Daftar Isi
Sejarah dan Biografi Saladin : Penguasan Perang Salib II dan III dari Syiria
Dzargon – Salahuddin Al Ayyubi atau yang lebih di kenal dengan nama Saladin merupakan seraong kstaria dan juag pemimpin perang yang namanya masih terkenal setelah 10 abad meninggal. Lahir dengan nama Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi (يوسف بن نجم الدين) pada tahun 1138, Saladin bertransformasi menjadi jenderal perang paling besar dan paling sukses di sepanjang sejarah peperangan dunia. Salahuddin kemudian mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Arab dengan pusat di pemerintah di Mesir dan Suirah. Sebagain besar kekausaan dinasti ini mencakup Irak, Yaman, Mekka, Hejaz dan Diyar Bark.
Salahuddin Al Ayyubi lebih dikenal dengan julukan Saladin, Salad ad-Din atau Salahuddin al Ayyubi. Nama Salahuddin tidak hanya terkenal di dunia Islam tetapi juga terkenal di dunia Kristen karena kemampuannya dalam memimpin pasukan, menyusun dan menghimpun kekuatan militer serta sifat ksatria yang dimiliki selama masa Perang Salib. Sebagai salah satu prajurit muslim terkuat, salahuddin memiliki sifat pengampung dan cerdik baik kepada kawan maupun lawannya. Hal ini yang membuatnya disegani baik kawan maupun lawan. Selain menjadi pemimpin perang, Sultan Salahuddin adalah seorang ulama paling mahsyur di dunia. Dalam kitab Hadist Abu Dawud bahkan Salahuddin memiliki banyak catatan kaki yang berasal dari dirinya.
Lukisan Keadaan Perang Salib antara Salahuddin dan Guy d Lusignan |
Latar Belakang Saladin
Salahuddin Al Ayyubi lahir dari keturunan bangsa kurdi dari ayahnya yang bernama Najmuddin Ayyub. Sebelum lahir, Ayahnya beserta pamannya Asaduddin Syirkuh Hijrah ke daerah Tikrit (saat ini berada di bagian kekuasaan negara Irak) dari kampung halamannya di daerah Danau Fan. Salahuddin lahir sekitar abad 532 H atau pada tahun 1137 M saat ayahnya dan pamannya menjadi salah satu pejabat di kesultanan Seljuk di Tikrti. Salahuddin lahir dan besar pada masa kepemipinan Sultan Imaduddin Zanky yang menguasai kota Mousol, Irak.
Ayah Salahuddin kemudian diangkat menjadi Gubernur Belbek ketika ia (Najmuddin Ayyub) dan pasaukannya berhasil menaklukkan wilayah tersebut. Selain menjadi Gubernur, Najmuddin juga dianggap sebagai penasehan dan pembantu dari raja Suriha, Nuruddin Mahmud. Tumbuh dalam istana, membuat Salahuddin memiliki kesempatan besar untuk belajar memanah, teknik perang dan ilmu politik. Setelah remaja, Salahuddin kemudian mendalami ilmu teologi Sunni selama 10 tahun dalam lingkungan istana Nuruddin di Damasku. Tahun 1169, karena kemampuannya yang brillian Salahuddin kemudian diangkat menjadi konselor atau seorang Wazir.
Tanggung jawab pertama sebagai seorang Wazir sangatlah berat karena ia dianggkat pada masa kritis. Salhuddin memiliki tugas untuk mempertahankan Mesir dari serbuan kerajaan Latin Jerussalem yang berada di bawah perintah Amalrik I. Sebagai pemimpin muda di masa sulit, banyak orang yang meragukan kemampuannya namun siapa sangka, ternyata Salahuddin muda mampu bertahan dari gempuran Kerajaan Latin.
Pada masa tersebut, Sunni dan Syiah sudah menjadi bagian dari peperangan. Sebagai seorang pemimpin Sunni, Salahuddin tentu saja tidak memiliki kekuasan untuk mengatur prajurit Syiah Mesir Karen adiirnya sendiri berasal dari prajurit asing Sunni Syria. Sedangkan prajurit Syiah Mesir, berada di bawah pimpinan seorang Khalifah yang lemah yakni Al-Adid. September 1171, Al-Adid kemudian meninggal dunia, momen ini dijadikan Imam Al-Mustadi, imam kaum sunni yang paling penting, memecat seluruh keturunan bergolongan Syiah dari mesir dan menyerahkan tambuk pemimpin di bahu Saladin. Posisi ini membuat Salahuddin memiliki kontrol penuh atas Mesir namun masih menjadi wakil dari Nuruddin yang menjadi pemimpin sesuai garis keturunan dan adat dari bani Abbasid.
Langkah pertama Saladin sebagai seorang pemimpin adalah melakukan revitalisasi ekonomi di Mesir kemudian melakukan perombakan kekuatan Militer serta mengikuti nasihat dari ayahnya, najmuddin untuk menghindari konflik apapun dengan Nuruddin yang tidak lainnya tuannya secara resmi. Salahuddin menunggu sampai kematian dari Nuruddin lalu kemudian melakukan perlawana pada kerajaan-kerajaan syiah mesir yang kecil dan mengarahkan seluruh kekuatan islam untuk bersatu dalam panji Islam melawan prajurit Salib.
Kematian Nuruddin menjadi clausal dari pengangkatan Salhuddin sebagai Sultan di Mesir. Dari Mesir, salhuddin memproklamasikan kemerdekaan kaum Sunni dari kaum Seljuk dan mendirikan dinasti Ayyubi kemudian mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Salahuddin lalu mekakukan ekspansi kekuasaan di sebelah barat Maghreb dan melakukan penaklukan Laut Merah, Yaman dan membantu pamannya yang sedang dalam tugas mendamaikan pemberontakan yang dilakukan oleh kesultana Fatimid di kawasan sungai Nil. Keberhasilan salahuddin ini kemudian membuatnya menjadi pemimpin kaum Muslim Sunni yang paling mahsyur sepanjang zaman.
Perang Salib II untuk Salahuddin dan Perebutan kekuasaan Kesultana Fathimiyah.
Disela-sela rekonsliasi yang dilakukan di dalam kubu Islam, Salahuddin juga harus berfikir keras menghadapi gempuran dari pasukan salib. Salahuddin kemudian berhasil mematahkan serangan pasukan Romawi Bizantium dengan bantuan Tentara Salib yang sengaja datang dari Eropa untuk mencari lahan kekuasaan. Kemenangan ini tercatan sebagai gelombang perang salib ke II dengan tujuan menaklukkan wilayah mesir.
Sultan Nuruddin kemudian memerintahkan Salahuddin untuk menaklukkan kekaisaran Fathimiyyah untuk mengembalikan kekuasaan Khalifah Abbasiah ke mahzab Sunni di Bagdhad. Perintah ini pun berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Salahuddin pada tahun 567 H atau pada bulan September 1171 Masehi.
Pasca meninggalnya tuan dari Salahuddin, Damaskus diturnkan ke pewaris tahta yang sah namun masi kecil yakni Sultan Salih Ismail. Karena belum bisa menjabat dan mengerti ilm pemerintah, maka seorang wali ditunjukkan untuk menjalanka roda pemerintahan. Sistem ternyata berdampak buruk dan memicu perbeutan kekuasaan diantara putra-putra sultan Nuruddin. Hasilnya banyak dari wilayah kekuasaan Sultan Nuruddin yang terpecah-pecah. Melihat kondisi yang semakin buruk, Salahuddin kemudian berangkat ke Damaskus untuk menyatukan perpecahan tersebut namun beberapa pengikut Nuruddin yang haus kekuasaan melakukan perlawanan.
Menanggapi pembangkan yang berpotensi berbahaya dalam kesultanan Islam, Salahuddin kemudian melakukan perlawanaan dan menyatakan diri sebagai raja Mesir dan Syam pada tahun 1176 Masehi atau 571 Hijriah. Langkah yang ditempuh Salahuddin berhasil dan Kekaisaran Mesir berhasil memperluas wilayah kekuasaan ingga Mousul yakni daerah Irak bagian utara.
Saladin Naik Tahta
Pada tahun 1169, Salahuddin diangkat menjadi Wasir dengan tugas utama mempertahankan Mesir dari serangan kerajaan Latin Yerusalem yang berada di bawah perintah Amalric I. Tugas yang cukup berat untuk diemban untuk seseorang yang baru saja mendapatkan jabatan, membuat sebagian besar pihak baik dari kubu Islam maupun Kristen meragukan keberhasilan Salahuddin. Hal ini juga menjadi trend kegagalan dari wasir-wasir terdahulu dalam mepertahankan kekuasaan kesultanan Mesir karena bentrok internal dalam perebutan posisi wazir. Hal ini menjadi semakin buruk mengingat posisi Salahuddin yang berasal dari Sunni Suriah sehingga ia sama sekali tidak mendapatkan dukungan dair tentara dan pasukan Syi’ah Mesir yang pada masa tersebut berada dibawha kekuasaan Khalifah Al-Adid.
Pengangkatan Salahuddin sebagai Menteri di Mesir.
Sebelum eksisnya Saladin di dunia Islam, Mesir berada di abwah kekuasaan Dinasti Syi’ah dengan Daulah Fathimiyah. Kestabilan dinasti Fathimiyyah kemudian mulai goyah ketika sistem pemeriantahn al-Adid tidak mampu mengatasi pergoalakn di dalam tubuh Syi’ah. Orang-orang dari Sudan, Turki, Maroko mulai menginginkan revolusi. Nurddin Mahmud yang tidak lain paman dari Salahuddin melihat kegduhan sebagai sebuah peluang untuk menaklukkan Syi’ah dan memiliki visi bahwa penaklukkan Dinasti Fathimiyah merupakan gerbang pembukan yang sangat baik untuk membebaskan Yerussalem yang jatuh ke tangan prajurit Crusedar dibawah kepemimpinan Baldwin.
Visi dari Nuruddin benar-benar terwujud setelah ia mengirimkan bantuan pasukan dari Damaskus bantuan kepada kemanakannya, Salahuddin Al Ayyubi ke Mesir. Mendengar keberangkatan pasukan dalam jumlah besar ini, kepanikan muncul di kubu tentara Salib yang mencoba menduduki Mesir. Mereka pun akhirnya lari kocar-kacir sehingga satu-stunya musuh yang dihadapi oleh Salahuddin dan Asaduddin sisa orang-orang Fathimiyah yang sudah mulai kehilangan semangat perang karena konflik internal di tubuh kerajaannya. Serangan ini berhasil dimenangkan Salahuddin dan iapun diankat menjadi Menteri dan memerintah wilayah Mesir. Selang dua bulan kemudian, Salahuddin kemudian diangkat menjadi wakil pemerintah dari Khalifah Dinasti Ayyubiyah.
Dalam kurung yang cukup singkat , yakni dua bulan masa kepemimpinannya, Salahuddin melakukan perubahan yang sangat progresif serat visioner. Banyak sekolah dasar yang dibangun dengan aliran Ahlulsunnah wal Jamaah yang merupakan solusi yang paling tepat untuk memberantas orang-orang Syiah serta pemikirannya yang masih tersisa di Mesir. Hasilnya bahkan bisa kita lihat sampai hari ini, Mesir menjadi salah satu pilar negara Sunni yang memegang paham Ahlul Sunnah Wal Jamaah. Kebijakan lain yang sangat besar adalah mengganti nama Khalifah Fathimiyyah menjadi Khalifah Abbasiyah dalam setiap khutbah Jum’at.
Penaklukkan Jerussalem oleh Saladin Salah ad Din
Salahudidn terkenal dengan kemampuannya menyusun Strategi dan bersabar dalam eksekusi dari setiap rencanya. Hal ini dibuktikan dari kehatia-hatiannya dalam menyerbu pasukan salib yang menguasai Jerusallem. Salah satu banganan yang ia bangun dan jarang diperhatikan oleh pemimpin terdahulu adalah persiapan keimanan (non-materi) yang sangat luar biasa dan juag perisapan materi baik dari jumlah tentara, penyakit, kekuatan perang, daya tempur, senjata bahkan sampai cadangan air selama penyerbuan berlangsung.
Persiapan keimanan dilakukan dengan membersihkan akidah Syi’ah yang menggerogoti umat Islam di mesir sebelum kedatangannya dan menjadikan akidah Sunni sebagai akidah kaum Muslimin. Salah cara yang paling konkret dilakukan Salahuddin adalah membangun madrasah-madrasah untuk menyebar luaskan dakwah Sunni sehingga persatuan umat Islam dapat kembali diwujudkan. Kampanye pengembalian ahlak dan akidah ke Sunni terbukti berhasil dan berbuah pada persatuan Islam yang pada masa tersebut terpecah yakni Syam, Yaman, Irak, Hijaz dan Maroko. Seluruh wilayah tersebut menyatakan diri setia kepada Salahuddin. Persatuan otomatis membangun persiapan materi yang jauh diluar ekpektasi Salahuddin yakni pasukan muslim yang memiliki satu visi dan tidak lagi bergelut dengan masalah perebutan kekuasaan.
Selian dari segi pengembangan fisik, Salahuddin kemudian membangun basis-basi pendukung perang serta tidak serta merta merekrut prajurit-prajurit saja. Markas-markas militer serat benteng pertahan di bangun di beberapa perbatasan, perbaikan kapal-kapal perang untuk armada laur serta pembangunan rumah sakit serat apoteker untuk meramu obat anti wabah yang banyak menyerang tentara Crusader ketika berada di Jerussalem.
Pembebasan Jerussalem dimulai Salahuddin dari Hathin dimana 63.000 pasukan Muslim berhadapan dengan 60.000 prajurit Crusader. Dalam perang Hathin, tentara Muslim berhasil membunuh sekitar 30.000 pasukan Crusader dan menawan sekitar 30.000 pasukan lainya. Kemenangan ini kemudian menjadi jembatan untuk berangkat Ke Jerusaalem. Kunci kemanangan Islam pada masa tersebut berada pada menara Ad-Quds yang dikuasai oleh Pihak Kristen. Pertempuran yang tidak seimbang karena kebanyakan terntara Salib yang berangkan ke Hathin tewas dan tidak kembali membuat benteng Jerussalem berada pada keadan terburuk.
Pasukan Kristen yang semakin terpojok kemudian tidak mengincar kemenangan lagi akan tetapi perundingan. Pasukan Kristen yang berada dibawah kekuasaan Balian bin Bazran berhasil memaksa pasukan muslim untuk melakukan perjanjian dengan ancaman membunuh seluruh tawanan pasukan muslim yang berjumlah 4.000 di dalam benteng. Selain itu, Balian juga mengancam akan mebunuh seluruh wanita anak-anak menghancurkan bangunan dan membakar Kubatu Shakhrakh serta berperang sampai titik darah penghabisan dan menghabisi sebanyak mungkin pasukan muslim untuk setiap nyawa pasukan salib yang masih hidup. Mendengar klasual yang tidak manusiawi ini membuat Salahuddin untuk mengabulkan permohonan perjanjian dengan kalusal yang ditawarkan agar seluruh orang-orang Kristen meninggal Jerussalem. Salahuddin berjanji tidak akan membalas perbuatan kakek dari Baldwin II yang membunuh sleuruh umat Islam yang berada di dalam Benteng ketika Crusedar berhasil menaklukkan Jerussalem akan tetapi akan membalas perjanjian tersebut tersebut dengan menagwal seluruh orang-orang Kristen sampai tujuan dengan selamat ke benteng-benteng pertahan Kristen.
Satu klausal lagi yang diajukan salahuddin yakni beban biaya peran ditanggung oleh umat Kristen yang sebagai pihak yang kalah dengan menebus sebanyak 10 Dinar untuk setiap laki-laki, 5 dinar untuk perempuan dan 2 dinar untuk anak-anak sampai pada kahirnya Balian menerima syarat tersebut.
Setelah Pengepukan yang dilakukan dalam kurung waktu beberapa hari, Salahuddin berhasil memasuki Yerusallem pada hari Jum’at 27 Rajab 583 Hijriah atau tanggal l2 Oktober 1187. Jerusallem akhirnya kembali ke pangkuan umat Islam setelah 88 tahun dikuasai oleh pasukan Crusader I.
Salahuddin Al-Ayyubi Wafat
Salahuddin kemudian wafat pada usia 55 tahun yakni pada tanggal 16 Shafar 589 H atau 21 Februari tahun 1193 Masehi di Kota Damaskus. Sebelum meninggal Salahuddin sempat deman tingggi selama 12 hari kemudian kahirnya menghebuskan nafasnya yang terakhir sebagai seorang khalifah Islam yang paling besar pasca Khulafaurrashidin.
Referensi Terkait Salahuddin Al-Ayyubi
Ibn Khallikan says that Saladin’s father and his family originated from Dvin, and “they were Kurds.” See Vladimir Minorsky, The Prehistory of Saladin, Studies in Caucasian History, Cambridge University Press, 1957, pp. 124-132
Leave a Reply