Baca Ini Dulu Deh Gan Sebelum Ada Niat Selingkuh

Mendengar kata “selingkuh” tentunya menimbulkan berbagai respon dari kita gan. Ada yang terang-terangan menolak, ada yang santai-santai aja, sampai ada yang mendukung karena dianggap menyenangkan. Selama ini mungkin kita menganggap aktivitas selingkuh hanya layak menjadi konsumsi infotainment saja. Tapi sebenarnya, ada loh aspek-aspek hukum yang mengitari soal selingkuh yang perlu agan tau.

Penasaran? Sila disimak penjelasan berikut ya

1. Risiko Memiliki Wanita Idaman Lain

Ada yang bilang “Cinta Takkan Salah”, Gan. Tapi kalau seorang laki-laki sudah berstatus menikah, sudah punya istri, tapi masih punya WIL alias Wanita Idaman Lain, gimana tuh? Parahnya lagi, WIL ini meminta uang tiap bulan kepada si laki-laki dan mengancam akan menghancurkan hidupnya. Risiko berselingkuh dengan WIL ini, uang kekuras, rumah tangga berantakan. Duh! By the way, pasal apa yang bisa menjerat hukum WIL itu?

Pada intinya, untuk bisa menjerat si WIL dengan ketentuan tindak pidana pemerasan, perbuatan WIL tersebut harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana pemerasan. Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) berbunyi:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Oleh karena itu, untuk dapat dituntut dengan Pasal 322 KUHP, harus dipastikan terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan ancaman sini adalah mengancam akan membuka rahasianya yang dapat berdampak pada hancurnya kehidupan rumah tangga jika tidak memberikan uang tersebut.

Selengkapnya silakan Agan cekidot: Risiko Pidana Punya ‘Wanita Idaman Lain’

2. Selingkuh Via Telepon dan Email
Spoiler for Telepon dan Email:

Apakah pasangan bisa dikatakan berselingkuh jika selingkuhnya hanya melalui telepon dan e-mail, tanpa adanya hubungan badan? Apakah seseorang bisa dihukum karena berselingkuh melalui telepon atau e-mail?

Definisi “selingkuh” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Selingkuh: 1. Suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong; 2. Suka menggelapkan uang; korup; 3. Suka menyeleweng.

Berdasarkan definisi di atas, bisa saja selingkuh melalui telepon atau e-mail dikatakan sudah berselingkuh. Akan tetapi, apakah bisa dihukum?

Jika merujuk pada Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tidak dapat dihukum. Karena yang dapat dihukum berdasarkan Pasal 284 KUHP adalah perzinahan.

Pasal 284 KUHP secara eksplisit menyebutkan kata “zina”. Zina adalah: 1. Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan perkimpoian (pernikahan); 2. Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkimpoian dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkimpoian dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Akan tetapi, apakah ada peraturan lain yang bisa menghukum selingkuh melalui telepon atau e-mail?

Untuk penjelasan lebih lanjut baca artikel Selingkuh via Telepon dan E-mail, Apa Bisa Dituntut?

3. Pemerasan
Spoiler for Pemerasan:

Jadi ceritanya ada yang nanya nih Gan: gimana sih kalau selingkuhan melakukan pemerasan terhadap kita? Konon katanya dalang dibalik perselingkuhan itu adalah pasangan si selingkuh yang ingin mendapatkan duit dari kita. Nah terus siapa ya yang bisa kena jerat hukum atas pemerasan?

Gini, Gan… Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) udah mengatur tentang pemerasan kayak gini:

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan.

Dari aturan di atas dapat disimpulkan kalau kedua pelaku pemerasan ini diadukan, baik selingkuhan maupun pasangan dari selingkuhan itu bisa dijerat dengan hukum sebagaimana dimuat dalam pasal tersebut.

Artikel selengkapnya baca di: Pemerasan yang Dilakukan oleh Selingkuhan

4. Orang Tua Mengizinkan
Spoiler for Orang Tua Mengizinkan:

jika si ibu mengizinkan anaknya untuk selingkuh, ibunya tidak dapat dipidana. Pelakunyalah yang dipidana. R. Soesilodalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah, maksudnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa isterinya (B) telah berzinah dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinahan dan C sebagai yang turut melakukan perzinahan, kedua-duanya harus dituntut.

Selengkapnya, cek disini ya gan:
Orang Tua yang Izinkan Anaknya Berselingkuh, Bisakah Dipidana?

5. Pidana Bagi Pelaku Selingkuh
[/SPOILER]
Jika perselingkuhan telah mengarah ke perbuatan zina, maka suami/istri dari pasangan yang melakukan zina dapat melaporkan istri/suaminya ke polisi atas dasar Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”) memang tidak diatur secara khusus mengenai istilah perselingkuhan. Namun kita bisa menggunakan istilah yang ada dalam KUHP terjemahan Prof. Oemar Seno Adji, S.H., et al yakni istilah mukah (overspel) (dan tidak menutup kemungkinan ada perbedaan terminologi dalam KUHP terjemahan lain) sehingga untuk kasus ini dapat dikenakan Pasal 284 ayat (1) angka 1 huruf a KUHP.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan lebih lanjut mengenai gendak/overspel atau yang disebut Soesilo sebagai zinah adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kimpoi dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Untuk dapat dikenakan pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *