Antara Tingginya Pengangguran Lulusan SMK dan Jargon SMK Bisa!

Dzargon – Sudah sangat lama ingin menulis tema ini. Berawal dari sebuah jargon sederhana, namun bermakna mendalam “SMK Bisa!” menimbulkan pertanyaan subyektif pada diri saya, karena terlalu subyektif inilah yang kemudian membuat saya memilih untuk mengubur pertanyaan tersebut. Sebab, di satu sisi saya pun berpikir bahwa jargon tersebut adalah sebuah tujuan mulia dan belum waktunya untuk disoroti.

Namun selang beberapa waktu, setelah menyusuri berbagai informasi dan melihat secara nyata apa yang terjadi, jargon “SMK Bisa!” kembali muncul di benak dan pikiran saya. Dan membuat saya tergerak untuk mencari informasi terkait jargon tersebut serta implikasinya pada SMK itu sendiri. Atau bahkan kita dapat menyusun beberapa langkah yang perlu dilakukan berdasarkan temuan yang ada. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, pertama kita membahas secara singkat mengenai jargon SMK Bisa!

Alumni SMK lebih jauh bisa menjadi pelaku Wirausaha keuntungan sekolah SMK
Salah satu kegiatan pelatihan Keterampilan dan Wirausaha SMK – rubrikini.co.id

SMK Bisa! Dan Implikasinya Saat Ini

Jargon SMK Bisa! Sendiri merupakan jargon yang pertama kali dikemukakan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo pada tahun 2009, ketika membuka Kompetensi Siswa SMK Tingkat Nasional ke-17 dan Pameran Kreasi Siswa SMK. Sebenarnya, tidak ada yang salah pada jargon tersebut, jargon tersebut menjadi sebuah penyemangat sekaligus tujuan agar Lulusan SMK dapat mencapai tujuan pendidikan menengah kejuruan itu sendiri.

Sebagaimana dipahami, pendidikan kejuruan dibangun dengan tujuan untuk membentuk tenaga kerja yang terampil, kompetitif dan berkompetensi sejak dini. Sehingga peserta didik lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sudah siap bekerja sesuai bidangnya. Lebih spesifik, dikutip dari kajian mahasiswa UNY dikemukakan bahwa, tujuan dari dibentuknya pendidikan kejuruan ini adalah untuk menyiapkan peserta didik untuk bekerja dan mampu bersaing dalam proses pekerjaannya kedepan.

Tujuan umum dari pendidikan kejuruan ini adalah:

  1. Menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak
  2. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik
  3. Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab
  4. Menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
  5. Menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni

Selain itu pendidikan kejuruan memiliki tujuan khusus dibandingkan dengan pendidikan menengah lainnya yaitu:

  • Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha maupun dunia industri baik nasional maupun global.
  • Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan vokasi pada program keahlian teknik yang memenuhi kompetensi dan sertifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja serta asosiasi-asosiasi profesi bidang teknik yang relevan dan mampu bersaing di pasar global.
  • Menghasilkan berbagai produk penelitian dan program inovatif dalam disiplin ilmu PTK (pendidikan teknlogi kejuruan) dan disiplin ilmu teknik yang berguna bagi peningkatan mutu sumber daya manusia dalam pembangunan nasional.
  • Menjadi pusat informasi dan diseminasi bidang pendidikan teknologi dan kejuruan serta bidang teknik.
  • Menghasilkan pendidik/pelatih di bidang teknologi kejuruan yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship).
Untuk merealisasika jargon SMK Bisa ini, pemerintah mencanangkan beragam program. Hasilnya, pada Februari 2014, BPS melansir data yang menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK lebih rendah daripada tingkat pengangguran lulusan SMA. Namun, pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo dibuat terkejut oleh data statistik yang menyatakan bahwa jumlah pengangguran tertinggi ditempati oleh lulusan SMK.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Februari tahun 2016, menunjukkan persentase dari latar belakang pendidikan, pengangguran terbesar adalah dari lulusan SMK, sebesar 9.84% atau 1,35 juta orang. Angka tersebut lebih banyak dibandingkan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), 6,95%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5,76% dan bahkan Sekolah Dasar (SD) 3,44%.

Mengetahui adanya ketimpangan antara harapan dan kenyataan, Presiden mengeluarkan instruksi atau Inpres No. 9 tahun 2016 yang berisi tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan. Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan sendiri bertujuan untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Aspek revitalisasi tersebut meliputi penyelarasan kurikulum dengan dunia usaha dan dunia insudtri (DU/DI), inovasi pembelajaran, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, standarisasi sarana dan prasarana utama, peningkatan kerjasama dengan DU/DI serta penataan dan pengelolaan kelembagaan.

Program ini disarankan untuk dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan potensi wilayah, sumber daya dan kebutuhan riil tenaga kerja untuk mendukung perkembangan ekonomi dan pengembangan wilayah. Program revitalisasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas SMK dan juga lulusan SMK yang tentunya menjadi salah satu penopang pembangunan negara.

Setelah satu tahun berjalan, pada Februari 2017 BPS kembali melansir jumlah pengangguran Indonesia. Tercatat jumlah pengangguran Indonesia mulai menunjukkan penurunan. Jumlah pengangguran pada 2017 berjumlah 7,01 juta orang atau mengalami penurunan sekitar 20 ribu orang dibandingkan pada Agustus 2016 atau 10 ribu orang pada Februari 2016. Hal ini juga terjadi pada lulusan SMK yang jumlah penganggurannya turun menjadi 9,27% dari 9,84%, kemudian disusul oleh lulusan SMA yang mencapai 7,03% dan Diploma I/II/III yang mencapai 6,35%.

Penurunan jumlah pengangguran ini dikatakan oleh Kepala BPS disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah yang mendukung upaya pengurangan jumlah pengangguran. Namun, lulusan SMK masih menempati posisi teratas dalam jumlah pengangguran. Besarnya jumlah pengangguran lulusan SMK per-Februari 2018 berjumlah 8,92%, walaupun jumlah ini sudah menujukkan penurunan dari tahun 2016 dan 2017.

Walaupun data statistik menunjukkan adanya penurunan jumlah pengangguran lulusan SMK, namun kita tidak dapat menampikan fakta mengenai lulusan SMK yang masih menempati posisi teratas dalam jumlah pengangguran selama dua tahun terakhir, padahal jargon SMK Bisa! masih selalu dikumandangkan dalam promosi SMK. Kemudian, apabila diperhatikan, antara realisasi dengan tujuan dari adanya SMK tersebut belum terwujud sepenuhnya. Walaupun, mungkin beberapa sekolah sudah dapat mewujudkannya, namun secara massif nampaknya tujuan tersebut belum terealisi sepenuhnya. Pada akhirnya, apabila diamati secara keseluruhan, lulusan SMK memegang jumlah tertinggi pengangguran di Indonesia.

Faktor yang dapat mempengaruhi tingginya jumlah pengangguran lulusan SMK, diantaranya belum sesuainya kompetensi lulusan SMK dengan kompetensi yang diharapkan oleh DU/DI. Karena DU/DI bergerak di bidang professional, maka sudah tentu DU/DI membutuhkan sumber daya manusia yang professional. Namun, sering kali, kurikulum pembelajaran yang ada di sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan DU/DI. Maka, agar lulusan SMK dapat lebih mudah diserap oleh DU/DI diperlukan adanya link and match antara kurikulum sekolah dengan kebutuhan industri.

Namun, yang perlu menjadi catatan adalah pemahaman mengenai kurikulum yang link and match ini, bukan hanya dipahami oleh sekolah, melainkan juga oleh dunia industri. Sehingga jangan sampai lulusan SMK harus bersaing dengan lulusan diploma atau sarjana, karena adanya kompetensi yang terlalu tinggi yang diminta oleh dunia industri. Ketika sudah terbentuk pemahaman antara sekolah dan dunia insudtri, hal yang dapat dilakukan adalah pembuatan kesepakatan antara sekolah dan dunia industry. Hal ini tentu saja akan memberikan keuntungan dari kedua belah pihak.

Faktor selanjutnya yang menyebabkan tingginya jumlah pengangguran lulusan SMK adalah adanya ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dengan kebutuhan tenaga kerja di DU/DI. Hal ini dapat terjadi karena cukup banyaknya lulusan SMP yang ingin melanjutkan pendidikan ke SMK dibandingkan SMA, sedangkan dunia industri belum mampu menampung jumlah lulusan yang banyak. Selain itu, penyebab adanya ketidakseimbangan ini adalah lebih banyaknya minat siswa yang melanjutkan pendidikan pada satu jurusan, padahal telah banyak sekolah yang memiliki jurusan tersebut, misalnya bisnis manajemen.

Pada Oktober 2016 diketahui bahwa peluang kebutuhan tenaga kerja di bidang bisnis manajemen hanya 119.255, namun jumlah lulusan mencapai 349.954. Sedangkan kondisi berbeda dialami oleh jurusan agribisnis dan agriteknologi yang membutuhkan 445.792 orang, sedangkan lulusan jurusan tersebut hanya 52.319. Hal yang sama pun terjadi pada jurusan pariwisata. Oleh karena itu, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah melakukan sosialisasi mengenai pemilihan jurusan yang tepat serta peluang kerja dari jurusan tersebut.

Apa yang Perlu Disiapkan Oleh Siswa SMK Sebelum Lulus

Dalam rangka menyikapi perubahan zaman, kita tidak boleh menutup mata bahwa pemerintah tengah berupaya melakukan perbaikan di berbagai lini agar jargon SMK Bisa! Dapat terwujud secara riil. Harapan akan banyaknya lulusan SMK yang diserap oleh dunia industri menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh jajaran terkait.

Namun, sebagai siswa SMK sendiri, sebaiknya bukan hanya menunggu realisasi dari program yang tengah dijalankan. Sebagai siswa SMK, sudah semestinya sadar bahwa persaingan di dunia industri begitu kuat, maka agar dapat memperoleh pekerjaan atau tidak menganggur pasca lulus nanti banyak hal yang perlu disiapkan oleh siswa SMK.

Karena usia SMK bukan lagi usia yang pantas untuk bermain-main, mereka perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi kenyataan hidup yang sesungguhnya, terlebih pada saat ini perkembangan teknologi sangat maju, maka segala sesuatunya harus disiapkan sebelum lulus nanti. Bukankah menyalakan obor solusi lebih baik dari sekedar mengkritik kegelapan. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas beberapa hal yang perlu dilakukan oleh siswa SMK sebelum lulus, agar jargon SMK Bisa! Betul-betul dapat terealisasikan.

Antara Tingginya Pengangguran Lulusan SMK dan Jargon SMK Bisa!

1. Memahami Dunia Industri dan Dunia Wirausaha Sejak di Bangku Sekolah

Menghadapi kenyataan bahwa persaingan di dunia kerja yang begitu ketat, maka sudah bukan waktunya lagi mengisi masa-masa sekolah dengan hanya berkumpul dan bermain bersama teman-teman, terlebih bagi siswa SMK yang bercita-cita untuk segera mendapatkan pekerjaan pasca lulus nanti. Siswa SMK memang sudah mulai dikenalkan dengan dunia industri sejak tingkat 2 bahkan ada yang telah dikenalkan sejak tingkat pertama.

Hal ini sebaiknya bukan hanya dipandang sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat mendapatkan nilai yang bagus dari guru. Sudah semestinya, siswa SMK menekuni bidang keahliannya sejak bangku sekolah. Siswa sudah semestinya memahami apa yang dibutuhkan oleh dunia industri, dan mereka perlu mengupayakannya tidak hanya dengan keterlibatan sekolah, melainkan juga dilakukannya secara mandiri.

 Siswa dapat melangkah satu atau dua langkah lebih depan, agar lebih memahami kebutuhan dunia industri. Misalnya, siswa yang memilih jurusan Teknik Komputer, sudah semestinya mereka banyak mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan hardware, software.

Selain memahami bidang keahliannya, saat ini kurikulum SMK sedang gencar mendekatkan siswa pada dunia wirausaha. Dari sini dapat dipahami bahwa pemerintah cukup realistis, bahwa kebutuhan sumber daya di lapangan kerja terbatas, sedangkan lulusan SMK sangat banyak jumlahnya. Maka, salah satu antisipasi yang dilakukan adalah mengarahkan siswa untuk berwirausaha, bahkan nama pelajaran kewirausahan ini cukup menarik yakni produk kreatif dan kewirausahaan. Hal tersebut sangat jelas sekali tujuannya, yakni agar lulusan SMK benar-benar bisa berkembang, selain bekerja di industry, mereka juga diharapkan dapat membuat lapangan kerja sendiri dengan mengusung produk kreatif.

Pengembangan produk kreatif dan kewirausahaan ini tidak hanya perlu dipahami oleh siswa, melainkan juga untuk guru. Guru sudah semestinya mengarahkan siswa untuk merancang sebuah usaha yang dapat dilakukannya hingga ia lulus nanti. Dan bagi siswa pun, hal yang harus dipahami adalah adanya mata pelajaran tersebut menjadi sebuah peluang untuk mengembangkan diri dalam menghasilkan produk atau jasa. Siswa tidak boleh hanya menilai aktivitas yang ada pada pelajaran tersebut sebagai syarat untuk mendapat nilai dari guru. Siswa sudah semestinya berpikir lebih kreatif untuk menciptakan peluang usaha yang dapat dijalankan olehnya.

2. Mengasah Softskill dan Hardskill di Luar Kelas

Siswa yang memperoleh nilai baik dalam teori di kelas, belum tentu memiliki kompetensi yang baik pula. Karena di SMK hal utama yang perlu dikembangkan adalah kompetensi, maka sudah semestinya nilai teoritik yang baik didukung oleh kompetensi yang baik pula, atau dapat dikatakan siswa memerlukan softskill dan hardskill yang seimbang.

Untuk melatih softskill dan hardskill ini dapat dilakukan di luar kelas atau di luar jam pelajaran. Karena pada umumnya di dalam ruang kelas, guru lebih mengedepankan pemahaman teori, maka siswa dapat melatih kemampuan ini di luar kelas, baik dilakukan dengan kelompok yang dikembangkan secara mandiri, maupun melalui kegiatan ekstrakulikuler. Dan yang perlu menjadi catatan, kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi keahlian siswa, sudah semestinya memiliki sinergi dengan tujuan dari sekolah. Sehingga seluruh kegiatan yang ada pada ekstrakulikuler betul-betul mendukung peningkatan kompetensi siswa.

Memang nilai akademis yang bagus juga menjadi pertimbangan bagi dunia industri, namun kompetensi yang baik, kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan bekerja dalam tim dengan baik merupakan pertimbangan utama bagi perusahaan untuk merekrut karyawan. Oleh karena itu, di sela-sela waktu sekolah sudah semestinya siswa mengembangkan kemampuan lain untuk meningkatkan citra dan kompetensi diri.

3. Membiasakan Diri Berkompetisi di LKS dan Kompetisi Lainnya

Salah satu fasilitas yang dapat dilakukan siswa SMK adalah mengikuti Lomba Keterampilan Siswa. Sebetulnya dengan mengikuti LKS, siswa hanya memiliki peluang untuk dapat memiliki prestasi, yang nantinya bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi sekolah, namun LKS memiliki peluang besar untuk membuka cakrawala siswa mengenai dunia di luar lingkungan sekolahnya. Karena penilaian pada LKS bukan hanya berkaitan dengan penilaian teori, melainkan juga menilai kompetensi siswa, maka secara tidak langsung siswa akan melihat siswa lain yang terlihat memiliki kompetensi lebih dari dirinya. Hal ini dapat menjadi motivasi dalam diri untuk meningkatkan kompetensi diri.

Selain LKS, siswa juga dapat diarahkan untuk mengikuti lomba-lomba yang berkaitan dengan pengembangan produk yang dihasilkan oleh siswa SMK lainnya. Sebagaimana yang telah dikemukakan, hal ini nantinya bukan hanya memacu semangat siswa untuk berkompetisi, melainkan juga dapat memberi inspirasi bagi siswa untuk menghasilkan produk atau jasa terbarukan, yang mampu menjadi jawaban atau solusi dari kendala yang selama ini ada.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *