Reportase- Balada Perempuan Pantura, Jadi TKW Hingga Jual Diri di Lokalisasi

Ini bagian dari sebagian banyak catatanku selama pengembaraan sekitar 8 tahun di Jambi. Awal 2016 lalu, media mainstream hingga media sosial tengah sibuk mewartakan bagaimana Kalijodo yang terkenal sebagai sarang prostitusi dan perjudian di Jakarta itu kini rata dengan tanah.

Jauh sebelum Kalijodo, di Kota Jambi ada kawasan prostitusi paling terkenal yakni Payo Sigadung atau lebih dikenal dengan nama Pucuk. Lokasinya tak jauh dari tengah kota, sedikit dibagian pinggir. Hanya butuh sekitar 15 menit dari Kantor Gubernur Jambi. Untuk masuk ke lokalisasi seluas kurang lebih 2 hektar ini, tiap pengunjung wajib membayar ‘tiket masuk’ Rp 10 ribu di pos jaga di bagian depan.

Oleh Pemkot Jambi, lokalisasi ini resmi ditutup sejak Oktober 2014 lalu. Katanya, mau dijadikan sarana pendidikan Islam, namun sampai awal 2016, wacana tersebut belum juga terealisasi. Bahkan, dari sedikit informasi serta beberapa kali razia petugas, ditemukan sejumlah wanita yang diduga masih ‘menjajakan’ diri di eks lokalisasi itu.

Prostitusi, sebait kata yang sudah lumrah disebut dan ada hampir di tiap-tiap daerah dimanapun. Okelah, disini bukan saya ingin menjadi penghakim apakah prostitusi itu salah, ilegal, kegagalan negara atau budaya. Ini catatan kecilku akan sosok perempuan dari sekian banyak perempuan yang memilih terjun di dunia esek-esek.

Sebagai jurnalis dituntut memiliki jaringan luas. Mengenal dan kenal baik setiap kalangan mulai dari pejabat, bahkan sampai perempuan malam penting demi satu kata, ‘informasi’.

Tak perlu lah kiranya diceritakan bagaimana saya kenal dengan perempuan pemberi informasi itu. Sebut saja namanya Ineke. Wanita 27 tahun dengan rambut lurus sebahu ini mengaku berasal dari Pulau Jawa, tepatnya di daerah sekitaran Pantura (Pantai Utara Jawa).

Bermula dari Arab Saudi

Suatu malam di 2009 silam, sembari mengisap batang Sampoerna, Ineke menceritakan naik turun kehidupannya. Jauh sebelum jadi wanita malam, perempuan tinggi semampai ini sudah kerap mendengar ‘kesuksesan’ para ‘senior’nya mendapat pundi-pundi uang di lokalisasi.

Namun, wanita yang mengenyam pendidikan hingga SMA ini bergeming. Jatah bulanan sebagai istri ketiga seorang pria kaya di desanya membuat Ineke mampu membeli berbagai kebutuhannya. “Tak lama lulus sekolah saya dinikahkan. Awalnya enak, jatah bulanan lancar. Namun lama-lama saya ditinggal, suami ada calon istri baru,” ujar Ineke sembari meneguk minuman soda kesukaannya.

Tak tahan karena jatah bulanan mandeg. Ineke memilih minta cerai. Mungkin disebut keberuntungan, ia tak dikaruniai anak dari perkawinannya. Sehingga, Ineke bisa bebas menentukan jalan hidupnya kedepan. Perempuan penyuka lagu dangdut ini memilih bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Arab Saudi. Sama seperti perempuan muda di desanya, bekerja sebagai TKW menjadi pilihan singkat agar cepat mengangkat derajat ekonomi keluarganya.

“Ibu saya sebelumnya juga TKW. Saya berangkat ke Arab Saudi tahun 2006,” ungkapnya.

Selama 2 tahun di Timur Tengah, Ineke rutin mengirimkan uang hasil keringatnya. Meski jauh di tanah Arab, Ineke masih saja dapat godaan atau lebih tepatnya ajakan dari beberapa temannya agar pulang dan mencari ‘rejeki’ di lokalisasi. Mendapat majikan kasar serta suramnya kisah percintaan, membuat Ineke akhirnya memilih hidup di dunia malam.

“Sepulang dari Arab beberapa bulan saya menganggur. Lama-lama habis tabungan saya, keluarga aku butuh duit. Akhirnya pada 2009 saya ke Jakarta kerja di cafe,” tutur Ineke mengenang perjalanan hidupnya.

Ineke mengatakan, karena desakan ekonomi, kepergiannya untuk bekerja sebagai wanita malam tetap direstui kedua orangtuanya. Namun hanya sekitar 6 bulan Ineke bekerja di cafe yang berlokasi di bilangan Jakarta Selatan. Bersama dua temannya, Ineke diajak oleh seorang ‘mami’ ke lokalisasi Pucuk di Kota Jambi.

Raup Rp 30 Juta Perbulan

Menurut Ineke, ‘mami’ yang mengajaknya berasal dari salah satu daerah di Sumatra Barat. Sang mami dikenal memiliki banyak koleksi perempuan, terutama dari daerah Pantura dan Jawa Barat.

“Saya dijanjikan bisa dapat banyak duit di (Pucuk) sini,” katanya.

Setibanya di Pucuk, Ineke tinggal bersama 14 orang perempuan lainnya yang semuanya berasal dari Jawa. Ruang 2×3 meter di rumah dua lantai yang berada di lokalisasi Pucuk menjadi kamar kost sekaligus tempat Ineke melayani pria-pria hidung belang.

“Awalnya geli-geli takut gitu. Kadang kesal juga ada yang mintanya macam-macam. Gada enaknya, enaknya ya sama orang yang kita sayangi,” cerita Ineke mengingat awal-awal menyervis pria-pria hidung belang.

Dalam semalam Ineke bisa melayani rata-rata 7 orang pria. Harganya bervariasi mulai Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta. Total Ineke bisa mengantongi Rp 30 juta lebih perbulan. Jumlah itu kemudian dibagi dua untuk dirinya dan sang mami. Ineke juga dikenakan biaya makan, tempat tinggal hingga cuci baju. Ini karena selama di lokalisasi, kebutuhan Ineke dipenuhi oleh sang mami.

“Dalam seminggu biasanya diberi waktu sehari libur. Saat libur itu, saya bersama teman-teman diajak keluar ke mall, nonton bioskop atau berenang,” sambung Ineke.

Selama bekerja sebagai penjaja kenikmatan, sudah banyak pria yang sudah di servis oleh Ineke. Mulai dari aparat pemerintah, kepala desa, karyawan bank, perusahaan hingga pemuda ingusan yang mengaku masih kuliah atau sekolah.

Resmi Ditutup

Masa keemasan Ineke bekerja di lokalisasi Pucuk mulai memudar kala akhir 2013. Pemkot Jambi melalui media kerap menyuarakan bakal menutup lokalisasi yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun itu.

Ditutup: Ineke usai mengikuti sosialisasi penutupan lokalisasi Pucuk oleh Pemkot Jambi pada Agustus 2014. (Foto: Harian Jambi)

Walikota Jambi, Sy Fasha menegaskan akan mendirikan sarana pendidikan Islam diatas lokalisasi yang berada di Kelurahan Rawa Sari, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi itu. Penegasan itu direalisasikan Walikota dengan menerbitkan Perda Nomor 2 tahun 2014 tentang pemberantasan pelacuran dan perbuatan asusila di Kota Jambi.

Oleh warga dan penghuni Pucuk, rencana itu mendapat tentangan. Selama 2014, media-media lokal di Jambi kerap memberitakan aksi demonstrasi warga Pucuk di gedung DPRD maupun Kantor Walikota Jambi.

Puncaknya, pada Agustus 2014, sekitar 500 PSK Pucuk menggeruduk gedung DPRD Kota Jambi. Mereka mendesak agar Pucuk tidak ditutup. Sayang, DPRD dan Pemkot Jambi tetap sepakat menutup lokalisasi terbesar di Jambi itu. 14 Oktober 2014 menjadi tanggal bersejarah ditutupnya lokalisasi Pucuk.

Untuk menutup lokalisasi itu, Pemkot Jambi mengucurkan dana sekitar Rp 2 Miliar. Uang tersebut digunakan untuk biaya konpensasi warga Pucuk serta pemulangan PSK ke daerah asalnya masing-masing.

Melalui pesan di akun media sosialnya, Ineke mengabarkan beberapa kali ikut demonstrasi di gedung DPRD Kota Jambi. Bahkan ia kerap memberikan foto-foto saat ia bersama ratusan perempuan lainnya beraksi. Ia juga kerap menanyakan perkembangan atas rencana Pemkot Jambi sebelum Pucuk resmi ditutup.

“Saya memilih pulang duluan sebelum Pucuk ditutup. Saya sekarang mau kerja di cafe lagi di Jakarta,” ujar Ineke melalui pesan elektronik dua pekan sebelum Pucuk resmi ditutup.

Kembali Jadi TKW

Lama tak terdengar, pertengahan 2015 lalu Ineke kembali mengirim pesan. “Saya sekarang di Yordania,” ujar Ineke mengawali pesan singkatnya.

Dari perbincangan elektronik itu, Ineke mengaku sudah lelah hidup sebagai wanita malam. Pilihannya bekerja di cafe esek-esek di Jakarta membuatnya hidup dalam ketakutan. “Saya kerap dapat ancaman dari pelanggan atau pemilik cafe. Jadi saya lari pulang ke kampung,” ungkapnya.

Selama beberapa bulan di kampung, Ineke bekerja sampingan di salah satu salon milik temannya. Uang yang selama ini diperolehnya sebagai penjaja syahwat habis untuk membiayai ibu dan adiknya sekolah hingga untuk memperbaiki rumah.

Ineke merasa bersukur mendapatkan majikan yang baik hati di Yordania. Sebagai TKW, Ineke dikontrak untuk dua tahun kedepan. Kini, ia tak ingin lagi kembali ke dunia malam. 

“Sekembalinya ke Indonesia nanti, saya cuma ingin menikah dan berkeluarga baik-baik. Aku tak ingin jadi pelacur lagi,” ujar Ineke menutup pesan.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *