KKN di Desa Penari II – Tanda dari Mereka yang Berbeda Dunia

Dzargon – Hari yang tegang itu di tutup sempurna oleh Ayu karena bujuk rayunya yang disertai dengan linangan air mata berhasil meluluhkan hati Pak Prabu yang awal-nya tidak setuju jika desa-nya dijadikan lokasi KKN,

Namun berbeda dengan Ayu, Nur justru merasa jika KKN ini bukanlah KKN yang akan mereka jalani dengan normal, sembari mengingat kembali kejadian janggal yang ia alami di Jember dan tentu saja yang paling membingungkan adalah siapa sosok wanita cantik yang menyambut-nya ramah di tengah Hutan saat perjalanan menuju desa.

Teman ke Dua dari Dunia Lain

Setelah mendapatkan persetujuan dari Pak Prabu, masyarakat sekitar yang berkumpul menyambut tamunya sudah membubarkan diri meninggalkan mereka, karena telah terbentuk kesepakatan antara Ayu dan pak Prabu jika desa mereka akan dijadikan lokasi KKN.

Sebelum kembali ke kota dan memberikan kabar kepada seluruh teman-temannya, Ayu dan Nur berkeliling memeriksa kondisi dan keadaan desa.

Salah satu hal yang menjadi masalah utama dari desa adalah akses warga yang kekurangan air, karena sangat sulit menemukan rumah dengan kamar mandi dan sumur.

Masyarakat Desa tersebut mengakses air hanya dari sungai sehingga hal yang mungkin dirancang adalah memodifikasi air yang adad di sungai sehingga bisa diakses oleh warga, sehingga akses kamar mandi dan sumur bisa dinikmati warga.

Nur dan Ayu mengelilingi desa sembari melihat potensi desa yang mungkin akan dijadikan proker KKN tambahan sampai akhirnya mata Nur tertuju pada sebuah batu yang ditutupi oleh kain merah.

Batu yang ada di salah satu pojok desa itu betul-betul menarik perhatian Nur, pasalanya di sebagian wilayah dari batu tersebut terdapat sesajen yang dilengkpai dengab menyan yang terbakar.

Di atas batu tersebut terdapat sosok bertubuh besar bermata merah dengan tatapan mata sinis ke aras Nur. Warna kulitnya hitam gelap sangat kontras dengan suasana yang saat itu masih siang. ulitnya dipenuhi bulu dengan kepala yang seperti memiliki tanduk menyerupai kerbau.

Nur memang sedikit unik, seperti yang diceritakan di bagian pertama, Nur memiliki banyak pengalaman gaib dan memiliki mata batin yang telah terbuka. Orang-orang barat memberinya namanya Indra ke enam.

Mata Nur dan mahluk tersebut saling bertatap satu sama lain, namun tanpa kata Nur mengalih pandangan dan segera pergi dari tempat tersebut. Tak lupa Nur menarik tangan Ayu sambil berangkat tergesa-gesa.

Ayu tentu saja heran melihat yang air muka-nya tiba-tiba berubah drastis setelah menatap Batu besar terbungkus kain merah dipandangan Ayu. Yah Ayu memang tidak mampu melihat mahluk tersebut, wajar saja kalau dirinya heran melihat tingkah Nur.

“Kenapa sih Nur, kok buru-buru banget sih perginya?”

“Kasihan mas Ilham, Sudah lama menunggu” jelas Nur mencoba menutupi apa yang ia lihat.

“Yah sudah, ayo balik” jawab Ayu.

Nur tentu saja tidak ingin menceritakan sosok Genderuwo yang ia lihat kepada Ayu. Sosok Genderuwo ini tentu saja jadi “teman” kedua Nur setelah wanita cantik yang ia temui di tengah hutan ketika tiba ke Desa.

Matahari telah tinggi ketika Nur, Ayu dan Ilham kini sudah berada di atas motor jalan keluar hutan dan kembali ke rest Area tempat mobil kijang mas Ilham diparkirkan.

Ayu, Ilham dan Nur kini tengah berada di perjalanan balik dari Desa menuju ke Kota S, dengan perasaan lega karena telah mendapatkan ACC dari pak Prabu selaku kepala desa, namun tidak dengan Nur yang kini banyak pikiran di kepalanya.

Perjalanan pulang terjadi biasa saja, Ayu mencoba mengatur kembali Tim KKN yang akan mereka bentuk ke Desa tersebut. Ayu tentu saja paling bersemangat dengan KKN ini, apalagi karena tangisannya lah yang membuat tim KKN mereka di terima.

“Nur, ajak aja si Bima dan Widya, sama temanku Kating,” jelas Ayu bersemangat kepada Bima

“Bima? Ngapain sih ngajak dia?”

“Ben rame, kan wes kenal suwe,” sahut Ayu

“Kok bukan kamu saja yang ngajak?” timpal Nur

“Kan kalian sudah pernah satu pondok, jadi suah lebih akrab, pokoknya ajak saja anak itu,” pungkas Ayu

“Yo, wes iyo,” tutup Nur mengalah.

