Sejarah dan Perkembangan Fotografi

Daftar Isi

Sejarah dan Perkembangan Fotografi

Dzargon. Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu “photos” : Cahaya dan “Grafo” : Melukis/menulis.) adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.
Sejarah dan Perkembangan Fotografi nikon dan canon
Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghailkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).
Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur intensitas cahaya tersebut dengan mengubah kombinasi ISO/ASA (ISO Speed), diafragma (Aperture), dan kecepatan rana (speed). Kombinasi antara ISO, Diafragma & Speed disebut sebagai pajanan (exposure).

Sejarah Fotografi Dunia

Perkembangan dunia fotografi memang tidak terlepas dari sejarahnya yang teramat panjang, dimulai dari masa sebelum Masehi hingga ke masa sekarang ini. Kini, fotografi telah menjadi suatu bidang yang amat populer dan dapat dipahami serta dipraktekkan dengan mudah oleh setiap orang. Keadaan seperti ini tidak mungkin tercapai tanpa adanya penemuan atau inovasi yang dilakukan oleh para tokoh. Berikut ini merupakan pemaparan perkembangan fotografi dari mulai penemuan konsep kamera yang paling sederhana hingga ke era fotografi digital.

CAMERA OBSCURA

Camera Obscura (selanjutnya ditulis kamera obscura), berasal dari kata dalam bahasa latin yang artinya „kamar gelap‟. Disebut demikian karena pada awalnya kamera obscura memang sebuah ruangan gelap yang memiliki sebuah lensa cembung/lubang kecil di salah satu bagian sisinya. Melalui lensa cembung/lubang kecil inilah, cahaya dari luar akan masuk dan memproyeksikan citra dari obyek/keadaan di luar, ke atas sebuah media.
Sebuah kamera obscura berbentuk ruangan, di University of North Carolina at Chapel Hill. Area yang diberi lingkaran berwarna kuning adalah lubang kecil tempat masuknya cahaya.
Sejarah awal dari konsep pemroyeksian/pemantulan cahaya bisa ditelusuri ke tahun 336 SM. Saat ituAristoteles (384 – 322 SM) melihat bentuk sabit yang tercipta akibat dari peristiwa gerhana matahari sebagian. Bentuk sabit itu terproyeksikan ke atas permukaan tanah, melalui lubang-lubang kecil dari sebuah ayakan. Aristoteles kemudian membuat lubang kecil pada sebuah lempengan logam. Dan ternyata, lubang kecil pada lempengan logam tersebut memang bermanfaat sebagai jalan masuknya cahaya yang memproyeksikan citra dari luar, ke atas sebuah bidang. Peristiwa inilah yang melahirkan apa yang disebut dengan „prinsip optik‟, suatu prinsip yang sangat bermanfaat dalam pengembangan teknologi fotografi (kamera) hingga sekarang.
Perkembangan selanjutnya dilakukan oleh seorang ilmuwan Mesir bernama Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Haitham (965 – 1039 M), atau yang lebih dikenal dengan sebutan„Al-Hazen‟. Al-Hazen adalah orang pertama yang menerapkan prinsip optik pada suatu ruangan gelap. Ruangan gelap inilah yang kemudian disebut sebagai kamera obscura.
Pada abad ke-15, seorang pelukis dan penemu terkenal, Leonardo Da Vinci (1452 – 1519 M), memanfaatkan kamera obscura untuk membantunya membuat lukisan. Ia mengatur sedemikian rupa agar proyeksi cahaya dari luar ruangan bisa jatuh tepat ke atas media lukisnya. Dengan cara itu, ia dapat menyalin citra yang terproyeksi, menjadi sebuah lukisan. Selain itu, Leonardo Da Vinci juga membuat rancangan kamera obscura berbentuk praktis yang bisa dibawa kemana-mana. Akan tetapi rancangan itu tidak sempat ia realisasikan.

Tahun 1839 (Penemuan kamera plat logam/kamera foto)

Kamera foto berarti suatu alat yang fungsinya tidak hanya memproyeksikan citra saja, tetapi juga menggambarkan citra tersebut ke atas sebuah media, secara permanen. Kamera foto merupakan hasil pengembangan dari fungsi yang sudah ada pada kamera obscura temuan Al-Hazen. Bila menelusuri sejarah penemuan kamera foto modern, maka kita akan bertemu dengan 4 orang tokoh dari abad ke-19 yang telah berjasa menunjukkan jalan menuju dunia fotografi modern.
Orang yang pertama adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis, Joseph Nicéphore Niépce. Di tahun 1820an ia melakukan eksperimen dengan kamera obscura. Niépce menyisipkan sebuah media ke dalam kamera obscura, agar citra yang terproyeksikan bisa terekam dalam media itu.
Media yang digunakannya adalah sebuah lempengan timah yang diolesi minyak khusus. Lempengan timah ini disimpan di dalam kamera obscura dan terpapar selama 8 jam oleh sinar matahari yang cerah. Citra yang terproyeksi dan terekam pada lempengan timah itulah, yang merupakan foto tercetak pertama yang berhasil dibuat dalam sejarah umat manusia. Foto itu diberi judul “View from the Window at Le Gras”, dibuat pada tahun 1826.
Tahun 1826, Joseph Nicéphore Niépce berkolaborasi dengan seorang seniman dan ahli kimia Perancis bernama Louis JM Daguerre. Niépce meninggal dunia pada tahun 1833. Tapi setelah itu Daguerre terus menyempurnakan eksperimen Niépce. Ia menemukan cara agar gambar yang dihasilkan bisa terekam dengan lebih baik.
Daguerre kemudian menggunakan media berupa lempengan berlapis perak. Sebelum lempengan itu dipapari cahaya, pertama-tama ia mengasapinya dengan uap dari zat yodium, agar lebih sensitif terhadap paparan cahaya. Setelah dipapari cahaya selama 10 menit melalui kamera obscura, lempengan berlapis perak tersebut diangkat dan diasapi lagi oleh uap dari zat merkuri serta dicelupkan dalam larutan garam. Akhirnya muncullah gambar yang kualitasnya lebih baik daripada foto yang dihasilkan selama 8 jam melalui eksperimen Niépce. Gambar yang diambil Daguerre ini dibuat pada sekitar akhir tahun 1838 atau awal tahun 1839. Diberi judul“Boulevard du Temple” dan merupakan foto pertama yang menampilkan citra manusia di dalamnya.
Proses dan perangkat yang dipergunakan Louis JM Daguerre untuk membuat foto, kemudian dipatenkan dan diberi nama „Daguerreotype‟. Daguerreotype menjadi populer dan sering dipergunakan untuk mengambil gambar dari tokoh-tokoh terkenal. Sehingga alat ini bisa disebut sebagai kamera foto pertama yang digunakan di masyarakat.

1888/Awal Abad 20 (Penggunaan Film)

Tahun 1888, seorang berkebangsaan Amerika Serikat bernama George Eastman, memperkenalkan kamera yang dijual dengan harga terjangkau dan bernama “Kodak”. Kamera Kodak yang pertama ini sudah terisi dengan sebuah rollfilm hitam putih yang mampu untuk merekam 100 foto.
Perkembangan awal dari film adalah lempengan timah/logam yang dipergunakan oleh Niépce, Daguerre, dan Talbot untuk merekam gambar yang dihasilkan dari alat mereka masing-masing. Akan tetapi lempengan yang telah dilapisi oleh berbagai macam zat kimia itu, tidaklah bisa disebut sebagai film karena gambar yang dibuat, tercetak pada lempengan itu juga. Sedangkan definisi film adalah media yang menyimpan gambar negatif, untuk kemudian diproses agar bisa tercetak pada media lain.
Adapun film seperti yang kita kenal sekarang ini, ditemukan oleh George Eastman, pendiri dari perusahaan Kodak, pada tahun 1884. Film jenis pertama ini berupa kertas yang diolesi dengan jel khusus yang kering. Baru pada tahun 1889, Eastman berinovasi dengan membuat film berbahan plastik transparan. Film ini terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar, yaitu plastik khusus yang dicampur dengan nitrat dan kapur barus.
Pengembangan pun terus dilakukan, film yang lebih modern dan biasa kita gunakan terdiri 3 hingga 20 lapisan, dan merupakan campuran dari berbagai bahan kimia. Adapun unsur-unsur yang terdapat pada film itu akan menentukan sensitifitas, kontras, resolusi dan efek-efek lain pada foto yang dibuat.
Menjelang akhir abad 20, muncul „film‟ jenis baru.Film baru itu adalah film elektronik (media penyimpanan data) yang digunakan pada kamera digital. Karena lebih murah dan bisa digunakan berulang-ulang, kini orang lebih memilih untuk memanfaatkan fotografi digital dan film elektronik tadi. Hasilnya pun bisa menyamai bahkan melebihi kualitas dari foto yang dihasilkan film konvensional.

Fotografi Digital

Fotografi digital merupakan salah satu inovasi terbaik dalam dunia fotografi. Kehadirannya telah mengubah paradigma masyarakat yang menganggap bahwa fotografi adalah suatu bidang yang mahal dan sulit untuk dikuasai. Fotografi digital benar-benar bisa memberikan kepraktisan dan kemudahan bagi setiap orang untuk membuat sebuah foto yang bagus. Dengan perkembanganteknologi yang pesat, dan beragam fitur untuk membuat foto yang baik, muncul sebuah ungkapan bahwa “setiap orang bisa menjadi fotografer profesional”.
Bila ditelusuri dari sejarahnya, maka kita akan kembali ke tahun 1960an. Di mana dunia sedang mengalami revolusi besar-besaran di bidang teknologi. Eugene F. Lally, seorang teknisi dari Jet Propulsion Laboratory adalah orang pertama yang mencetuskan ide untuk mendigitalisasi sebuah foto. Saat itu tujuannya adalah untuk mempermudah pengiriman foto secara langsung dari misi-misi luar angkasa Amerika Serikat.
Pada tahun 1970an, dunia jurnalistik turut mempengaruhi kemunculan kamera digital. Saat itu, terdapat sebuah tuntutan untuk menghadirkan foto dari suatu peristiwa yang terjadi, secepat mungkin. Maka digunakanlah media pemindai foto (scanner). Sebuah foto dipindai menjadi data elektronik, kemudian dikirimkan melalui jalur telepon. Akan tetapi, cara ini juga masih dianggap merepotkan, karena terjadi penurunan kualitas gambar yang cukup signifikan dan proses pengiriman foto pun masih memerlukan waktu yang relatif lama.
Untuk menjawab persoalan ini, diperlukan suatu kamera yang bisa secara langsung menciptakan foto yang berupa data elektronik. barulah pada bulan Desember tahun 1975, seorang teknisi dari perusahaan Kodak yang bernama Steven Sasson, menjadi orang pertama yang menemukan Kamera Digital.
Kamera yang dibuatnya, menggunakan sensor CCDsebagai media penerimaan gambar dan hanya mampu menghasilkan foto hitam putih dengan resolusi sebesar 0,01 megapixel (320 x 240 pixel). Media penyimpanannya adalah sebuah kaset tape, sedangkan untuk melihat hasil gambar, kamera ini harus disambungkan terlebih dahulu dengan sebuah televisi. Kamera ini mempunyai bobot seberat 3,6 kg dan membutuhkan waktu tak kurang dari 23 detik untuk memproses satu buah foto.
Walaupun kamera digital model pertama ini masih belum praktis dan belum sepenuhnya menjawab persoalan-persoalan yang terjadi, tapi alat ini telah menjadi awal mula dari kemudahan dan kepraktisan teknologi fotografi digital yang kita nikmati sekarang ini. Setelah penemuan dari kamera digital model pertama, kamera-kamera digital selanjutnya terus bermunculan dengan perbaikan-perbaikan dari model sebelumnya, dengan berbagai fitur serta kemampuan yang baru.

SEJARAH FOTOGRAFI INDONESIA

Sejarah fotografi di Indonesia dimulai pada tahun 1857, pada saat 2 orang juru foto Woodbury dan Page membuka sebuah studio foto di Harmonie, Batavia. Masuknya fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah Daguerre mengumumkan hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai awal perkembangan fotografi komersil. Studio fotopun semakin ramai di Batavia. Dan kemudian banyak fotografer professional maupun amatir mendokumentasikan hiruk pikuk dan keragaman etnis di Batavia. Kassian Cephas (1844-1912): Yang Pertama, yang Terlupakan Cephas lahir pada 15 Januari 1845 dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah Christina Petronella Steven (siapa). Cephas mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di Jawa Tengah sekitar 1863-1875. Tapi berita kematian Cephas di tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem Camerik.
Kassian Cephas memang bukan tokoh nasional yang dulunya menenteng senjata atau berdiplomasi menentang penjajahan bersama politikus pada zaman sebelum dan sesudah kemerdekaan. Ia hanyalah seorang fotografer asal Yogyakarta yang eksis di ujung abad ke-19, di mana dunia fotografi masih sangat asing dan tak tersentuh oleh penduduk pribumi kala itu. Nama Kassian Cephas mungkin baru disebut bila foto-foto tentang Sultan Hamengku Buwono VII diangkat sebagai bahan perbincangan.Dulu, Cephas pernah menjadi fotografer khusus Keraton pada masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono VII. Karena kedekatannya dengan pihak Keraton, maka ia bisa memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di Keraton pada waktu itu. Hasil karya foto-fotonya itu ada yang dimuat di dalam buku karya Isaac Groneman (seorang dokter yang banyak membuat buku-buku tentang kebudayaan Jawa) dan buku karangan Gerrit Knaap (sejarawan Belanda yang berjudul “Cephas, Yogyakarta: Photography in the Service of the Sultan”.
Foto tidak sekedar menyimpan estetika dan keindahan. Tetapi lebih dari itu foto juga sanggup bertutur bahkan menyimpan beragam nilai termasuk bukti otentik dari kebaradaan suatu peristiwa dan sejarah. Kita seringkali disadarkan banyak hal melalui pesan yang diurai oleh sebuah foto. Seperti foto yang terjadi pada hari jumat 17 Agustus 1945 di Jakarta. Hari itu sebuah negara yang bernama Indonesia resmi menyatakan kemerdekaannya dengan di tandai oleh pembacaan teks proklamasi yang di wakii oleh Ir Soekarno dan Hatta. Moment tersebut menjadi moment paling penting dan bersejarah bagi bangsa indonesia. Dan hal tersebut tampaknya sangat disadari oleh Mendoer bersaudara Alexius Impurung Mendoer(1907-1984) dan Frans Soemarto Mendoer (1913-1971 ). Alex dan Frans tidak bisa berbuat banyak ketika tentara jepang merampas kamera dan film hasil jepretan mereka di moment bersejarah itu. Beruntung berkat kecerdikan mereka Frans berhasil mengelabui tentara jepang dan menyembunyikan salah satu rol film hasil bidikannya di bawah pohon dihalaman kantor harian Asia Raya. Meski berhasil menyembunyikan bukan berarti masalah sudah terselesaikan karena upaya untuk mencuci negatif yang di tanam juga membutuhkan suatu perjuangan exstra. 
Alex dan Frans terpaksa harus bergerak diam-diam untuk mengelabui tentara jepang dengan cara mengendap dan memanjat pohon. Semua dilakukan pada malam hari sampai akhirnya keduanya berhasil melompati pagar di samping kantor Domei (sekarang kantor berita ANTARA ) untuk sampai di sebuah lab foto. Foto pembacaan Proklamasi kemerdekaan Indonesia itu sendiri pertama kali di tayangkan di media masa pada tanggal 20 februari 1946 oleh Harian Merdeka. Sayangnya negatif dan foto bersejarah tersebut hilang entah kemana,ada dugaan semua dokumentasi milik kantor berita Antara tersebut ikut terbakar pada suatu peristiwa di tahun1965. Sebenarnya siapakah Alex dan Frans Mendoer ? Keduanya adalah merupakan putra daerah Kawangkoan,Manado,Sulawesi Selatan. Saat di yogyakarta ,Frans lebih banyak meliput suasana perang dan kehidupan rakyat yogya. Salah satu foto karyanya adalah foto penyambutan Panglima Besar Jendral Soedirman oleh letnan kolonel Soeharto dan Rosihan Anwar di Stasiun Tugu atas perintah Raja Yogyakarta,Sri Sultan Hamengkubuwono IX . Foto tersebut juga menjadi salah satu foto karya monumental Frans Mendoer yang meninggal dunia 24 April 1971 di rumah sakit Sumber Waras Jakarta dengan kesederhanaannya. Tetapi karya dari pahlawan bersenjatakan kamera ini sangat jauh dari sederhana

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *