Gerakan Membeli Donat Tetangga, Lebih dari Sekedar Donut

Gerakan Membeli Donat Tetangga, Lebih dari Sekedar Donut

Dzargon. Beberapa hari yang lalu mungkin kita melihat banyak status teman yang memasang postingan di sosmde mereka tentang antrian panjang untuk mendapatkan satu atau dua lusin penganan untuk bahan ngemil. Antrian ini tidak lain disebabkan oleh strategi promosi yang berhasil dengan embel-embel diskon yang memang sangat jauh dari harga normal. Dampaknya cukup luar biasa dan signifikan, hampir serupa dengan bantuan BLT yang pernah terlihat dikantor-kantor POS di seluruh Indonesia bedanya, jika mereka  para pengantri BLT dengan alasan menyambung hidup sehingga rela berdesakkan, namun pada antrian ini tidak ada hubungannya dengan kebutuhan pokok, tetapi untuk memenuhi selera dan gaya hidup Hedon dalam bentuk diskon.
Satu atau dua kotak cake (biar terdengar kebarat-baratan) berisi 12 buah perkotaknya dibayar dengan harga seratus ribuan terbukti sukses membuat beberapa orang keluar dari kantor, meninggalkan rumah, tidak hadir kuliah atau meninggalkan rutinitas sehari-hari untuk ikut antrian. Hal ini menunjukkan seberapa besar animo masyarakat Indonesia mendapatkan makanan dengan harga “Diskon” yang sebenarnya jika tanpa disertai dengan merek yang melekat, Kita hanya membeli seadonan terigu dengan telur dengan sedikit pemanis sebagai toping yang akan hilang setelah melewati tenggorokan. 

Harga sekotak Gaya Hidup dan Prestise dibayarkan dengan saratus ribuan ditambah dengan waktu yang habis keluar dari rumah, naik kendaraan masuk ke parkiran mal, mengantri, pegal-pegal karena berdiri, kembali ke kantor atau ke rumah dan menikmatinya dengan waktu yang jauh lebih sedikit dibandingkan usaha mendapatkannya

Gerakan Membeli Donat Tetangga, Lebih dari Sekedar Donut cara membuat donat enak
Jika sensasi tersebut hanya sebatas tenggorokan, Lantas apakah yang mereka kejar? Rasa-kah? Teksture-kah? Saya pikir itu hanya faktor kecil. Faktor utama adalah Prestige dan hedonism sampai beberapa orang menganggap hal tersebut menunjukkan status dan kedudukan sesorang pada tatanan sosial. Rasa bangga yang tidak lebih dari jumlah like dari postingan dalam bentuk gambar sekotak cake ditambah sedikit gurauan dengan teman tentang cita rasa atau lebih dalam dari saya mengatakan “merek” dari cake ini mahal loh. Sebesar itukah gaya hidup kita, Masayarakat Indonesia saat ini? masyarakat yang terkenal bersahaja sejak zaman nenek moyang.
Padahal jika hanya ingin makan cemilan, mungkin ada satu atau dua orang tetangga yang tidak seberuntung kita yang tidak mampu kerja dengan seragam atau dasi sehingga harus mencari sesuap nasi dengan membuat cake yang sama, meskipun tanpa merek dan sedikit perbedaan rasa.
Yah seperti dengan judul ini, “Gerakan membeli donat tetangga” mungkin hanya sekedar perumpamaan karena bisa saja “donat-donat” tersebut bisa saja dalam bentuk lain seperti Nagasari, Lumpia, Pastel atau kue tradisional lainnya yang tidak jarang harus kembali dari warung ke rumah-rumah mereka tidak dalam bentuk rupiah. Padahal rupiah-rupiah tersebut mungkin saja berarti lebih. Ruiah tersebut bisa bararti modal tambahan untuk “donut” esok, sesuap nasi, atau penyandang dana bagi anak-anak mereka tetap berseragam dan mencari ilmu. Harga yang tentu saja jauh lebih memanusiakan manusia dibandingkan sekotak presitise dan gaya hidup yang akan hilang ditenggorakan.
Rupiah-rupiah tersebut jauh lebih mulia untuk mendukun usaha kecil tetangga anda dengan harga yang jauh lebih murah namun sangat bermanfaat. Bisakah kita bayangkan senyum dan perasaan senang ketika melihat “donat” mereka kembali dari warung dalam bentuk rupiah? Apakah ini jauh lebih memanusiakan mereka dan diri kita sendiri yang memang mahluk sosial.
Saya pikir kita semua sepakat bahwa tetangga adalah saudara terdekat yang paling pertama memberikan pertolongan kietika kesusahan, orang pertama yang menjadi teman berbagi cerita, ketika suntuk atau sedang bergosip. Tanpa tetangga, mungkin saja hidup seperti di hutan yang ketika sehat bisa saja mendapatkan apa saja namun ketika sedang dalam masalah tidak akan ada yang membantu.
Tidak akan ada tulisan yang sempurna untuk menyampaikan perasaan sedih ini. Perasaan sedih melihat teman rela mengantri panjang sampai-sampai melupakan “donat” tetangga. Mari kita baca tulisan ini tidak dengan kepala tapi dengan hati. Saya sendiri tidak berniat membandingkan kualitas “ngemil” anda dengan cake yang sudah pasti memiliki cita rasa khas, hanya saja ini adalah ajakan sederhana untuk lebih peduli terhadap tetangga yang tidak seberuntung kita yang masih bisa online membaca tulisan ini sementara mereka masih bergelut dengan asap dan seadonan terigu.
Mari Membeli “Donat-Donat” Tetangga
“Tulisan ini kudedikasikan kepada seorang tetangga yang janda namun berjuang melalui kedai kecilnya. Saya tetap bangga kepadanya karena tetap mengupayakan pendidikan kepada anak-anaknya dari usaha donat rumahannya yang sederhana”

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *