipun mengalami kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap bertahan sampai 1291, ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup di daerah tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem. 

D. Dampak dari Perang Salib

Bangsa Eropa belajar berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkembang di dunia Islam lalu mengarangnya dalam buku-buku yang bagi dunia Barat tetap terasa mencerahkan. Mereka juga mentransfer industri dan teknologi konstruksi dari kaum muslimin, sehingga pasca perang salib terjadi pembangunan yang besar-besaran di Eropa. Gustav Lebon berkata: “Jika dikaji hasil perang salib dengan lebih mendalam, maka didapati banyak hal yang sangat positif dan urgen. Interaksi bangsa Eropa selama dua abad masa keberadaan pasukan salib di dunia Islam boleh dikatakan faktor dominan terhadap kemajuan peradaban di Eropa. Perang salib membuahkan hasil gemilang yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

”Perang salib menghabiskan aset umat Islam baik harta benda maupun putra-putra terbaik. Kemiskinan terjadi karena seluruh kekayaan negara dialokasikan untuk perang. Dekadensi moral terjadi karena perang memakan habis orang laki-laki dan pemuda. Kemunduran ilmu pengetahuan terjadi karena umat Islam menghabiskan seluruh waktunya untuk memikirkan perang sehingga para ulama tidak punya waktu untuk mengadakan penemuan-penemuan dan karya-karya baru kecuali yang berhubungan dengan dunia perang.Namun, peperangan salib selama kurang lebih 200 tahun telah memberikan warna kepada dunia Islam dan Kristen. Utamanya dalam bidang pemikiran, peradaban, ilmu dan teknologi. Bahkan, sejarah mencatat bahwa perang salib merupakan jembatan awal antara kebudayaan Islam dan bangsa Eropa.

Meskipun terdapat luka sejarah dan sensitifitas yang mengiringi pertautan dua peradaban tersebut. Dan tetap membekas hingga saat ini dimana kurang lebih 8 abad perang salib telah berlalu.Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu. Ada beberapa dampak perang Salib, antara lain dalam bidang :

a. Politik dan Budaya

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib.Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

b. Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak Negara kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat.

Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453.Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam.

Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.

c. Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Yang menarik untuk dikaji adalah Yerusalem bagi bayak ahli sejarah dilihat sebagai faktor yang cukup dominan dalam penggagasan perang salib, namun kelihatanya cukup sepele dan sederhana kalau upaya pengamanan peziarah yang dikedepankan dalam menggagas perang salib tersebut terutama jika dibandingkan dengan pengorbanan daya dan dana yang dibutuhkan untuk ekspedisi militer pada waktu itu. Saya lebih melihat bahwa isu Yerusalem dijadikan pemicu semangat para tentara salib sementara faktor penentu dalam hal ini adalah murni politik yakni upaya pembentengan diri dari ancaman yang sudah semakin mendekati jantung kekuasaan Eropa disatu sisi dan disisi lain adalah interes internal politik gereja (katolik) untuk menyatukan negara-negara kristen katolik yang pada saat itu tengah berperang. Sehingga perang salib digunakan sebagai alat untuk menyatukan gereja kristen barat (Roma) dan timur (konstantinopel).

Demikian selintas kisah dari Perang Salib yang telah mengubah wajah dunia pada abad pertengahan yang berpengaruh hingga sekarang. Sebelum Perang Salib, pemeluk agama Kristen dan Yahudi bisa hidup berdampingan di Palestina dan sekitarnya di bawah naungan Daulah Islamiyah. Tetapi setelah kedahsyatan Perang Salib yang memakan waktu sampai dua abad lamanya, telah mampu mengubah situasi harmoni masa lalu.Perang Salib telah menyisakan perasaan, dendam, curiga, waspada, was-was, dan rasa terancam yang menghantuinya. Dengan logika ini, kita bisa menemukan alasan mengapa George W. Bush mantan penguasa nomor satu Negara Adi Daya itu mengkaitkan isu terorisme internasional di Irak sebagai kelanjutan Perang Salib Modern.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *