Salahuddin Al-Ayyubi, Perang Salib dan Kota Yerussalem

Saladin, Yerusalem dan Perang Salib

Dzargon – Perang Salib yang memakan waktu cukup lama, tidak hanya meninggalkan kronologi peristiwa yang panjang, melainkan juga mencatatkan berbagai nama yang terlibat didalamnya. Seperti halnya Salahuddin Al-Ayubi, salah satu nama yang cukup populer apabila dikaitkan dengan Perang Salib dan Yerusalem. Singkatnya, Salahuddin adalah pemimpin prajurit dari pihak kaum muslim yang mampu menaklukan kota Yerusalem pada Perang Salib tahun 1187. 
Selain keberhasilannya memimpin pasukan muslim pada Perang Salib, Salahuddin juga diketahui memiliki peran positif lain dalam sejarah islam. Peranannya yang cukup besar dalam sejarah peradaban Islam ini, bukan semata-lahir begitu saja. Salahuddin diketahui memiliki latar belakang kehidupan yang “melatihnya” menjadi pemimpin muslim yang besar. Walaupun sejarah lebih banyak mencatatkan namanya sebagai pimpinan prajurit dalam perang Salib, namun terdapat fakta lain seputar Salahuddin yang menarik untuk diketahui. Fakta mengenai Salahuddin inilah yang kemudian mencatatkan namanya sebagai seorang pimpinan muslim yang sangat berkesan dalam sejarah. 
Salahuddin Al-Ayyubi, Perang Salib dan Kota Yerussalem

Perang Salib dan Yerusallem 

Nama Perang Salib dicetuskan oleh Paus Urbanus II. Paus menghimbau agar setiap prajurit Kristen yang terlibat pada perang ini menggunakan simbol salib. Simbol salib ini kemudian ada pada berbagai atribut yang dikenakan oleh pasukan Kristen, mulai dari pakaian prajurit, tameng, lencana dan lainnya. Simbol salib ini dimaksudkan sebaagai identitas umat Kristen Eropa untuk berhadapan dengan umat Muslim wilayah Timur. Banyak pendapat mengenai penyebab perang Salib ini, namun secara garis besar, penyebab Perang Salib ini dipicu oleh tiga aspek, yakni aspek agama, sosial, politik dan ekonomi. 
Aspek agama yang mendorong terjadinya Perang Salib ini adalah adanya laporan pada Paus Urbanus II yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan tertinggi umat Kristen. Laporan yang diterima Paus berisi bahwa umat Kristen yang hendak beribadah di Yerussalem tidak nyaman melaksanakan ibadah, karena peraturan yang dibuat oleh Dinasti Seljuk terlalu mengikat. Oleh karena itu, Paus Uranus II menghimbau umat Kristen Eropa untuk terlibat perang ini, bahkan Paus memfatwakan bahwa perang ini merupakan perang suci keagamaan, uang apabila wafat akan diampuni dosanya oleh Tuhan dan akan mendapatkan surga. Namun, selain aspek agama, aspek politik juga diduga menjadi penyebab meletusnya Perang Salib adalah kekalahan Konstatinopel/ Bizantium dari umat Muslim. Kekalahan ini menyebabkan banyak wilayah yang pada awalnya dikuasai oleh Barat, perlahan-lahan mulai dikuasai oleh Muslim. 
Kemudian, kondisi umat muslim yang saat itu sedang lemah, sehingga Bizantium melihat kondisi tersebut sebagai waktu yang pas untuk melancarkan perlawanan pada Muslim. Guna memperlancar misinya tersebut, Ia meminta bantuan Paus Urbanus II untuk menghimbau umat Kristen agar bersatu merebut kekuasaan umat Muslim agar dapat dikuasai oleh Barat kembali. Aspek terakhir yang dikatakan menjadi penyebab Perang Salib adalah aspek sosial. Sebelum masa Renaissance, masyarakat Eropa diketahui terbagi dalam tiga strata, yakni kaum gereja, kaum bangsawan dan kaum jelata. 
Kaum jelata merupakan kaum yang selalu tersingkir dan termarginalkan atas kebijakan-kebijakan yang berlaku. Untuk itu, adanya himbauan untuk melaksanakan Perang Salib, sangat disambut positif oleh masyarakat kelas jelata. Karena dengan terlibat pada perang, maka mereka akan mendapatkan kebebasan dan kesejahteraan kelak. Selanjutnya, faktor ekonomi penyulut Perang Salib adalah adanya ketidaknyamanan pedagang Eropa yang mayoritas umat Kristen terhadap penguasa jalur perdagangan timur tengah yang mayoritas umat Muslim. Selain itu, pedagang Eropa ini memiliki misi untuk menguasai wilayah dagang timur tengah lainnya, maka mereka tidak berpikir banyak ketika gereja melibatkan mereka sebagai penyandang dana pada Perang Salib. 
Karena banyaknya aspek yang memacu Perang Salib dan tentunya banyak tujuan didalamnya, maka perang ini tergolong berlangsung cukup lama. Perang Salib berlangsung kurang lebih dua abad, yakni antara tahun 1095-1291, atau terbagi dalam 1-8 periode. Pada perang Salib I ketika umat Kristen sangat bergelora mengikuti anjuran paus Uranus II, hasil yang diperoleh sangat memusakan. Pasukan Kristen berhasil merebut kembali tanah Palestina. Setelah dikuasai oleh umat Kristen, banyak orang Eropa yang tertarik untuk menetap di wilayah Palestina ini, yang digambarkan sebagai wilayah subur yang akan didambakan oleh banyak orang. Namun, dominasi umat Kristen ini tidak berlangsung lama, karena pada tahu 1144 kota Edessa dikuasai kembali oleh orang-orang Turki. Hal ini cukup membuat umat Kristen tertekan dan bermaksud melakukan perlawanan kembali melalui Perang Salib II.

kota yerussalem selama perang Salib

Jejak Salahuddin Al-Ayubi

Harapan umat Kristen yang ingin menguasai kembali Timur Tengah pada Perang Salib II, ternyata berbanding terbalik. Perang yang berlangsung antara tahun 1147-1149 tersebut semakin memperkuat dominasi muslim di Timur Tengah dan Eropa. Tercatat pada perang tersebut, Yerusallem kembali ke pangkuan umat Muslim lewat kepemimpinan panglima perang Salahuddin Al-Ayubi. Lelaki muda yang keberadaannya tidak pernah diperhitungkan sebelumnya ini, rupanya mampu tampil sebagai seorang pemimpin muslim yang tegas serta cerdas. 
Perjalanan Salahuddin Al Ayyubi hingga menjadi panglima perang pada Perang Salib II, diawali dari terpilihnya Ia menjadi amir/ pemimpin Mesir. Pemilihan Salahuddin pun bukan tanpa pertimbangan, Salahuddin merupakan anak dari Najmuddin Ayyub yang merupakan orang kepercayaan Imaduddin Zanky, Gerbenur Seljuk. Karena kemenangan yang diraih oleh kaum Muslim, akhirnya ayah Salahuddin, diangkat menjadi Gurbenur Belbek. Selain itu, ayah Salahuddin juga diangkat sebagai penasehat dan pembantu Raja Suriah, yang dipimpin oleh Nuruddin Mahmud, yang merupakan keturunan Imaduddin Zanky. 
Salahuddin memiliki nama lengkap Salahuddin Al-Ayubi yang juga dikenal di Barat dengan nama Saladin. Salahuddin lahir pada 1137 M dari keluarga Kurdi di Kota Tirkit (dekat Baghdad). Selama tinggal di Belbek, Salahuddin berkenalan dengan strategi peperangan, yang merupakan hal wajib yang harus dikuasai oleh pemuda kerajaan. Ia juga sangat tekun mempelajari ilmu agama, hingga Ia juga dikatakan sebagai ulama Sunni. 
Pada masa kepemimpinan Nuruddin, Nuruddin memerintahkan paman Salahuddin, Asaduddin Syirkuh beserta pasukan kerajaan untuk membebaskan Mesir dari serbuan umat Kristen. Beberapa bulan setelah memasuki Mesir, Syirkuh meninggal dunia. Peristiwa ini memberikan kepanikan pada pasukan, siapakah yang kiranya mampu menggantikan Shirkuh. Namun, karena perawakan yang dimilikinya, akhirnya Salahuddinlah yang dipilih menggantikan sang paman untuk melawan pasukan Kristen. Bahkan di awal penunjukkannya, Ia bertekad akan merebut Yerussalem dari tangan pasukan Kristen. 
Selain diangkat sebagai pemimpin pasukan yang menggantikan pamannya, Salahuddin juga diangkat menjadi wazir atau koselor. Jabatan ini dimanfaatkannya untuk merevitalisasi berbagai aspek kehidupan yang dirasa kurang sesuai, seperti aspek ekonomi dan militer. Pada saat itu kekuatan islam terbagi ke dalam dua golongan yakni Sunni dan Syiah. Sebagai seorang pejuang Suni, Salahuddin tidak dapat mencampuri golongan Syiah, hingga ketika Nuruddin telah meninggal, Salahuddin mulai melakukan perlawanan pada golongan syiah, dengan tujuan menyatukan kekuatan umat muslim di bawah panji Ahlulsunnah wal jamaah.
Perlawanan yang dilakukan oleh Salahuddin ini pun bukan hanya dilakukan dengan pertempuran fisik, melainkan juga dilakukan secara edukatif dengan mendirikan sekolah-sekolah keagamaan yang beraliran Sunni. Selain itu, untuk pertama kalinya diadakan sebuah perayaan, yang disebut Salahuddin sebagai Maulid Nabi Muhammad atau perayaan hari lahir Nabi Muhammad. Karena adanya perayaan yang digagas oleh Salahuddin ini, Salahuddin sempat mengalami kritik dari para ulama, karena apa yang dilakukan Salahuddin tidak pernah dilaksanakan oleh nabi maupun oleh ulama sebelumnya. Namun, setelah meminta pendapat dari ulama lainnya akhirnya perayaan ini tetap dapat dilaksanakan. Sebenarnya apa yang dilakukan Salahuddin bukan bermaksud membelokkan ajaran Rasulullah, melainkan hanya menjadi sarana untuk menggelorakan semangat juang para pasukannya. Karena musuh yang dihadapi cukup berat, dan peristiwa tersebut termasuk perang yang besar. Selain itu, hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan kebenaran ajaran islam dan juga untuk menghimpun umat islam dalam satu golongan besar untuk melawan umat Kristen yang menguasai Yerussalem.
Sejalan dengan masalah yang muncul dari dalam tubuh islam, ekspansi pasukan Salib terhadap pasukan muslim pun telah dimulai. Hal ini membuat Salahuddin berpikir keras dan berupaya merancang strategi yang tepat untuk menghadapi musuh. Ia tidak hanya memikirkan strategi menggempur musuh, melainkan juga memikirkan faktor-faktor lain yang berhubungan degan perang, seperti ketersediaan senjata, ketersediaan air selama perang, dan juga tetap memberikan kekuatan iman kepada prajurit yang berperang. 

Ketegasan Salahuddin dalam Perang Dunia II di Bukit Hattin

Salah satu perang yang tidak dapat terlepas dari nama Salahuddin adalah Pertempuran Hattin. Pertempuran yang terjadi di bukit Hattin tersebut, merupakan salah satu rangkaian dari Perang Salib Jilid II yang menggambarkan keperkasaan pasukan Salahuddin. Pada saat itu pasukan Salib dipimpin oleh Guy de Lusignan, yang merupakan seorang Raja Yerussalem yang fanatik untuk menghabisi pasukan muslim. Akan tetapi, di bawah kepemimpinan Salahuddin, keinginan raja tersebut lenyap seketika, karena pasukan yang dipimpin oleh Salahuddin berhasil mengalahkan pasukan salib.
Terdapat beberapa peristiwa bersejarah terkait Salahuddin yang tercatat pada Pertempuran Hattin ini, salah satunya adalah amarahnya yang begitu terlihat ketika mengeksekusi tawananan pasukan salib. Pada saat itu Salahuddin mengeksekusi pasukan Salib dan kemudian menumpuk kepala-kepala mereka menjadi satu tumpukan di lembah Bukit Hattin. Adanya bangkai-bangkai ini, membuat burung nazar berdatangan dalam jumlah yang sangat banyak, hingga mampu menutupi langit Hattin hingga berwarna gelap, seolah tertutupi oleh awan hitam yang akan membawa hujan. 
Amarah yang terlihat pada Salahuddin pada pertempuran kala itu, ditengarai oleh tangan kanan Guy, Raja Yerussalem, yakni Reynauld of Chattilon. Reynauld diketahui telah membunuh adik perempuan Salahuddin pada saat gencatan senjata antara pasukan salib dan pasukan muslim. Selain itu, Ia memerintahkan untuk menjarah wilayah muslim dan membantai kaum muslim yang melewati Palestina. Tak cukup sampai disitu, Reynauld pun memproklamirkan bahwa dirinya akan menyerang kota suci umat muslim, kota Mekkah. Mengetahui perbuatan Reynauld tersebut, Salahuddin pun bertekad akan membunuhnya dengan tangannya sendiri pada perang yang akan berlangsung di bukit Hattin. 
Untuk melancarkan pembalasan pada paasukan Salib, Salahuddin menyusun berbagai strategi perang, salah satunya adalah dengan membendung persediaan air dan mengeringkan banyak mata air. Hal ini Ia lakukan karena pada saat itu perang berlangsung dalam cuaca yang panas terik.Dan tentu saja, strategi ini berjalan mulus, pasukan salib yang diterpa kelelahan dan dehidrasi, akhirnya beristirahat di bukit Hattin. Akhirnya, ketika pagi datang, pasukan muslim dengan mudah melayangkan perlawanan pada pasukan salib yang tengah tak berdaya. Walaupun tidak semuanya berhasil ditawan, namun pasukan Salahuddin berhasil menangkap dua tokoh penting pasukan Salib, mereka adalah Guy dan Reynauld. Untuk kedua tawanan ini Salahuddin sendirilah yang menghadapinya. 
Melihat dua orang tawananya yang kehausan dan kelelahan, memberikan rasa iba pada Salahuddin. Akhirnya, Salahuddin memberikan minuman kepada Guy. Pada tradisi Arab, seorang tuan rumah tidak diperbolehkan membunuh tamu yang diberinya makanan dan minuman. Oleh karena itu, Salahuddin memberikan minuman tersebut kepada Guy. Kemudian, Guy memberikan pada Reynauld. Karena salahuddin merasa tidak memberikan minuman pada Reynauld, akhirnya Salahuddin memenuhi janjinya untuk menghabisi Reynauld dengan tangannya sendiri. Tanpa berpikir panjang, Salahuddin mengebaskan pedangnya untuk memenggal kepala Reynauld dihadapan Guy. 

Kekelahan pasukan CruHattinsader di PErang

Perang Salib III: Salahuddin, Pemimpin Berhati Lembut 

Setelah Pertempuran di Hattin, pasukan Salahuddin terus menggempur kekuatan pasukan salib yang ada di Yerussalem. Akhirnya, pada 2 Oktober 1187, kerajaan Yerussalem menyerah. Hal tersebut sekaligus mengukuhkan kembalinya Yerussalem pada umat muslim. Di pihak lawan, jatuhnya Yerussalem ke tangan pasukan muslim menimbulkan amarah pada pasukan salib. Pasukan salib tidak ingin menerima kenyataan tersebut begitu saja, mereka pun merancang Perang Salib III untuk merebut kembali tahta mereka di Yerussalem. Adalah Raja Richard yang memimpin pasukan salib untuk melawan pasukan Salahuddin pada Perang Salib III. 
Pada perang menghadapi Raja Richard ini, diketahui bahwa Salahuddin tidak begitu membara, sehingga memberikan kesempatan pada musuh untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pasukannya. Akhirnya, perang pun tetap dimenani oleh umat muslim. Dari perang ini terdapat cerita menakjubkan tentang Salahuddin yang kemudian kisahnya tidak hanya dikenal oleh Tiur melainkan juga oleh Barat. Ketika Raja Richard terluka, Salahuddin tidak membunuhnya, melainkan Ia memberikan buah pir dan bantuan tenaga medis untuk Raja Richard. Peristiwa ini akhirnya membuahkan sebuah perjanjian damai antara Raja Richard dan Salahuddin. 
Tahun 1192 Raja Richard dan Salahuddin menyepakati perjanjian Ramla. Perjanjian ini berisi bahwa Yerussalem tetap dikuasai muslim, namun umat Kristen tetap dapat berziarah ke kota tersebut. Kemudian, tawanan Kristen yang menjadi hak muslim, dibebaskan atas perintah Salahuddin. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh pihak lawan ketika umat muslim menjadi tawanannya. Karena budi baiknya tersebut, Salahuddin bukan hanya dikenal sebagai pemimpin pasukan yang cerdas namun juga baik hati terhadap sesama. 

Perang Salib III dan Salhuddin al Ayyubi

Wafatnya Salahuddin Al Ayubi

Setelah perjuangan kurang lebih 20 tahun merebut kota Yerussalem dan perjuangannya yang lain, Salahuddin tutup usia pada pada usia 55 tahun, tepatnya pada 16 Shafar 589 H atau 21 Februari 1193 Masehi di kota Damaskus. Sebelum meninggal dunia, Salahuddin sempat mengalami demam tinggi selama kurang lebih 12 hari, hingga kemudian Ia menghembuskan nafas terakhirnya sebagai seorgang khalifah Islam yang besar pasca Khaulafaurrahidin. Sebagai seorang pemimpin, Salahuddin diketahui hidup sangat sederhana, hingga akhir hayatnya beliau hanya memiliki kain kafan dan beberapa dirham uang, yang memang Ia persiapkan jika Ia meninggal dunia. Walaupun Salahuddin telah tiada, sejarah sangat baik mencatatkan namanya sebagai seorang pemimpin muslim. Kecerdasan, ketegasan, keberanian dan lembut hati merupakan sifat yang ada pada dirinya. Atas sikapnya, Ia tidak hanya disegani oleh teman, melainkan oleh lawannya.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *