Jejak Langkah Ayam Kampus di Kota Malang

PRAKTIK bisnis ‘ayam kampus” tak hanya terjadi di kota pelajar Yogyakarta. Tapi di Malang, Jawa Timur, yang memiliki sebutan kota pendidikan, juga “menjamur” bisnis tersebut. Pelakunya adalah oknum mahasiswi yang kuliah di berbagai perguruan tingggi, baik swasta maupun negeri yang ada di Malang.

Dari pengakuan salah satu pelaku ‘ayam kampus’ di Malang, nekat terjun ke dunia ‘ayam kampus’ karena keperawanannya sudah ‘hilang’ sejak masih duduk dibangku SMP dan ada yang sejak masih SMA.

Sebutan “ayam kampus” itu, sudah menjadi istilah umum bagi para mahasiswi, yang tak hanya belajar di kampus, namun juga menjajakan dirinya menjadi pekerja seks komersial (PSK) yang terselubung.

Dari penelusuran Kompas.com, mayoritas umur mahasiswa yang berprofesi ‘ayam kampus’ berumur minimal 19 hingga 22 tahun. “Dari teman-teman saya yang masuk ke dunia itu (ayam kampus), mayoritas karena sudah tidak perawan sejak SMP. Ada yang sejak SMA. Saat pacaran, sang pacar ngajak berhubungan. Ancaman jika tak mau akan diputus. Terpaksa harus mau, karena saat itu masih cinta monyet,” aku DY (20), ditemui Kompas.com, di sebuah cafe di Kota Malang.

Hampir mayoritas cerita DY, latang belakangnya dari keluarga broken home. Bukan karena faktor himpitan ekonomi. “Setahu saya, dari keluarga mampu semua. Ada yang memang faktor ekonomi, tapi tidak tidak banyak bahkan jarang. Itu yang saya kenal,” aku DY, dengan mewanti-wanti namanya dirahasiakan.

Ditanya soal operasi dan sistem transaksinya, DY menceritakan, untuk di Malang, trennya sudah mulai berubah. “Jika awal-awal, asal ada yang ‘pesan’, harga cocok, siap aja. Tapi tren sekarang para ‘ayam kampus’ memilih aman. Yakni ‘dipelihara’ oleh para om-om atau pengusaha atau pejabat penting. Kalau pejebat jarang yang dari Malang sendiri. Tapi dari luar Malang,” akunya.

Jika pengusaha, banyak yang dari Malang sendiri, dan ada juga yang dari luar Malang. “Jika pejabat, datang biasanya di hari-hari libur akhir pekan. Tinggalnya di hotel atau di sebuah villa seperti di Kota Batu. Jika pengusaha tergantung panggilan,” katanya.

Jika ‘ayam kampus’ ada yang ‘memelihara’, sistemnya dibayar secara bulanan. “Umumnya, kalau sudah ada yang memlihara, perbulannya minimal Rp 5 juta. Maksimalnya Rp 10 juta. Kalau harga sekali ‘main’ umumnya ‘ayam kampus’ di Malang dibanderol paling rendah Rp 500 ribu. Maksimal Rp 1 juta,” ujar DY.

Lebih lanjut ditanya operasi ‘ayam kampus’ perempuan yang kuliah di perguruan tinggi negeri, di fakultas ekonomi di Malang itu mengaku, operasinya biasanya di tempat-tempat hiburan malam, seperti cafe dan karaoke. “Bahkan ada juga yang mangkal di karaoke khusus keluarga,” katanya.

Adapun peminatnya beber DY adalah lelaki hidung belang yang penghasilannya perbulan minimal Rp 25 juta. “Kalau dari kalangan mahasiswa sendiri jarang. Karena terbentur dengan ekonomi yang masih dibantu orang tua. Umunya mahasiswa hanya dijadikan pacar, agar tidak diketahu bahwa juga berprofesi sebagai ‘ayam kampus’,” katanya.

Supaya status ‘ayam kampus’ banyak dikenal, untuk Malang, masih melalui mulut ke mulut dan antar teman. “Kalau saya, pertama kali teman yang memperkenalkan ke dunia itu. “Karena stres kondisi keluarga sudah tak peduli masa depan saya,” aku DY.

Tempat yang dipakai katanya, mayoritas di hotel berbintang di Malang. “Kalau malam, diajak ke cafe atau karaoke dulu. Sering juga diajak minum dulu. Tapi kalau malam, terbatas. Karena jam 22.00 WIB, sudah harus ada di kost. Boleh malam, tapi sudah izin ke luar kota ke ibu kost,” katanya.

Untuk menemukan ‘ayam kampus’ juga tidak mudah. Jika tidak kenal, tidak akan bersedia. “Kita mau, jika sudah kenal dan ada orang yang sudah kenal dekat yang menghubungkannya. “Jika si hidung belang yang langsung menghubungi teman-teman tidak bersedia. Khawatir terbongkar,” katanya.

Di Kota Malang, hingga kini sudah mulai menjamur hiburan-hiburan malam. Mulai dari wilayah Lawang (Malang wilayah utara), hingga kota Batu. “Namun, banyak beroperasi di cafe-cafe yang ada di Kota Malang. Bisa juga dibawa jalan-jalan ke luar malang. Tapi kalau di kampus libur,” ujarnya.

Ditanya apa tak mau berprofesi ke dunia lainnya? DY mengaku, profesi ‘ayam kampus’ adalah profesi yang sudah dideteksi. “Jadi setelah lulus kuliah, ya berkeluarga. Di Malang, kelompok ‘ayam kampus’ tidak terorganisir. Makanya susah untuk di deteksi untuk di Malang,” katanya.
Sumber: Yatimul Ainun/Kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *