Abu al-Qasim al-Zahrawi Dokter Muslim Penemu Alat Bedah dan “Catgut”

Dzargon – Menyusuri jejak cendekiawan muslim dan karyanya, tentu kita akan dibuat sangat terpukau. Di zaman yang belum berkembangnya teknologi yang optimal seperti yang sekarang ini terjadi, para cendekiawan selalu berupaya untuk menciptakan beragam karya yang ditujukan bagi kemaslahatan manusia. Hal tersebutlah yang membuat kita terpesona dengan karya-karya yang brilian, bahkan karya-karya yang dikembangkan tersebut masih digunakan sampai saat ini. Selain karya-karya jenius yang dapat dikatakan melampaui zamannya, cendekiawan muslim ini dikenal juga memiliki pemahaman islam yang baik. Sehingga Ia bukan hanya mampu menghasilkan karya yang jenius, melainkan juga dapat menjadi suri tauladan yang baik dalam beribadah.

Salah satu bidang kajian yang digeluti oleh umat muslim pada abad-abad pertengahan adalah bidang kedokteran. Hal tersebut sangat banyak digeluti, karena banyaknya kasus-kasus kesehatan yang dialami masyarakat. Selain itu, bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pun sedang gencar dikembangkan guna meningkatkan peradaban manusia. Apabila kita berbicara mengenai tokoh kedokteran muslim, secara mayoritas umat Islam akan langsung mengingat nama Ibnu Sina atau di Barat dikenal dengan Avicena. Ibnu Sina memang cukup dikenal dalam bidang kedokteran, karena kajiannya di bidang parasitologi kedokteran atau kajian penyakit pada bidang kedokteran.

Ibnu Sina memang patut dibanggakan, karena totalitasnya. Ia diketahui mempelajari kedokteran sejak usia 16. Ia juga diketahui tidak hanya mempelajari teori kedokteran, tetapi melalui pembelajaran secara langsung, yakni dengan melayani orang yang mengalami sakit, kemudian dari pelayanan yang dilakukannya Ia melakukan perhitungannya sendiri dan kemudian menemukan metode – metode baru dari bidang kedokteran. Ibnu Sina muda pernah mengatakan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat – obat yang sesuai.”

Kemasyuran Ibnu Sina ini menyebar dengan sangat cepat. Bahkan Ia diketahui sebagai seorang dokter yang tidak mengharapkan bayaran. Selain menjalankan profesinya sebagai seorang dokter, Ibnu Sina juga merupakan seorang penulis yang produktif, dimana sebagian besar karyanya berisi tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau dianggap sebagai “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

Tidak hanya satu atau dua buku, Ibnu Sina tercatat telah mengarang 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak diantara tulisannya, Ia memusatkan pada bidang filosofi dan kedokteran. Seorang Barat, George Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” Karya lainnya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).

Dengan keseriusan Ibnu Sina pada bidang kedokteran dan juga karena beragam karya yang yang mampu dibuat oleh Ibnu Sina, tidak mengherankan jika banyak orang yang membuat kajian mengenai dirinya dan karyanya, hingga Ia menjadi begitu dikenal. Bahkan untuk mengingat jasanya, banyak orang yang mengabadikan namanya. Tidak jarang kita menemukan nama sekolah atau lembaga pendidikan dengan menyandang nama Ibnu Sina. Hal tersebut menunjukkan kehebatan Ibnu Sina, yang sebenarnya hidup pada abad jauh sebelum ini, namun hasil karyanya dapat dirasakan dan dikenang. Hingga banyak orang yang tidak ragu menggunakan namanya sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasanya.

Namun, sebenarnya Ibnu Sina bukanlah satu-satunya, cendekiawan muslim yang menguasai bidang kedokteran. Terdapat nama-nama seperti Abu Bakar Ar-Razi yang dianggap sebagai ilmuwan paling besar dalam bidang kedokteran, Ali bin Isa Al-Kahal yang merupakan seorang dokter spesialis mata pada abad pertengahan, Ath-Thufail orang pertama yang menemukan Ancylostoma atau usus melingkar, hingga Imam Ibnul Qayim dengan karyanya yang fenomenal Thibbun Nabawi. Serta masih banyak lagi nama cendekiawan muslim yang menghasilkan karya fenomenal dalam sejarah peradaban.

Nama cendekiawan muslim lain yang turut memberikan sumbangsih pada dunia kedokteran adalah Abu Al-Qasim Al-Zahrawi. Nama Al-Zahrawi mulai cukup dikenal pada abad pertengahan ketika dirinya mampu menghasilkan catgut atau benang yang digunakan untuk menjahit sayatan pasca operasi. Selain itu, Al-Zahrawi juga diketahui menghasilkan beragam jenis alat bedah yang digunakan di ruang operasi. Dan yang lebih memukau hasil temuan Al-Zahrawi yang sudah sangat lama ini, masih digunakan oleh bidang kedokteran yang sudah modern ini.

Abu al-Qasim al-Zahrawi Dokter Muslim Penemu Alat Bedah dan “Catgut”

Riwayat Al-Zahrawi

Nama legkap Al-Zahrawi adalah Abu Al-Qasim Al-Zahrawi. Al-Zahrawi lahir pada tahun 936 M dan wafat pada tahun 1013. Beliau hidup pada masa paling berkuasa dari Khilafah Umayyah di wilayah Cordoba-Spanyol. Pada awalnya, Ia dikenal sebagai seorang fisikiawan, namun setelah mempelajari berbagai hal mengenai bidang kedokteran, maka Ia mulai lebih serius menekuni bidang kedokteran dan bercita-cita menjadi seorang dokter.

Semasa hidupnya, Al-Zahrawi berprofesi sebagai seorang dokter istana, yang dalam menjalankan profesinya beliau telah dilindungi oleh penguasa Al-Andalus, karena Al-Zahrawi merupakan seorang dokter jenius yang berbudi baik. Ia diketahui menghabiskan kurang lebih 50 tahun hidupnya untuk menekuni bidang kedokteran. Selama menekuni profesinya, Al-Zahrawi menghasilkan beragam karya yang fenomenal di bidang kedokteran.

Sebagai seorang dokter, Ia sangat profesional dalam menjalankan profesinya. Ia berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh pasien yang datang padanya, tanpa membedakan status sosial pasiennya. Hal ini menjadi sebuah ideologi bagi dirinya sendiri, karena Ia menganggap bahwa setiap pasien memiliki keluhan yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, kondisi tersebutlah yang kemudian melatar belakanginya untuk menuliskan semua penanganan yang pernah dilakukannya ke dalam sebuah buku bernama at-Tasrif Liman ‘Ajiza ‘an at-Ta’lif (Metode Pengobatan) atau lebih dikenal dengan Al-Tasrif.

Ketika buku tersebut mulai diterbitkan, buku karya Al-Zahrawi ini sangat populer. Dalam buku itu, Al-Zahrawi menguraikan sejumlah hal baru dalam bidang kedokteran Sehingga buku ini dikatakan sebagai salah satu kitab penelitian di bidang kedokteran yang dianggap lengkap dan cukup berpengaruh terhadap bidang kedokteran di abad pertengahan. Karena kualitas buku yang ditulis Al-Zahrawi ini, maka buku ini menjadi rujukan bagi para dokter lainnya dan juga mahasiswa kedokteran pada masa itu.

Kitab Al-tasrif sendiri terbagi ke dalam 30 bab. Masing-masing bab yang ada pada buku ini mengkaji mengenai pengobatan yang berbeda-beda. Pada bab-bab awal, Ia membahas mengenai cara mendiagnosis penyakit yang dialami pasien. Pada bab tersebut, Ia menegaskan bahwa seorang dokter harus melakukan pengamatan langsung terhadap pasiennya sebelum mengambil kesimpulan atas penyakit yang diderita pasien.

Pada bab-bab selanjutnya, Al-Zahrawi bukan hanya membahas mengenai cara mengobat suatu penyakit, melainkan Ia juga membahas mengenai cara untuk mencegah penyakit tersebut. Pada bab pengobatan, Ia juga menyarankan jenis makanan yang harus dikonsumsi dan dihindari oleh seseorang dengan resiko terkena penyakit tertentu. Selain itu, Ia juga menekankan pola hidup sehat yang harus dijalankan seseorang agar terhindar dari penyakit tertentu. Penjelasan yang tertuang dalam kitab Al-Zahrawi ini sangat mudah dimengerti, sehingga tidak mengherankan jika buku ini mudah diterima sebagai rujukan.

Pembahasan lain yang cukup menarik perhatian terletak pada bab 30. Pada bab tersebut. Al-Zahrawi secara detail membahas mengenai operasi. Di dalamnya, Ia menjelaskan secara rinci bagaimana tahapan melakukan operasi untuk menyembuhkan suatu penyakit. Pada bab ini juga Ia menegaskan bahwa sseorang dokter bedah harus menguasai bidang kedokteran umum, anatomi dan fisiologi manusia, bahkan filosofi yang ada pada dunia kedokteran.

Karena sangat menariknya buku ini, At-Tashrif telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh seorang Italia bernama Gerardo pada abad ke-12. Kemudian, lima abad kemudian buku tersebut menjadi rujukan utama untuk perkembangan medis di Eropa khususnya ilmu bedah. Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia tersebut, Al-Zahrawi secara lengkap membahas tentang ilmu bedah, gigi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga membahas tentang kosmetik pada buku ini. Berbagai jenis produk kosmetika seperti deodoran, pelembab, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi.

Selain menulis buku, al-Zahrawi juga menciptakan sejumlah alat bantu operasi. Ada tiga kelompok alat yang diciptakannya, yaitu instrumen untuk mengoperasi bagian dalam telinga, instrumen untuk memeriksa internal saluran kemih, dan instrumen untuk membuang sel asing dalam kerongkongan. Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seluruh Eropa. Hingga kota tempat bermukim Al-Zahrawi menjadi tujuan bagi para cendekiawan dan pemuda yang ingin mempelajari ilmu kedokteran.

Hal menarik lainnya dari seorang Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan, agar seorang dokter dapat memperoleh hasil yang akurat. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi. Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Karena pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dukun. Namun, agar masyarakat yang hendak melakukan operasi diharapkan untuk melakukannya pada dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah.

Tidak hanya menghasilkan buku, Al-Zahrawi juga diketahui mempelopori banyak prosedur dan bahan yang masih digunakan di ruang operasi, yang bahkan masih digunakan sampai saat ini. Pencapaian Al-Zahrawi dalam ilmu bedah sangat banyak dan luar biasa mengagumkan, bahkan sampai-sampai Ia dianggap sebagai orang pertama yang menjadikan ilmu bedah sebagai spesialisasi tersendiri dalam ilmu kedokteran. Al-Zahrawi adalah di antara orang pertama yang menemukan alat-alat bedah dan menemukan teori mengikat organ tubuh saat pembedahan yang tujuannya untuk mencegah pendarahan. Selain itu, ia juga membuat benang untuk menjahit bekas bedah dan orang pertama yang menggunakan suntik.

Salah satu karya yang paling dikenal banyak orang adalah catgut. Catgut sendiri adalah benang yang terbuat dari lapisan usus hewan yang kemudian Ia gunakan sebagai benang untuk menjahit pasca operasi. Karena bersifat alamiah, benang yang berasal dari usus hewan ini sangat aman untuk digunakan oleh pasien, karena bahan tidak menyebabkan reaksi berbahaya pada tubuh pasien pasca operasi.

Berbagai Alat Bedah yang dibuat oleh Al Zahrawi 

Selain menemukan catgut, Al-Zahrawi juga diketahui menemukan peralatan kedokteran lainnya, yang dinilai sangat maju di zamannya. Ia diketahui sebagai orang pertama yang menggunakan foreceps saat melahirkan. Penggunaan foreceps ini sangat bermanfaat, karena mampu menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi. Ia juga diketahui telah menggunakan anestesi lokal dan oral untuk mengurangi rasa sakit yang dialami pasien selama operasi.

Selain itu, Ia juga yang pertama kali melakukan mastektomi untuk mengobati kanker payudara, sebuah prosedur masih dilakukan sampai sekarang. Ia juga menggambarkan bagaimana cara mengatur patah tulang, anggota badan pengamputasi, dan bahkan cara menghancurkan batu kandung kemih. Dengan berbagai karya yang dihasilkan oleh Zahrawi tersebut, Ia dijuluki sebagai seorang pioner dalam ilmu bedah modern. Ia juga disebut-sebut sebagai seseorang yang merevolusi ilmu bedah klasik dan meletakkan kaidah-kaidah bedah yang menjadi pijakan ilmu bedah modern saat ini.

Meskipun memiliki pengetahuan dan kemampuan yang mumpuni dalam ilmu bedah, Al-Zahrawi selalu menolak untuk melakukan operasi yang berisiko tinggi atau operasi yang mampu menyebabkan stress pada pasien. Karena prinsipnya yang sangat menjaga hubungan yang nyaman antara dokter dengan pasien.

Penutup

Sejarah tidak dapat berdusta, bahwa cendekiawan muslim juga turut mewarnai peradaban yang ada saat ini. Nama-nama cendekiawan muslim yang banyak diganti menjadi nama Eropa, sama sekali tidak mampu menghilangkan jejak islam dari perjalanan peradaban manusia. Banyak karya yang telah dihasilkan cendekiawan muslim, dan penemuan-penemuan ini dikenal sangat jenius dan menjadi awal bagi perkembangan karya selanjutnya. Hal tersebut membuktikan bahwa peninggalan Islam sama sekali tidak bertentangan dengan peradaban Barat yang pada masa lalu menyimpan kecurigaan pada Islam.

Orang-orang Eropa mungkin dapat berbangga diri dengan majunya berbagai bidang pada saat ini, terutama ilmu kedokteran yang mereka miliki saat ini, namun semua itu salah satunya tidak lepas dari peran serta cendekiawan muslim sebagai pelopornya. Seorang pakar dalam anatomi Eropa, Hallery, pun mengakui peran cendekiawan muslim ini. Hallery mengatakan, “Seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku al-Zahrawi.”

Apa yang telah dicatatkan oleh cendekiawan muslim pada masa lalu, seharusnya mampu menjadi inspirasi dan dorongan bagi generasi muslim saat ini untuk berkarya. Keimanan dan keilmuan sudah semstinya menjadi sebuah kekuatan yang utuh dalam diri seorang muslim. Karena dengan demikian, umat muslim dapat menjadi tauladan, baik dalam hal mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun dalam pencipta kedamaian yang berlandaskan ajaran-ajaran islam.

Selain itu, dari para cendekiawan muslim pun kita dapat belajar bahwa seseorang sebenarnya dapat menguasai beragam pengetahuan yang berintegrasi, yang seluruhnya dapat digunakan untuk kemajuan bidang ilmu pengetahuan. Kemudian, satu hal yang perlu dicatat, bahwa dalam proses menghasilkan karya, seorang cendekiawan muslim sangat aktif menulis. Mereka menuliskan berbagai hal kecil hingga hal besar, hingga kemudian tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan hingga mampu menjadi sebuah buku. Dan kemudian buku tersebut dapat dipelajari dan dijadikan rujukan oleh banyak orang. Bahkan yang lebih menakjubkan, buku-buku tersebut menjadi dasar bagi pengembangan ilmu atau karya pada masa yang jauh sesudahnya.

Comments

  1. Admin+ Avatar

    Sangat menarik jika membaca sejarah penemu-penemu besa muslim dimasa lampau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *