Dzargon – Indonesia adalah negara heterogen di Indonesia dengan penduduk paling mudah membuat Stereotype. Hasil survey Microsoft yang menemukan bahwa Indonesia adalah negara paling tidak sopan di dunia maya dinatara negara-negara Asia malah membuat Akun Microsft dihujat habis-habisan. Salah satu stereotipe yang ada di Indonesia adalah jika seorang remaja, mahasiswi atau wanita bekerja sebagai SPG, pasti dia lebih dekat dengan pekerjaan berlendir dibandingkan kerja benar.
Padahal kita sudah sama-sama tahu bahwa SPG itu adalah pekerjaan yang penting bagi sebuah perusahaan. SPG ini menjadi andalan banyak perusahaan untuk menarik minat calon costumer dari produk-produk yang baru ingin dikenalkan dipasaran.
Tapi bukan Indonesia namanya jika, Netizen tidak memiliki mulut seperti Jamban yang isinya hanya caci maki, termasuk usaha seseorang untuk mendapatkan kehidupan yang layak melalui jalur SPG.
Daftar Isi
Kekurangan dan Bahaya jadi SPG
Stigma negatif dari SPG ditengarai muncul dari pakaian yang dikenakan para SPG ini dianggap bertentangan budaya timur secara umum. Yup kita yang tinggal di timur memang sudah terbiasa dengan pakaian serba tertutup dengan rasa malu yang sangat tinggi.
Bagian tubuh tertentu akan menjadi objek yang hanya ditujukan kepada pasangan resmi yang terhubung dengan ikatan pernikahan, bukan kepada semua pria. Sebut saja bagia dada, lekuk tubuh dan paha. Tiga hal tersebut dianggap aset bagi wanita yang menjadi simbol kehormatan diri dan keluarganya.
Kesimpulannya tentu saja sederhana.
Jika ada wanita yang dengan santainya mengumbar kehormatan demi rupiah, tentu saja akan dengan mudah diasosiakan pekerjaan yang jauh lebih asusila. Memang sh pada umumnya wanita penjajah lendir di pinggir jalan memang dengan bearni mengenakana pakian super terbuka untuk mendapatkan pelanggan pria hidung belang.
Masalahnya bagi seorang SPG, adalah banyak Produsen di laur sana yang menyaratkan pakaian sedikit menantang bagi para sales promotion girl. Warna yang mentereng, rok diatas lutut yang lebih conding dekat dengan pinggul, sedangkan atasan sedikit kekurangan kain dan dibuat untuk ukuran anak SD, padahal dikenakan wanita dewasa tentu saja membuat Stigma Negatif bakalan dengan mudah tertancap di wajah-wajah cantik yang menjajakan produk.
Kate Walton seorang jurnalis Asing yang menulis banyak berita seputar persamaan gender dan pembelaan hak-hak atas wanita di negara Asia menemukan bahwa SPG yang kerja di Ibu Kota Jakarta memiliki resiko sangat besar mendapatkan pelecehan saat kerja.
Kate Walton memberberkan jika di seorang SPG bercerita jika seorang pria menggesekkan-gesekkan tubuhnya saat ia mempromosikan kopmuter di stan sebuah pameran. Pria tersebut terus saja menggesekanna badannya ke SPG tersebut sampai akhir ada petugas Stan yang datang dan mengusir pria tersebut.
Baca Juga : Mengapa SPG harus Tampil Seksi?
SPG dengan rok di atas lutut dan baju dengan bahu terekspos akan mendapatkan pelototoan mata jauh lebih banyak dam seolah-olah para SPG ini memang disediakan selain untuk menjajakan barang juga mencari kesempatan untuk menjajakan diri.
Di sisi lain, banyak perusahaan yang ngotot ingin Sales Promotion Girls mereka berpakaian super ketat, seksi dan minim agar menarik perhatian. Bahkan ada banyak lowongan SPG yang tidak memberikan kesempatan para wanita berjilbab untuk ikut seleksi di perusahaan mereka, yah kecuali SPG Sapi Kurban yang beberapa tahun mulai ramai digunakan.
Dimanfaatkan oleh Wanita Tunasusila
Kendati demikian, pandangan mengenai sisi gelap dari Dunia SPG ini memang tidak salah seutuhnya. Ada banyak fakta yang menunjukkan jika Ajang SPG ini memang dijadikan batu loncatan oleh beberapa wanita yang ingin menjajahkan tubuhnya dengan harga yang lebih mahal dibandingkan mejeng di pinggir jalan yang remang-remang.
Embel-embel SPG dianggap dapat meningkatkan Price Tag mereka, karena om-om berduit jauh lebih suka menggoda mereka yang visual jauh lebih mentereng. Ada prestise sendiri dari pria hidung menggunakan jasa SPG sebagai pelampiasan nafsu mereka terutama jika sudah dijadikan ajang pamer ke sesama-sama bapak-bapak kaya yang uangnya gak habis dibagikan ke Istrinya.
Yah tentu saja pengguna jasa dari SPG plus-plus ini bukan remaja tanggung yang cuman modal 300 ribuan sambil hunting cewek di Mi Chat LT. Kelas SPG ini jauh lebih bonafit karena bisa digunakan sambil liburan di tempat-tempat keren seperti Bali. Jika memang sudah kebelet, hotel bintang lima mungkin yang paling apes.
Penelurusan yang dilakukan Oleh Tribun Jateng menemukan Bunga, Nama samaran, seorang mahasiswa perguruan tinggi semester 2 mengaku mendapatkan kesempatn menjajakan diri dengan harga tinggi setelah dirinya berkeja sebagai SPG. Pada berita terbitan 20 Agustus 2020 itu, Bunga mengaku bisa meraup keuntungan sampai 700 ribu rupiah dalam sejam, itupun hanya dilakukan di hotel tertentu.
Bunga bukan satu-satunya SPG yang terungkap menjual dirinya, Suprihartini, seorang SPG yang nyambih jadi PSK terpaksa meringkuk di penjara selama 3 tahun. Bukan karena ia nyambih jadi PSK tapi karena menjual dan mengajak teman SPG yang lainnya nyambih jadi wanita panggilan.
Akhir Kata
Kolom artikel di Website ini tentu saja tidak akan cukup banyak untuk mengupas satu demi sati kasus prostitusi di lingkungan SPG. Belum lagi berita mirip jika para Vendor SPG biasanya terlebih dahulu mencicipi talent mereka sebelum di orbikan namun artikel ini tidak mendukung sama sekali Generalisasi SPG sebagai pekerjaan Asusila.
Kembali lagi Karena peran SPG itu memang vital bagi perusahaan, sama saja jika seorang pemotor dengan sengaja menabrak pengguna jalan. Bukan berarti semua pengguna motor itu adalah pembunuh. Kami sama sekali tidak setuju jika ini disebut sebagai Sisi Gelap dari dunia SPG.
Leave a Reply