Asal Usul Reog Ponorogo
ASAL MULA REOG PONOROGO – Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul ASAL MULA REOG PONOROGO, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.
CERITA DARI JAWA TIMUR
Adalah seorang gadis jelita. Ia adalah seorang Putri Raja Kediri. Gadis yang cantik jelita tersebut bernama Dewi Sanggalangit. Karena memang parasnya yang cantik ditambah putri seorang raja yang bijaksana, hampir setiap hari berdatangan para pangeran dan raja muda, yang datang meminangnya untuk dijadikan permaisuri.
Karena memang Dewi Sanggalangit belum bersedia menjadi istri seseorang, semua pinangan yang datang itu selalu ditolaknya. Ia tidak peduli meski sebenarnya kedua orang tuanya sudah mengharapkan lahirnya seorang cucu.
“Kenapa semua pinangan yang datang selalu kamu tolak Nak?” tanya sang prabu suatu ketika.
“Hamba belum senang menikah Gusti Rama! “
“Aku sudah ingin cucu Nak, sebaiknya pinangan itu kamu terima. Terserah, siapa yang kamu pilih, rama tinggal ikut.”
“Baiklah Rama, hamba mau menerima pinangan seseorang, tapi ada syaratnya.”
“Syarat? Syarat apa yang kamu maksudkan?”
“Syaratnya gampang Rama! Hamba akan menerima pinangan seseorang yang mau memenuhi persyaratan yang hamba minta.”
“Apa syaratnya?”
“Syaratnya ada dua macam. Yang pertama calon suamiku harus mampu menghadirkan tontonan yang menarik. Yaitu tarian yang diiringi gamelan dilengkapi barisan kuda sebanyak seratus empat puluh empat ekor. Yang kedua calon suami hamba harus mampu menghadirkan binatang berkepala dua.” jawab Dewi Sanggalangit menjelaskan berterus terang.
“ Wah sungguh berat syarat yang kamu minta, Nak!” balas Sang Prabu kemudian.
Akhirnya meski dianggap berat persyaratan yang diminta oleh Dewi Sanggalangit itu diumumkan juga oleh sang prabu. Dan setelah beberapa waktu diumumkan ke seluruh kerajaan persyaratan tersebut memang cukup berat, yang berani keluar untuk mengikuti sayembara hanyalah dua orang. Yaitu Raja Singobarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelana dari Kerajaan Bandarangin.
Ketika mengetahui bahwa orang yang mengikuti sayembara itu adalah Raja Singobarong dan Raja Kelana, Sang Prabu merasa heran. Keheranan ini disebabkan karena kedua orang tersebut adalah orang-orang yang aneh. Raja Singobarong adalah seorang berkepala singa. Wataknya buas dan kejam. Sedangkan Raja Kelana mempunyai watak yang aneh. Meski ia seorang Raja yang tampan, Raja Kelana tidak punya rasa cinta kepada seorang wanita. Namun karena permintaan Dewi Sanggalangit itu sudah terlanjur diumumkan baik sang prabu maupun Dewi Sanggalangit tidak dapat membatalkan.
Sementara itu raja yang sudah berani mengikuti sayembara berlangsung di Kediri, kedua Raja tersebut tak henti-hentinya mempersiapkan diri. Bahkan Singobarong yang memang mempunyai watak kejam dan keras memperintahkan kepada rakyatnya untuk mengumpulkan barang-barang seperti yang dikehendaki oleh Dewi Sanggalangit dalam sayembara.
Rupanya mesti Raja Singobarong siang malam memerintahkan kepada rakyatnya untuk mengumpulkan seratus empat puluh empat kuda yang kembar dan para penari serta binatang yang berkepala dua, sampai dengan batas waktu yang ditentukan barang-barang tersebut belum berhasil terkumpulkan. Maka Raja Singobarong segera memanggil Patih Ider Kala untuk menghadapnya.
“He Ki Patih …., dengarkan perintahku!” kata Sang Prabu Singobarong setelah Patih Ider Kala menghadap.
“Siap Gusti!”
“Karena seluruh rakyat setelah kuperintah untuk mengumpulkan barang-barang yang kugunakan syarat meminang Dewi Sanggalangit tidak berhasil, sekarang kamu yang harus melangkah.”
“Apa yang harus kulakukan Gusti?”
“Pergilah kamu ke Negeri Bandarangin. Menyamarlah sebagai rakyat jelata. Apa yang telah diperbuat oleh Raja Kelana. Dia adalah satu-satunya calon sainganku untuk melamar Dewi Sanggalangit.”
Mendengar perintah dari Raja Singobarong itu Ki Patih Inder Kala segera berangkat ke Negeri Bandarangin. Setiba di Bandarangin ia melihat bahwa persiapan yang dilakukan oleh Raja Kelana sudah cukup. Tinggal hewan berkepala dua yang belum tersedia.
Memperhatikan persiapan yang sudah matang itu Ki Patih Inder Kala segera kembali lagi ke negeri Lodaya. Apa yang ia lihat akan ia laporkan kepada Sang Prabu Singobarong.
“Semua sudah cukup Gusti. Bahkan Raja Kelana sudah hendak bersiap-siap untuk berangkat ke Kediri.” kata Ki Patih Inder Kala kemudian melaporkan.
Demi mendengar laporan itu Raja Singobarong semakin bersedih. Ia sudah merasa kalah sebelum bertanding. Karena tidak ingin menanggung malu segera mengambil jalan pintas. Satu-satunya cara yang hendak ia tempuh adalah menghadang perjalanan Raja Kelana yang akan berangkat ke Kediri. Barang-barang milik Raja Kelana akan ia rampas. Selanjutnya akan ia serahkan untuk meminang Dewi Sanggalangit. Maka persiapan untuk melakukan perampasan terhadap Raja Kelana pun dilakukan.
Sementara itu di sisi lain Raja Kelana pun tidak mau kalah dalam menyusun strategi. Dalam mempersiapkan diri hendak ke Kediri ia segera memanggil sang patihnya untuk menghadap.
“Coba kamu datang ke Lodaya. Cari berita selengkapnya, sejauh mana persiapan yang dilakukan oleh Singobarong!” kata Raja Kelana memberikan perintah.
“Apakah persiapan Baginda Raja Kelana sudah siap semuanya?” balas Ki Patih balik bertanya.
“Masih ada satu yang kurang. Yaitu hewan berkepala dua. Itulah sebabmya ki patih saya perintah untuk pergi ke Lodaya. Jangan sampai aku kalah cepat dengan Singobarong.”
Atas penyamaran yang dilakukan oleh ki patih dari negeri Bandarangin, dikatakan bahwa Singobarong sudah bersiap-siap hendak berangkat. Barang-barang milik Raja Kelana di Bandarangin akan dirampas oleh Singobarong. Selanjutnya akan digunakan untuk meminang ke Kediri.
Demi mendengar laporan Ki Patih Raja Kelana marah besar. Karena itu Sang Raja segera memerintah para prajuritnya untuk menyerang ke Negeri Lodaya.
“Patih Pujanggelang …., ayo bikin mampus Singobarong. Siapkan para prajurit untuk menyerbunya sekarang juga!” kata Raja Kelana penuh amarah. Akhirnya peperangan sengit antara dua negara yaitu Lodaya dan Bandarangin tak dapat dielakkan.
Sementara itu ketika negeri Lodaya tengah diserbu oleh prajurit dari Bandarangin dan para prajurit Lodaya sedang berperang menandinginya Singobarong malah sedang tertidur lelap. Raja Singobarong tertidur lelap karena sebelumnya seekor burung merak tengah asik mematuki kutu-kutu yang ada di kepalanya Singobarong. Memang rambut Singobarong banyak kutunya dan tidak ada orang lain yang diperintahkan untuk mematuki kutu-kutu di kepala itu kecuali seekor burung merak yang diperiharanya sejak berpuluh-puluh tahun.
Anehnya bila Sang Singobarong sedang asyik bersama burung merak yang mematuki kutu di kepala, seluruh perangkat kerajaan tak diijinkan seorangpun mengganggu. Itulah sebabnya ketika ada musuh dari Bandarangin yang menyerbu Singobarong yang tertidur lelap tak ada yang berani membangunkannya.
Karena tak ada yang berani membangunkan ketika telah terjadi pertempuran rame Sang Raja Singobarong baru terbangun. Di saat Sang Prabu Singobarong terbangun, Raja Kelana sudah berada di dekatnya. Pertempuran satu lawan satu antara Raja Singbarong dan Raja Kelana pun tak dapat terhindarkan.
Dalam pertempuran satu melawan satu memang Singobarong menunjukkan kebolehannya. Dilihat sepintas memang sebuah pertandingan yang tidak seimbang. Singobarong yang tinggi besar berkepala singa berhadapan dengan Raja Kelana yang tampan dan lemah lembut. Tetapi karena Raja Kelana memiliki senjata yang disebut Cambuk Sakti Pecut Samandiman, Singobarong dapat dibuat tidak berkutik. Sekali dicambuk dengan Pecut Semandiman tubuh Raja Singobarong yang berkepala singa itu ambruk tak berdaya. Bahkan seekor burung merak yang setia bersarang di kepala Singobarong ikut ambruk. Begitu ambruk Singobarong berubah menjadi binatang yang aneh. Yaitu seekor singa berkepala dua. Yang satu kepala berbentuk singa, yang satunya lagi kepala berbentuk kepala burung merak.
Bagi Raja Kelana begitu melihat hewan berkepala dua, karena ia sedang membutuhkan untuk meminang Dewi Sangalangit, kesempatan itu tidak disia-siakan. Binatang jelmaan Singobarong segera ditangkap dan dibawa pulang. Selanjutnya Sang Raja Kelana segera mengirim utusan ke Kediri untuk memberitahu bahwa sebentar lagi Raja Kelana bakal datang ke Kediri untuk meminang Dewi Sanggalangit.
“Anakku …… apakah kamu sudah siap menerima pinangan Raja Kelana yang memang tidak pernah mencintai seorang gadis?” kata Raja Kediri kepada putrinya setelah menerima utusan dari Raja Kelana di Bandarangin.
“Apakah Raja Kelana sanggup memenuhi persyaratan yang kuminta?”
“Tentu saja! Raja Kelana pasti akan datang dengan membawa persyaratan yang kamu minta.”
“Baiklah, kalau memang dia dapat memenuhi, berarti dialah jodohku.”
“Apakah kamu tidak akan kecewa?”
“Tidak! Siapa tahu, setelah kawin denganku dia bakal mencintai kehadiran seorang gadis di sampingnya.”
Demikian akhirnya pada hari yang telah ditetapkan Dewi Sanggalangit dijodohkan dengan Raja Kelana. Saat berlangsung upacara pengantin laki-laki diiringi oleh beberapa macam tarian yang disertai dengan tetabuhan dan seratus empat puluh empat kuda kembar sebagai pengiringnya. Selanjutnya setelah menjadi permaisuri Raja Kelana Dewi Sangalangit diboyong ke Bandarangin alias Wengker alias Ponorogo. Hingga kini tradisi kesenian yang mengiringi kepindahan Raja Kelana bersama Dewi Sanggalangit dari Kediri ke Bandarangin alias Wengker alias Ponorogo itu masih dilestarikan. Yaitu berbentuk kesenian REOG PONOROGO.
Leave a Reply