Ayu-pun bersemangat dan segera menghubungi Widya, yah kali ini memang Ayu penuh semangat pasca disetujui oleh Pak Prabu.

“tak telpone Widya, Ben cepet di gawekne Proposal’e. Mumpun pihak kampus durung ngerilis daftar KKN’e. Kan gawat kalau pihak kampus sudah merilis,” jelas Ayu penuh semangat.

Mobil mulai bergerak meninggalkan jalanan yang dikelilingi dengan hutan. Nur dan Ayu kini kembali ke kotanya untuk mempersiapkan semua yang dibutuhkan saat KKN, termasuk “permohonan KKN” menuju “Desa Penari”.

Hari Keberangkatan dan Harapan yang Takkan pernah Terpenuhi

Siang itu, Nur melihat Widya dan Ayu sudah berada di lokasi pembakalan sebelum keberangkatan KKN mereka. 
Setelah menunggu beberapa waktu, dua orang yang sudah duajak kini bergabung yakni Wahyu dan Anton, mereka pun membahas mengani proses pelaksanaan proker yang telah mereka setujui.  
Jadwal keberangkatan pun telah disetujui, semua anak telah setuju, termasuk Widya yang hampir sepanjang terlihat sedang berhubungan seseorang yang berada jauh di ujung telefon. 
Widya memang tengah membujuk orang tuanya agar diizinkan pergi KKN di hutan Dadapan, yang beada di ujung timur Jawa. Widya terdengar membujuk orang tua-nya yang telah mendapatkan firasat buruk mengenai KKN mereka.
Mendengar peringatan dari orang tua Widya, Nur hanya diam seribu bahasa, pasalnya ia mungkin anggota KKN yang paling mengerti firasat buruk dari orang tua Widya. 
Malam keberangkatan pun tiba, Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu dan Anton kini tengah berkumpul di meeting point, sambil menunggu mobil Elf yang mereka telah sewa sebelumnya untuk mengantar di tempat pemberhentian tekarhir di pinggir jalan raya di tengah Hutan Dadapan. 
Lokasi yang tentu saja menjadi lokasi mereka di jemput oleh warga Desa. Di jalan Nur masih menyaksikan air muka Widya yang terlihat tidak nyaman dengan tujuan KKN mereka setelah mendengar peringatan dari orang tuanya. 
Nur hanya mengucapkan harap kepada sang ilahi agar mereka bisa berangkat dengan utuh dan pulang dengan utuh pula, namun tidak ada yang tahu mengenai doa seseorang akan diijabah tuhan atau tidak. 
Gerimis mulai turun menemani perjalanan mereka ke lokasi KKN, jalan jelas tampak lengang,

Tiba-tiba di salah satu titik di lampu merah dalam perjalanan menuju Desa KKN, kondisi mobil dikagetkan oleh seorang lelaki tua yang tampak seperti pengemis, namun anehnya tidak meminta uang.

Lelaki tua tersebut justru melemparkan uang koin ke dalam mobil dan dengan bibir tuanya mengucapkan “Ojo Budal Ndok” yang secara harfiah berarti jangan berangkat nak.

Meskipun sosoknya lelaki, namun tampak jelas di telinga Nur jika suara seperti wanita tua, menganggap Pria Tua itu pengemis, mereka akhirnya tetap meneruskan perjalanan sampai akhirnya sampai di rest Area tempat dimana mobil sudah bisa lagi melaju ke arah desa.

Nur berserta teman-temannya turun dan menunggu di tengah dingin-nya hutan di sebuah rest area di pinggir jalan.

Suara hewan nokturnal jelas mengalun di seluruh hutan tanpa ada pemecah keheningan. Rimba sepertinya sudah terbiasa dengan panggilan tersebut, namun tidak dengan mereka yang baru saja akan mengalami perjalanan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup mereka.

Teman ke Dua dari Dunia Lain

Tanda dari Mereka yang Berbeda Dunia

Setelah beberapa lama menunggu, tampak dari kejauhan cahaya beberapa motor yang menyusuri pohon di antara hutan yang ternyata jalan setapak dari desa.

Nur mulai memecah keheningan di antara teman-teman yang lain.

“Itu orang desa yang akan menjemput kita”

Tanpa membuang waktu mereka akhirnya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan motor yang tentu saja satu orang satu boncengan motor. Sebenarnya ada 14 orang yang sedang KKN di desa tersebut, namun cerita ini hanya terfokus pada 6 orang mahasiswa yang sedang ikut di posko yang sama.

Jalan setapak dilalui oleh Nur dan kawan-kawan menggunakan motor. Hanya ada pohon besar dan gelap dini hari yang seolah ingin menelan cahaya motor yang remang-remang naik turun di atas jalan setapak berlumpur yang habis diguyur oleh hujan.

Suasana hutan sangat hening kali ini, hanya ada deru motor yang berupaya tetap memutar rodanya agar mereka segera sampai ke desa.

Sunyi, senyap bahkan binatang malam-pun enggan bersenandung malam itu, seolah ada yang sedang melarang mereka membuat kegaduhan menyambut 6 tamu yang datang dari kota.

Namun semau berubah, ketika dari kejauhan terdengar suara yang sayup-sayup namun jelas. Suara gamelan lengkap dengan lantunan musik khas tradisional jawa yang tidak pernah Nur dengarkan sebelumnya.

Suara itu sayup-sayup dari kejauhan, semakin lama, semakin jelas terdengar. Seiring dengan suara tersebut, aroma bau melati pekat menyeruak lubang hidungnya.

Sambil tergoyang oleh guncangan motor saat melewati jalan setapak, Mata Nur terus mencari dimanakah gerangan sumber suara gamelan yang seperti ada sebuah hajatan besar di tengah hutan belantara yang gelap menelan cahaya.

Tepat diantara rerumputan, mata Nur tertuju pada sebuah semak disamping jalan setapak, muncul sesosok wanita yang sedang menunduk.

Wanita tersebut menunduk, kemudian mulai menggerakkan lehernya ke kiri dan kanan, lenggak-lenggok khas penari disertai dengan ayunan serta gerakan tangan. Gerakannya pun seirama dengan suara gamelang.

Meskipun motor terus bergerak, Nur dengan jelas melihat wanita tersebut menari dengan anggunnya di tengah kegelapan malam.

Gerakannya begitu indah seolah-olah menari di atas sebuah panggung megah namun tentu saja tidak dilihat oleh Nur Kecuali semak belukar yang ia lalui.

“Siapakah gerangan wanita cantik yang menari di tengah hutan yang gelap?” tanya Nur dalam hatinya.

Mahasiswa semester akhirnya tiba-tiba merasa ketakutan sendiri. Nur merasa sebuah kengerian akan menimpa dirinya dan tim-nya selama KKN, sangking takutnya Nur bahkan tidak sadar ketika motor berhenti di tempat tujuan, tepat dimana Desa tempat mereka KKN akan dilakukan.

“Pak, kok Desanya pelosok sekali ya?” tanya Widya kepada bapak yang mengantarkan mereka.

“Pelosok bagaimana mbak? Dari jalan raya saja hanya sekitar 30 menit”  jawab seorang pria lainnya.

Nur tentu saja merasa malu melihat temannya menanyakan hal yang sebenarnya tidaklah sopan ditanyakan di daerah timur Jawa, terlebih lagi ditanyakan kepada penduduk yang sudah rela menembus hutan untuk menjemput mereka.

Nur juga melihat Wajah Ayu memerah, namun tidak bisa dipastikan mengenai penyebabnya atau mungkin hanya malu.

Namun jika membaca cerita KKN di Desa Penari versi Widya sepertinya kita akan paham mengapa Widya menanyakan hal Tabu tersebut.

Di tengah rasa Malu Nur, tiba-tiba muncul seseorang bayangan hitam dengan mata merah di balik pohon besar di desa. Sosok tersebut mengintai mereka dengan mata menyala, Sialnya, hanya Nur yang bisa melihat bayangan tersebut.

Nur hanya menghindar dari tatapan merah di balik pohon tersebut menuju rumah salah satu warga yang akan mereka tempati. Rupanya di sana perdebatan antara Widya dan Ayu masih berlanjut mengenai lokasi KKN yang mereka tempat.

“Kamu kok ngeyel sih, kan sudah aku bilang kalau jaraknya itu tidak sampai setengah Jam, tadi itu yang tidak sampai setengah jam sampai ke sini” jelas Ayu ke Widya dengan nada tegas.

Alih-alih melerai ke dua temannya ini berdebat mengenai jarak tempuh Desa dari jalan raya, Nut lebih kepikiran dengan mahluk hitam bermata merah yang melihat ke arah mereka.

Dalam pikiran Nur, begitu liar terngiang tentang Genderuwo, namun mengapan mahluk astral penunggu desa tersebut mengintai dirinya.

Ditengah lamunannya, tiba-tiba pecah dikagetkan oleh pertanyaan yang diajukan oleh Widya

“kamu tadi dengar tidak suara Gamelan yang ada di tengah hutan?” Tanya Widya ke Ayu

Hanya saja ucapan Widya itu ditanggapi dengan ejekan oleh Ayu.

“Halah itu paling kebetulan saja ada hajatan di desa tetangga, Apalagi coba?”

Mendengar ejekan Ayu, Nur akhirnya angkat bicara yang sedari tadi diam dengan pertengkaran mereka.

“Yu, gak ada desa lain di tempat ini selain kita”

“Kata orang dulu, mendengar suara gamelang itu adalah pertanda buruk loh” tambah Nur meyakinkan Ayu jika memang ada yang tidak beres dengan desa mereka.

Pernyataan Nur membuat pertengkaran diantara keduanya berhenti, namun tetap saja ada sangkalan batin yang masih memberatkan mereka bertiga sembari beranjak tidur.

Lanjutan : KKN di Desa Penari III – Kutitipkan Malamku Kepada Ilahi

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *