Dzargon – Pukul 03.00, 18 September 1948, Kantor Polisi di Gorang Gareng tiba-tiba diserbu ribuan Laskar FDR / PKI. Orang-rang tersebut membawa senjata tajam seperti parang dan bambu runcing bahkan ada yang membawa senpi berjenis pistol. Mereka adalah PKI yang menangkap para Polisi dan melucuti senjatanya, termasuk Kepala Polisi saat itu Doerjat.
Para Polisi ini kemudian di giring beramai-ramai dibawah ke Pabrik Gula Rejosari di Gorang Gareng. Setiabnya disana Doerjat dan anak buahnya dibantai dengan kejam oleh PKI.
Daftar Isi
Bupati Magetan
Tidak hanya Kepala Polisi, M. Ng. Sudibyo yang menjabat sebagai Bupati Magetan juga mengalami nasib yang sama tragisnya.
Sabtu malam, Musso mengadakan rapat Dewan Desa secara paksa dan menghadirkan Bupati Magetan, Sudibyo, Patih R. Soekardani, Pelaa Panitera R. Moerti Wedana dan Komandan KDM. Meskipun dikatakan rapat, tapi disana lebih mirip dengan intimidasi pihak FDR/PKI ke pihak pemerintah setempat.
Rapat berlangsung panas karena PKI mengemukakan pendapat yang tidak bisa diterima oleh semua pihak namun mereka ngotot agar rapat memutuskan demikian. PKI meminta kepada M. NG. Sudibyo ahar tanah Bengkok dibagi-bagikan ke warga sebagai upah.
Sudibyo menolak keras permintaan tersebut karena masalah pembagian tanah Bengkok diatur oleh pemerintah pusat yang diberikan kepada aparat desa yang telah mengatur desa. Gagasan PKI ini memicu keributan, namun disisi lain wakil-wakil rakyat pada Dewan Desa mendukung Sudibyo.
Mendapatkan pertentangan oleh Dewan Desa dan Bupati Sudibyo, FDR/PKI mengulur waktu rapat hingga tengah malam. Saksi mata kejadian yang ikut hadir dalam rapat berdarah tersebut, Suwarno mengatakan bahwa PKI sengaja mengulur-ngulur waktu rapat hingga malam hari.
Suwarno bersama temannyta Soeharno diminta oleh Bupati Sudibyo untuk mengirim surat ke Residen Madiun untuk meminta solusi ata pelik yang terjadi di Rapat Dewan desa ini. Sat itu jarak Magetan dan Madiun terpisah 23 km dan ditempuh menggunakna sepeda oleh keduanya. Memasuki kota Madiun juga bukan hal yang mudah, pasalnya Madiun dikuasai oleh PKI dan membatasi aktifitas keluar masuk Madiun.
Selain melakukan pembatasan fisik, kawat-kawat telfon juga diputus, tiang-tiangnya dirobohkan oleh orang-orang FDR sehingga Madiun betul-betul terisolasi dari kota-kota sekitar.
Sementara suasan Rapat semakin memanas karena PKI tetap ngotot dengan gagasannya. Orang-orang yang ada dalam Pendopo Desa digiring mauk ke dalam penjara termasuk dengan Sudibyo. Tangannya di telikung ke belakang dan ikat dengan bambu sehingg atidak bisa bergerak. Di dalam penjara mereka diangkut ke Loji Pabrik Gula Rejosari di Gorang Gareng.
Sudirno saat itu masih berusia 14 tahun melihat kejadian tersebut dengan jelas. Malah hari mereka semua diminta berpuasa mulaui pukul 9.00 sampai 11.00. Di dalam kamar Loji, mereka kemudian dibernidng dengan tembakan dari luar melalui celah-celah jendela. Seluruh kamar kemudian dibanjiri darah segar setinggi mata kaki dari para tahan tahanan yang tak bersalah ini.
KH. Rochib
KH. Rochib, salah seorang yang ditahan di dalam kamar berhasil selamat karena berlindung di balik dinding ketika penembakan terjadi. Selain KH Rochib ada juga salah satu kawannya yang juga lolos dair maut karena melakukan hal yang sama.
KH. Rochib adalah seorang guru agama di Bangsri. Dia dan 300 orang lainya ditangkap tanpa lasan oleh FDR karena dianggap memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan PKI. Mereka kemudian di bawa ke LOJI dengan jalan kaki samabil diikat tali yang panjang. Setiap tali berisi 5 sampai 6 orang jadi jika salah satu ingin buang air maka semua harus ikut.
Beruntung pada siang hari, pasukan TNI dari Siliwangi datang ke Gorang Gareng sehingga pembunuhan tanpa alasan PKI ini dapat dihentikan. Kedatangan TNI ini membuat orang-orang DFR morat-marit dan sebagian besar melarikan diri.
KH. Rochid berhasil selamat setelah pintu Loji dijebol oleh tentara Siliwangi dan jadilah KH Rochid hidup untuk menceritakan kekejaman PKI. Total Korban yang ditemukan sejumlah 68 orang.
Leave a Reply