Daftar Isi
Perang Salib VIII (Delapan) : Kegagalan dan Kematian Louis IX di Tunis
Dzargon. Perang Salib VIII merupakan sebuah perang yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis. Perang Salib VIII juga dianggap sebagai perang salib VII oleh beberapa sejarawan yang menganggap bahwa perang V dan VI berada dalam satu rentetan perang. Hampir sama dengan hasil perang dengan perang sebelumnya dimana Sang pemimpin perang Louis IX meninggal tidak lama setelah kedatangannya di Tunisia. Louis dan pasukannya diserang oleh wabah penyakit yang menyebabkan dirinya san sebagaian besar pasukannya meninggal di Tunisa. Sisa pasukan yang bertahan hidup kemudian bergerak pulang ke Eropa.
Meskipun pada perang salib VII Louis ditawan oleh kaum Mamluk dan harus ditebus dengan bayaran 800.000 Bezant, Louis tetap memaksakan kehendak Eropa untuk menanamkan kekuasan di daerah Timur terutama di tanah Suci sayangnya sejarah telah mencatatkan kegagalan ke tiga dari Louis IX di Asia Barat. Upaya terakhir yang dilakukan 20 tahun setelah penangkapan dirinya, menjadi kisah terakhir Louis IX sebagai prajurit Salib.
Penyebab lain Louis IX melakukan penyerangan di Tunisia adalah balasan atas serangan yang dilakukan oleh Sultan Mamluk Baibars kepada sisa-sisa negara Salib. Baibar memanfaatkan peluang pasca peperangan dengana Santo Babas yang menyebabkan perang saudara di Venesia dan Genova yang terjadi diantara tahun 1256 sampai dengan 1270.
Perang tersebut mamakan banyak biaya dan tentara sehingga banyak pelabuhan-pelabuhan penting dari negara-negara salib yang jatuh ke tangan Mamluk. Beberapa negara Salib dan daerah kekuasan Kristen seperti Haifa, Arsif, Toron dan Nazaret jatuh ke tangan Kaum Mamluk. Respon yang ditunjukkan oleh raja Nominal pada kerajaan Yerusalem (Raja tanpa Daerah) berangkat keKota Akko untuk mempertahankan Status kota namun Baibars ternyata menyerang ke Utara yakni ke Armenia dimana daerah tersebut adalah wilayah kekuasaan bangsa Mongol. Tahun 1268 Kota Kuno dan salah satu negara salib Pertama Anthioka juga berpindah tangan ke Baibars.
Pengepungan Tunisia
Kejatuhan dunia Kristen di Asia Barat membuat Raja Louis IX merasa terpanggil untuk membela kaumnya dan membentuk tentara Salib tanpa ada unsur dari Gereja seperti perang-perang salib sebelumnya. Tahun 1267 kemudian menjadi awal pembentukan pasukan dan penyerangan yang diarahkan ke Tunisia namun Kampanye Militer dari Louis IX tidak mendapatkan banyak respon oleh Prajurit Eropa. Jean de Joinville (Sejarawan Perang Salib) menyatakan penolakan tersebut muncul karena adanya perbedaan harapan daerah target. Bangsa-bangsa di eropa lebih memilih menyerang pesisir Outremer lalu berakhir dengan tujuan Yerusalem.
Penolakan ini sempat membuat keraguan pada Louis IX, namun saudara Louis IX, Charles I de Anjou meyakinkan bahwa penaklukan Tunisis (Tunis) akan memberikan daerah base yang kuat dalam perang berikutnya dibandingkan dengan Outremer, karena tujuan berikutnya adalah Mesir yang merupakan target Utama Loius pada perang Salib VII dan juga Perang Salib V. Kegagalan Louis IX di Tunuisa adalah kegagalan kedua Louis dalam perang Salib.
Charles (Carlo) yang merupakan Raja Sisilia ternayta memiliki kepentingan di Mediterania sedangkan Kaum Kristen dari Spanyol memiliki hubungan ekonomi yang baik dengan Khalifah dari Tunis, Muhammad al-Mustansir. Carles yang memiliki beda tujuan, yakni bermotifkan ekonomi lebih memilih untuk mengamankan wilayah kekuasaan dari Dinasti Hohenstaufen dengan memenangkan pertempuran terhadap Konradin pada perang Tagliacozzo.
Louis IX berangkat dari Perancis pada daerah Bagian selatan dengan jumlah sapukan besar. Louis IX menggerakan sebuah armada besar keudian mendarat di Pesisir Afrika di bulan Juli tahun 1270. Pada masa itu adalah masa yang buruk dimana wabah penyakit menyerang pasukan pada saat pendaran karean kondisi air minum yang sangat Buruk. Jean Tristan sendiri yang merupakan Putra dari Louis yang lahir di Damietta meninggal karena serangan disentri pada tanggal 3 Agustus. 23 hari kemudian yakni pada tanggal 25 Agustus tahaun 1270, Louis menyusul anaknya karena seranga “Fluks di dalam Perutu”. Kalimat terkahirnya adalah “Yerusalem” kemudian memplokamirkan anaknya sebagai Raja baru, namun Philippe yang masih terlalu muda tidak sanggung memangku beban tanggung jawab Perang salib akhirnya pulang bersam apasukannya kembali ke Eropa.
Sumber Kajian Yang Relevan
Al-Maqrizi, Al Selouk Leme’refatt Dewall al-Melouk, (1997) .Dar al-kotob, Cairo
Bohn, Henry G., (1969) The Road to Knowledge of the Return of Kings, Chronicles of the Crusades, AMS Press,
Richard, Jean (1999)The Crusades, C.1071-c.1291, Cambridge University Press, . ISBN 0-521-62566-1
Throop, Palmer A., “Criticism of Papal Crusade Policy in Old French and Provençal.” Speculum, Vol. 13, No. 4. (October, 1938), pp. 379–412.
Lyric allusions to the crusades and the Holy Land Beebe, Bruce, “The English Baronage and the Crusade of 1270,” in Bulletin of the Institute of Historical Research, vol. xlviii (118), November 1975, pp. 127–148.
Leave a Reply