Daftar Isi
Jangan Cari Kerja Tapi Cari Uang
Dzargon – Suatu hari saya sedang duduk-duduk di sebuah cafe di kota Makassar sekitar tahun 2016, waktu itu menunjukkan pukul 11 siang. Seperti umumnya para pengunjung yang nongkrong di cafe tentu saja memesan makanan dan minuman, namun karena suasana cafe masih sunyi jadi lah saya menunggu pelayan cafe yang belum kelihatan sedari tadi saya masuk
10 menit kemudian datang seorang dari sebuah ruangan di dalam cafe tersebut, jika tidak salah, menurut tebakan itu mungkin bagian kantor cafe. Dia melihat saya seperti familar dengan muka saya, namun saya yang rabun ini hanya melihat gesturnya yang berjalan ke dekatku.
Begitu dekat dengan saya, akhirnya saya bisa melihat wajahnya, dia adalah teman mahasiswi kala kuliah S1 dulu, dengan jurusan kependidikan yang sama dengan saya hanya saja berbeda prodi.
Melihat dia mengenakan pakaian hitam putih, saya pun menanyakan kepadanya dengan perasaan yang agak berat.
“Kerja di siniki?” tanyaku dengan perasaan berat.
Dia pun duduk di Mejaku sepertinya mau bercerita banyak jika dilihat dari gelagat mukanya.
“Tidak bro, ini saya sedang cari kerja disini saya baca tadi ada lowongan kerja di sini” jawabnya sedikit lesuh.
Dari intonasi yang ia berikan bisa dipastikan jika ia tidak mendapatkan kabar baik dari dalam ruangan.
“Jadi keterima?” Tanyaku
Dengan nada rendah, dia menjawab diterima hanya saja ia menolak pekerjaan tersebut setelah mengetahui jika gaji yang ditawarkan oleh cafe tersebut jauh di bawah UMR, dengan jam kerja 10 jam sehari dan off seminggu sekali.
Yah memang dalam fikiran ku, kerja di cafe kelas menengah bahkan rendah seperti cafe ini sebaiknya tidak dikerjakan oleh mereka yang ingin pekerjaan penuh. Mungkin pemagang yang mencari penghasilan tambahan sembari kuliah sudah cukup kerja disini.
Tentu saja bekata begitu karena saya memaklumi jumlah penghasilan sebuah cafe seukuran ruko standar. Mungkin kapasitas ordernya tidak sampai 100 gelas sehari.
Tidak ingin berlarut saya membahas hal-hal yang indah ketika kuliah dulu, mulai dari polosnya jadi mahasiswa baru sampai jadi nakalnya mahasiswa tua yang ingin menyelesaikan tugas kampusnya. Saya sendir sebenarnya selesai di tahun ke 6, sedangkan teman saya ini terbilang pintar karena selesai di semester 9.
Kami terus-terus saja berkelakar mengenai masa kuliah, meskipun kegiatan kami rutin sama ketika kuliah dulu, sampai akhirnya ia menanyakan sesuatu kepada saya yang saya pikir ini adalah pertanyaan tabu untuk diucapkan.
“BTW, bro pagi-pagi sudah nongkrong di cafe, kamu tidak kerja?”
Memang sih kala itu saya datang dengan penampilan yang menurut saya sudah kece badai, tapi banyak teman-teman lain menyebutnya urakan. Saya datang hanya mengenakan Celana potongan pendek yang biasa kenakan dulu jika mendaki gunung, dengan baju kaos dan Tas yang berisi Laptop dan HP.
Persis kebiasaan mahasiswa pada umumnya yang nongkrong di cafe untuk mencari Wifi.
“mmm,”’ Gumanku masih memikirkan jawaban yang tepat untuk temanku ini, tiba-tiba ia kembali memotong dengan pertanyaan barunya.
“Kukira selesaimi S2 mu dua tahun lalu di Pulau Jawa?” ketus dia serius.
Aku pun mengiyakan jika S2 ku sudah selesai sekitar 8 bulan lalu. Hanya saja sayang menjelaskan kepada dia jika saya tidak pernah tertarik untuk kerja. Sebenanrya proses percakapan saya sudah agak lupa mungkin jika dituliskan seperti ini:
Teman : Bro kenapa tidak dapat kerja? Padahal kamu sudah S2
Saya : Bukan tidak kerja, tapi belum kerja.
Teman : Iya bro, susah dapat kerja apalagi sarjana Pendidikan kayak kiya ini bro.
Saya : Kenapa bisa?
Teman : Sebenarnya saya sudah kerja di sekolah sebagai honor, tapi kerja sama gajinya tidak sesuai. masa saya kerja satu bulan di gijai 270 ribu, itupun diterima setiap tiga bulan. Bagaiamana carata hidup?
Saya : Itulah alasan saya tidak mau kerja jadi guru honor di sekolah bro.
Jangan Cari Kerja – Cari Uang
Sebenarnya saat itu saya terdaftar sebagai salah satu dosen luar biasa di kampus negeri di kota Makassar, hanya saja jam kerjanya lebih fleksibel karena hanya datang di kampus ketika ada jadwal mengajar. Memang honornya tidak jauh beda dengan teman saya, tapi yang penting adalah jam-nya kosong sekalian mendapatkan tempat berbagi di kampus.
Mungkin teman saya lupa jika dahulu saya telat menyelsaikan karena urusan membangun bisnis bimbingan belajar dengan seorang teman lainnya, meskipun ujung-ujung bimbingan belajar tersebut harus tutup karena alasan melanjutkan studi di tanah jawa, sedangkan teman saya yang satunya malah kuliah di Inggris dan belum pulang sampai tulisan ini terbit.
Saya sendiri sebenarnya punya banyak penghasilan meskipun belum seperti sultan, namun kala itu saya sedang janjian dengan seorang teman yang ingin dibuatkan Website dengan total kontral sekitar 18 juta, mungkin waktu pengerjaan sekitar 15 hari, jika semua konten sudah disiapkan oleh costumer.
Lantas bagaimana dengan teman saya?
Menurut pikiran mencari kerja adalah pikiran yang salah dan faktor yang telah membuat dirinya sampai hari ini belum bisa bertanggung jawab secara finasial. Konsep yang lakukan dalam hidupnya ada masalah, karena di selama ini mencari pekerjaan, bukannya mencari uang.
Hasilnya dia malah sering kali mendapatkan pekerjaan tapi dengan gaji tidak layak. Bahasa kasanya seperti yang disebutkan Papi Bob Sadino :
“Situ masuk bagun tiap pagi, masuk kerja tiap hari sampae sore, gaji tidak seberapa. Kamu kerja apa dikerjain?”
Masuk di akal tidak, apalagi buat para honorer yang selama ini mengabdi ke pemerintah tapi gajinya sungguh sangat miris, belum ada kejelasan nasib, tunjangan boro-boro besar, ada saja sudah syukur. Malah kerjanya lebih berat dari PNS.
Hal ini karena kesalahan pola pikir. Yah kecuali memang kamu ada niat dari dalam lubuk hati kamu yang dalam ingin memabntu pemerintah menyelenggarakan pemerintahan tanpa harus di Gaji, jadilah honorer sejati, sampai tua. Tapi idealis yang tidak realtistis itu mau sampai kapan?
Dapur itu harus berasap agar otak idealis kamu tetap bisa berjalan. Nah pertanyaan adalah kalau kamu tetap berburu kerja, mau sampai kapan. Kenapa tidak sekalian langsung saja berburu uangnya saja langsung.
Ide Kreatif
Cari Kerja itu akan mematok diri kita menjadi lebih kritis, misalnya selalu berupayan untuk memenuhi permintaan dari kantor tapi ujung-ujungnya malah di gaji di bawah UMR atau malah lebih parah, sedangkan jika kita berfikir cari uang lebih membutuhkan ide kreatif.
Agar bisa mencari uang ide kreatif harus segera muncul tidak sekedar berkutat dengan Handphone kamu mencari lowongan pekerjaan, alih-alih dapat lowongan kerja, malah kena tipu agen wisata berkedok lowongan kerja.
Kan untuk usaha kita butuh modal?
Lah kata bob Sadino mau dengkul kamu saya beli seratus juta, terus seratus juta-nya kamu jadikan modal?
Kan kamu jadi gak bisa gerak gegara dengkulmu kamu jual. Kesimpulannya Dengkulmu itu lebih berharga dari seratus juta, oleh karena itu kamu hanya tidak kreatif saja jadi gak pernah bisa berbuat apa-apa.
Kalau hal tersebut, berrati Mempan Benar donk jika kamu kualitas dan komptensi honorer di Indonesia memang rendah, makanya mereka rela di bayar rendah oleh pemerintah yang penting punya status kerja bukan menghasilkan uang.
Ketika berfikir untuk mencari kerja kita akan kehabisan waktu untuk melihat peluang usaha yang ada disekitar kita karena difikiran kita sudah termainset dengan kata “lowongan”, tapi ketika berfikir untuk mencari uang maka akan besar kemungkinan melihat disekitar kita, mana yang bisa dijadikan uang.
Misalnya saja kamu sudah kerja sebagai honorer, itu bukanlah suatu masalah, nah kan kamu tidak bakalan kerja 24 jam dalam sehari, di sela-sela atau malam hari ini bisa deh pelan-pelan rubah mains set kamu mencari uang.
Jadi saya harus kerja apa donk?
Clue-nya itu sederhana, kita ini hidup di negara bernama Republik Indonesia yang memiliki 270 juta penduduk, kondisi damai sentosa, life style berjalan dengan sangat massive tentu saja ada banyak hal yang bisa ditawarkan mulai dari barang kebutuhan primer, sekudenr, tersier, quarter sampai jasa.
Sebut saja misalnya kalau kamu tinggal dekat dengan kampus, masa iya jualan ayam kampus gak laku, kan banyak tuh mahasiswa yang butuh ayam kampus kalau waktu istirahat, apalagi kamu kamu kasih paket komplit misalnya dengan es teh dan nasi putih.
Tidak bisa masak? Kan bisa jualan minuman segar seperti es buah, dan sejenisnya yang bakalan laku larisnya di negeri tropis ini. Masih belum tau juga buat makanan, kan bisa jasa jualan jilbab, kaos kaki, jasa printer dan sejenianya.
Suatu ketika saya pernah dengan sesroang di sebuah pelelangan ikan. Dia ngeborong tuh ikan yang sudah agak lembek atau sudah sehari, tapi yang belum busuk. Jumlah sangat banyak, terus dia singgah minum es, saya sempatkan cerita dah tuh.
“Mau hajatan bro? kok beli ikannya banyak banget?”
“enggak bro,” jawabnya lugas.
“Terus iksan sebanyak itu buat apa bro?”
“Buat di jemur, saya jualan ikan bro,”
Terus saya sempat cerita lama, ternyata dia alumni sarjana keperawatan yang capek jadi honor di sebuah rumah sakit dengan gaji yang tidak jelas, dia mulai deh jualan bisnis ikan. Tidak hanya sampai di situ, bisnis ikannya sudah masuk Swalayan, saya cek di toko serba ada dekat rumah memang benar ada, alamanya sama persis dengan alamat rumahnya dia.
Coba bayangkan hubungan apa coba Sarjana Keseperawatan dan jualan Ikan kering, tapi dia sudah tidak cari kerja, pola pikirnya sudah cari uang. Nah selalu ada yang bisa dijual bukan.
Lebih Kreativ dan Problem Solving Bayaran Lebih Mahal.
Lain cerita lagi dengan teman saya yang satunya, dia saat ini sedang merinits sebuah usaha industri creative dan jasa tepatnya jasa fotografer dan videografi dengan temam cinematik. Lumayan selama satu tahun berjalan dia sudah bekerja sama dengan berbagai perusahan plat merah, instansi pemerintah dan swasta untuk di buatkan Vidio Company Porfil.
