Suku Mante dan Misteri Orang Pendek di Jambi

Bangunmediaku – Akhir Maret 2017 ini dunia maya dihebohkan dengan unggahan sebuah video berdurasi sekitar lima menit. Dalam video terekam sosok misterius di hutan Aceh. Makhluk misterius itu terekam serombongan penggemar motorcross yang tengah melintas.

Sosok misterius terlihat tidak mengenakan pakaian. Tak hanya itu, larinya sangat lincah dan cepat membelah rimbunnya hutan. Oleh warga Aceh makhluk misterius tersebut dikenal dengan sebutan Suku Mante. Meski demikian, keberadaan Suku Mante di Aceh antara ada dan tiada. Belum ada satupun bukti konkret atas keberadaan Suku Mante. Padahal sudah banyak orang yang mencoba melakukan pencarian di sejumlah wilayah Aceh.

Dikutip dari laman Kompas.com, Adli Abdullah yang juga sejarawan Aceh adalah salah satu orang yang meyakini akan keberadaan Suku Mante. Ia masih percaya Suku Mante masih ada, namun jumlahnya sudah sangat berkurang.

“Dilihat dari postingan videonya, itu kawasan hutan Jalin di Jantho, Aceh Besar,” ujar Adli.

Menurutnya, dari sejarahnya, Suku Mante memang bermukim di kawasan Seulimum, yakni daerah yang berdekatan dengan Jantho.

Berdasarkan sejarah Aceh yang dituliskan oleh sejarawan asal Belanda KFH van Langen, dalam bukunya yang berjudul Inrichting van Het Atjehsche Staatsbestuur Onder Het Sultanaat, disebutkan bahwa Suku Mante, atau yang juga disebut Suku Mantra atau Suku Mantir, adalah suku Melayu tua yang merupakan suku awal untuk penduduk di Pulau Sumatera.

Disebut juga, suku ini dulunya berasal dari suku daerah Batak kemudian berdomisili di kawasan pesisir Aceh. Namun lama-kelamaan mereka menjadi terisolir dan tergusur karena banyaknya pendatang.

“Suku Mante juga ada di Malaysia. Namun, kini mereka sudah ditangani oleh pemerintahan di Jabatan Hal Ihwal Orang Asli di Malaysia,” kata Adli.

Misteri Orang Pendek

Dari beberapa catatan, selain tinggal di hutan, Suku Mante disebut memiliki ciri tubuh pendek dan kerdil. Tak hanya di Aceh, keberadaan makhluk misteri dengan sosok pendek dan kerdil juga ada di kawasan hutan Gunung Kerinci, tepatnya di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

Sosok orang pendek ini lebih dikenal dengan makhluk bunian. Sama seperti Suku Mante, keberadaan orang pendek di Kerinci belum terbukti secara konkret. Sebagian besar hanya berdasarkan dari cerita dan pengakuan warga yang mengaku pernah melihat. Belum ada satupun bukti otentik seperti rekaman video atau foto.

Pada Maret 2016 lalu, sebagai jurnalis, saya pernah mewancarai sejumlah tokoh di Kerinci terkait sosok orang pendek. Salah satunya adalah budayawan Kerinci, Iskandar Zakaria. Pak Is, biasa saya menyapa Iskandar Zakaria, mengatakan, oleh warga Kerinci, orang pendek lebih dikenal dengan sebutan Uhang Pandak, sesuai dengan bahasa warga Kerinci.

Kuatnya cerita menjadikan orang pendek menjadi legenda. Makhluk yang dikenal mendiami lebatnya Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini pun memantik rasa penasaran para peneliti dari dalam hingga luar negeri.

Menurut Pak Is, salah satu peneliti yang paling terkenal dalam pencarian orang pendek adalah Debbie Martyr. Debbie mendedikasikan hidupnya selama belasan tahun, sejak 1994 mengembara di Kerinci dalam mencari orang pendek.

“Ia (Debbie) sudah tiga kali menginap di rumah saya,” ujar Pak Is yang mengaku sudah 20 tahun mencari orang pendek.

Sama seperti warga Kerinci Lainnya, Pak Is juga mempercayai akan keberadaan orang pendek. Bahkan ia mengaku pernah bertemu langsung dengan sosok makhluk bunian tersebut.

“Saya pernah tiga hari melakukan pencarian. Sekitar tahun 1995 lalu,” ucap Pak Is sembari mengingat masa-masa dirinya melakukan pencarian akan keberadaan orang pendek.

Saat itu memasuki hari kedua Pak Is mengarungi lebatnya hutan TNKS untuk mencari orang pendek. Tepat waktu subuh ia sengaja keluar tenda penginapan untuk mengambil air wudhu di sebuah sungai. Belum sampai mengambil air, Pak Is tiba-tiba melihat sesosok makhluk penuh bulu. Perawakannya pendek namun gemuk mirip kingkong dengan bulu tebal abu-abu.

“Yang aneh matanya terlihat merah menyala,” katanya.

Pak Is langsung terpikir untuk mengabadikan makhluk tersebut. Ia langsung bergegas menuju tenda mengambil kamera. Namun sayang, saat kembali, sang makhluk buruannya sudah menghilang.

Mitos Kaki Terbalik

Pak Is mengatakan, cerita tentang orang pendek sudah didengarnya sejak ia masih kecil. Warga Kerinci percaya, apabila bertemu orang pendek akan membawa berkah atau rezeki.

Pada 2013 lalu, Pak Is pernah diajak seorang peneliti asal Australia untuk kembali mencari orang pendek. Pencarian tersebut bahkan diperluas di kawasan TNKS yang masuk Kabupaten Merangin terus ke selatan hingga Provinsi Bengkulu dan Sumatra Selatan. Namun pencarian tersebut lagi-lagi gagal.

“Jika sengaja dicari, orang pendek tak akan terlihat,” ujar Pak Is yang kental dengan logat Bahasa Kerinci.

Selama 20 tahun mencari orang pendek, Pak Is berhasil mendapatkan sedikit dokumentasi. Yakni berupa sejumlah jejak kaki orang pendek dengan ukuran antara 25-30 sentimeter. Ada juga kotoran yang disebut-sebut kotoran orang pendek. Bentuknya kecil-kecil mirip biji jagung.

“Orang pendek juga tidak memiliki kaki terbali seperti banyak diceritakan. Ia berjalan maju seperti makhluk lain. Hanya apabila bertemu manusia ia berjalan mundur. Sepertinya untuk mengkaburkan jejak,” tutur Pak Is menjelaskan.

Menurut dia, tinggi rata-rata orang pendek sekitar 80 sentimeter. Terlihat mirip kingkong dengan tangan tampak panjang lebih dari lutut. Orang pendek juga termasuk golongan penyendiri bukan berkelompok. Ini didasarkan dari beberapa kali penelitian Pak Is.

“Cara makannya yang aneh, yakni dengan berbaring. Saya pernah melihat orang pendek memakan ayam, sambil berbaring tubuh ayam dicabik-cabik,” katanya.

Tak Pernah Terekam Camera Trap

Agusman selaku Kepala Seksi Wilayah I TNKS pada 2016 lalu mengatakan, meski sudah berpuluh-puluh kali peneliti datang dan pergi nyatanya keberadaan orang pendek tak pernah sekalipun terekam kamera. Baik itu jejak maupun penampakannya.

Menurut dia, sejak 1995, Flora Fauna Indonesia (FFI) sudah melakukan pencarian. Namun tak satupun fisik maupun jejak yang berhasil diabadikan. Termasuk juga oleh 40 kamera trap yang dipasang Balai TNKS di wilayah Jambi.

Agusman menyebutkan, yang terekam kamera trap adalah satwa-satwa yang dikenal mendiami lebatnya hutan TNKS. Seperti harimau Sumatra, burung-burung maupun penampakan satwa lainnya hingga sekelompok warga yang tengah mencari rotan.

Pengakuan Peneliti Inggris

Kepada sejumlah media beberapa tahun lalu, peneliti Inggris, Debbie Martyr mengaku mendengar cerita orang pendek sejak 1989, saat melakukan kunjungan wisata ke Kerinci. Kemudian ia kembali melakukan kunjungan pada 1993 untuk mendalami informasi akan keberadaan orang pendek atau Uhang Pandak.

Debbie melakukan penelitian di hampir semua kabupaten di wilayah TNKS hingga ke Pasaman di Provinsi Sumatra Barat.

Namun fokus area penelitiannya ada di Kabupaten Merangin dan Kerinci (Jambi), Kabupaten Mukomuko (Bengkulu) dan Pesisir Selatan (Sumatera Barat).

“Jenis ini (orang pendek) merupakan primata besar, agak mirip dengan orangutan tapi bukan orangutan karena bewarna kuning kemerahan atau cokelat,” ujar Debbie.

Yang menarik, kata dia, Uhang Pandak memerlukan habitat khusus. Di mana tidak semua kawasan TNKS merupakan habitat bagi Uhang pandak.

Ada kemungkinan habitat secara alam adalah perbukitan rendah, bukan pegunungan. Kalaupun ada laporan orang pendek ada di pegunungan, kemungkinan hanya lewat saja.

Menurut dia, pada tahun 1990-an, teknologi pemeriksaan DNA masih terbatas dan mahal. Jika saja teknologi tersebut seperti sekarang, mungkin bukti ilmiah keberadaan jenis ini bisa didapatkan.

Jika begitu, untuk membuktikan orang pendek atau Uhang Pandak bukan sekedar mitos, sepertinya Debbie perlu melakukan penelitian kembali.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *