Mungkin judul di atas terlalu kotor dan terlalu vulgar, belum lagi ada kesan yang terlalu menuduh atau memojokkan. Tapi kita tidak bisa mengelak, dalam dunia marketing Sex In the Marketing adalah sebuah kemungkinan yang tidak bisa di pungkiri. Selalu ada kemungkinan yang terjadi dalam dunia marketing, termasuk SEX IN THE MARKETING.
Goalnya project, closingnya penjualan besar, atau mengejar target akan mendorong seorang marketer untuk melakukan apa saja, dalam hal ini marketer yang sudah bingung akan hal apa yang harus di ambil keputusan supaya project tersebut bisa goal. Sex in the marketing adalah salah satu strategy marketing yang biasa juga di sebut entertainment, dan etertainment adalah hal yang biasa di dalam dunia marketing.
Ada yang mengatakan SEX SELLS EVERYTHING. Ya, itu memang benar, mengutip pernyataan orang bijak, barang siapa jiwanya sudah di kuasai nafsu, maka akan sulit menerima kebenaran. Sex in the marketing mempunyai tujuan akhir seperti itu, tanda tangan kontrak dengan hadiah seorang wanita yang sangat menggoda. Kita sudah tidak asing lagi dengan fakta adanya SPG, CRO, atau beberapa perusahaan besar yang menggunakan marketing perempuan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Di sini bukan berarti kita menuduh kalau CRO, SPG dan marketing perempuan adalah pelaku dari Sex in the marketing, tapi itu adalah fakta dan bukti, kalau seoarang laki-laki akan sangat mudah mengeluarkan uang untuk memindahkan barang yang di tawarkan oleh marketing-marketing perempuan ini. Bisa di bandingkan hasilnya, beberapa produk yang di konsumsi kaum adam tapi dipasarkan oleh kaum adam, dan produk yang dikonsusmi kaum adam dengan cara pemasaran menggunakan kaum hawa. hasilnya pasti akan berbeda, karena hukum alam, setiap magnet yang mempunyai kutub yang sama akan cenderung saling menolak, dan kutub yang berbeda akan cenderung saling tarik menarik. Di sini ada sebuah pertemuan antara beberapa kebutuhan individu yang berbeda.
Tanggal 21 mei 2007, di University of Adelaide pernah di adakan sebuah seminar yang bertema” Sex, , Beer and Marketing Ethics”
“Stereotypes associated with marketing have traditionally revolved around sex and beer more comfortably than philosophy and ethics. But the reality of modern business is that the best employees and the best customers are including ethics in their valuation of companies and brands,” says Michael Neale, Director of marketing & strategic of comunication at the University of Adelaide and chair of the panel discussion. (http://www.adelaide.edu.au/news/news19045.html)
“Stereotip yang terkait dengan pemasaran secara tradisional berkisar seks dan bir lebih nyaman dari filsafat dan etika. Tetapi kenyataannya bisnis modern yang terbaik adalah bahwa karyawan dan pelanggan yang terbaik termasuk etika dalam penilaian perusahaan dan merk”
Seperti yang di katakan pendiri FRONTIER ,Handy Irawan di dalam bukunya customer satisfactioan, “Kualitas produk adalah hal yang sangat menentukan loyalitas seorang pelanggan”.
Secara logika, kalkulasi bisnis itu memang sangat benar, kualitas dan kulitas, tapi ketika Sex in the marketing sudah berbicara, kualitas dan faktor yang lainnya tidak lagi menjadi hal yang penting.
Sex in the marketing menyebabkan seseorang mengambil keputusan di saat emosi sex nya meledak dimana pada akhirnya keputusan diambil karena seseorang sudah di kuasai nafsu.
Sex in the marketing, sex in the kost, sex in the university, seperti apapun itu tetap sex. nafsu purba yang sering membuat orang kehilangan kontrol dan logika. ingat ketua KPK?
That is only sex effect.
Semua dikembalikan kepada jiwa dan pemikiran kita masing-masing karena sesungguhnya dengan jalan lurus pun kita pasti bisa memenangkan kerasnya kompetisi pasar.
Leave a Reply