Biayanya pun terbilang mahal, untuk video durasi 10 sampai menit di banderol dengan harga 40 jutaan. Untuk pembuatan Cinematik Video Wedding saja bisa tembus 15 juta dengan durasi Video 7 sampai 10 menit.
Kok bisa?
Yah tentu saja karena dia kreativ. Dia bisa memenuhi permintaan pelanggan dalam membuat Video, lah bukannya semua orang bisa begitu? Tentu saja ia, namun kalau kreative, maka dia bisa menunjukkan sesuatu yang berbeda dari Video yang dia buat dan membuatnya menjadi sebuah ciri khas.
Apakah itu cukup? Tentu saja tidak, salah satu hal yang penting ada orangnya solutif, yakni bisa memecahkan masalah yang diberikan oleh pelangganya, misalnya, ketika mereka harus merekam proses smelter logam yang panasnya sampai seribu derajat, mereka selalu cara menyelesaikan masalah tersebut dilapangan.
Yah tentu saja hal tersebut tidak didapatkan di kampus, melainkan dari pengalaman pribadi dan pikiran menyukai tantangan. Bukan pikiran datang pagi, pakai baju seragam, masuk kantor, duduk selesaikan tugas sesuai SOP, pulang dan begitu terus.
Suatu ketika saya do’i ke salah satu perusahaan besar di Makassar, ternyata do’i habis di hunting oleh direktur perusahaan tersebut. Entah dari mana nomor kontaknya, namun do’i ditawarkan menjabat Manajer Marketing di perusahaan tersebut.
Wawancaranya pun berlangsung cukup singkat, do’i tidak pernah ditanya mengenai alumni kampus mana, IPK berapa, Punya SKCS, surat keterangan berbadan sehat. Do’i cuman ditanya suatu masalah yang ada kaitannya dengan pemasaran perusahan tersebut.
Tidak butuh beberapa menit, dia terlihat berfikir, lalu memberikan solusi real disertai dengan contoh program yang akan dia buat jika diterima disana, dan setelh memaparkan solusi tersebut, ternyata sang direktur standinng Aplouse, dengan kesimpulan do’i diterima/diharapkan untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.
Tentu saja tahapan terkahir adalah proses deal masalah gaji. Si Perusahaan bernai membayar sampai 15 juta sebulan untuk gaji pokok, namun do’i menolak dan meminta gaji 25 juta. Tapi karena perusahaan tersebut sedang dalam masalah keuangan, makanya si perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan do’i. jadinya doi pulang saja.
Apa yang bisa kita petik?
Ternyata do’i tidak cari pekerjaan kan? Tapi do’i mencari uang. Dia memberikan harga dari kualitas yang ia punya, bahkan untuk gaji 15 juta pun ditolak mentah-mentah.
Bukan mengeluarkan pernyataan “Pak saya mau jadi honorer di sini, tolonglah pak digaji berapa saja bisa, namanya juga cari pengalaman pak”.
Pengalaman apa yang kamu dapatkan dari menjadi honorer di instansi pemerintah? Perusahaan mana yang mau terima pengalaman honorer?
Kan tidak ada…
Setelah proses wawancara tersebut, saya sempat bertanya-tanya mengenai perjalan karirnya dan saya lebih kagum lagi. Ternyata dia pernah menjabat Manajer Marketing yang memiliki puluhan cabang di sulawesi selatan dan berhasil membawa brand tersebut merajai pasar Sulawesi Selatan.
Setelah itu dia keluar dan masuk perusahaan lain dengan jabatan manager marketing untuk Indonesia bagian timur. Gajinya sudah sampai 30 juta sebulan di luar bonus, lalu do’i keluar karena kerjaannya cukup berat karena menangani Indoensia timur akhirnya do’i keluar dan merintis usaha Creative-nya.
Jadi gimana masih mau cari Kerja? Atau malah Cari uang?
Leave a Reply