Bahaya FOMO di Kalangan Gen Z dan Milenial

FOMO atau “Fear og Missing out” secara harfiah takut ketinggalan. Generasi 80 dan 90 atau Gen X secara umum disebut takut kudet. Bahaya FOMO tidak sekedera dibuang dari pergualang masa kini, ada bahaya yang jauh lebih besar.

Fomo atau “fear of missing out” dapat diartikan sebagai “takut ketertinggalan” atau sebuah perasaan gelisah yang timbul di dalam diri jika tidak bisa melakukan sesuatu seperti orang lain, atau cemas apabila ketinggalan berbagai hal baru, seperti berita, hal yang lagi viral dan tren, dan sebaginya.

Dan isu tentang fomo ini telah menjamur di Indonesia, khususnya kalangan anak muda, fomo sudah menjadi salah satu tren yang signifikan dikalangan anak muda khususnya gen z.

Fomo adalah gejala sosial yang timbul karena seseorang tidak ingin ketinggalan dan tidak mau sendirian, ini terutama karena pengaruh dari Internet dan media sosial yang membuat seseorang ingin mendapatkan atau pencapaian sebagaimana orang lain, meski terkesan aneh gaya hidup ini ampuh menggiring masyarakat khususnya kalangan gen milenial dan gen z

Kita pasti ingat tentang boneka labu yang mendadak viral hanya karena postingan seorang idol K-Pop, postingan tersebut memicu fomo dikalangan generasi muda disejumlah negara, dan inilah yang menjadi peluang bagi para pebisnis untuk membuka penawaran suatu produk dengan waktu terbatas.

MENJADI LADANG PARA PEMBISNIS

Istilah fomo marketing merupakan strategi pemasaran yang memanfaatkan rasa takut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sesuatu, hal inilah yang akan mendorong konsumen melakukan pembelian dengan segera, disisi lain media juga memiliki kemampuan untuk menciptakan atmosfer opini yang membuat konsumen cemas dan merasa bahwa mereka mungkin kehilangan kesempatan apabila tidak membeli atau bertindak cepat.

MASALAH

Yang menjadi masalah, bahwa sebanyak 60% milenial memutuskan membeli, mengunakan atau menyewa sesuatu dikarenakan fomo, bukan karena didasarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Dan budaya konsumtif inilah yang menjadi dampaknya fenomena fomo berujung pada karut marutnya sistem finansial terus-terusan mengikuti tren yang memicu membludaknya utang para gen milenial dan gen z.

Sekitar 70% pengguna jasa pay later adalah dari kalangan anak muda, prinsipnya katanya “buy now, pay later” menjadi obat penenang dikala fomo, hasilnya kehidupan generasi muda hanya berkutat pada kehidupan memenuhi standar fomo dan menjadi manusia pinjaman online (pinjol).

MEDSOS KHUSUSNYA TIK TOK

Mengenai media sosial yang paling banyak di isukan sebagai platform hiburan bagi banyak anak muda di Indonesia adalah tik tok, aplikasi ini sudah menjadi bagian dari keseharian mereka (anak muda), dengan konten-konten yang singkat dan algoritma yang tau apa yang kita suka, Tik tok bikin penggunanya betah berlama-lama.

Tapi apa semua ini baik-baik saja?

Data dari penelitian Mardiana dan Maryana (2024) menunjukkan bahwa 70% anak muda yang sering menggunakan Tik tok mengalami stres, dan 60% merasa cemas.

Tik tok disukai karena video yang berdurasi pendek dan bervariasi, sesuai rentang perhatian yang cenderung pendek, algoritma Tik tok pun menampilkan konten yang sesuai dengan minat penggunanya.

Seperti 2 sisi koin, penggunaan Tik tok secara berlebihan juga memberikan dampak negatif terutama kesehatan mental, bagi orang yang kecanduan aplikasi ini sering merasa tertinggal jika mereka tidak terus-terusan membuka Tik tok, inilah yang membuat mereka merasa takut ketertinggalan tren terbaru yang menambah tekanan mental mereka.

Konten yang glamor atau sempurna kadang membuat anak muda merasa tidak cukup baik, belum lagi ada tren tantangan, joget viral yang menjadi-jadi karena ingin terlihat keren, seksi, atau “up to date”, dan sangat banyak anak muda yang rela mengikut.

Algoritma Tik tok yang kuat memang menambah kesenangan, tetapi juga bisa menjadi racun, video-video yang diatur sedemikian rupa untuk terus menarik perhatian malah berisiko membuat penggunanya BRAIN ROT.

BRAIN ROT

Menumpulnya otak akibat kecanduan menggemari konten receh di medsos, brain rot akan semakin buruk dampaknya bagi seseorang yang memiliki literasi yang rendah.

Kenapa bisa kecanduan?

1.dopamine rush

Konten receh biasanya berdurasi pendek, lucu, dan menimbulkan rasa happy instan, otakpun jadi terbiasa mendapatkan “reward” cepat, sehingga pengen lagi dan lagi.

2.fomo (fear of missing out)

Takut ketinggalan tren atau video viral membuat seseorang terus-terusan menkonsumsi medsos

3.mudah diakses

Tinggal scroll, tanpa perlu effort untuk berfikir.

EFEK SAMPING

1.Attention span menurun

Fokus gampang/mudah teralihkan karena terbiasa konsumsi konten singkat

2.produktivitas menurun

Waktu habis hanya untuk scrolling

3.mental fatigue

Capek/lelah mental karena otak overload dengan informasi tidak penting

CARA MENGATASI BRAIN ROT

1.Batasi waktu untuk menggunakan sosmed

2.Kurasi konten dan follow akun yang memang edukatif dan inspiratif

3.ganti aktivitas ke kegiatan produktif seperti baca buku, meditasi, olahraga

Sekian

TTD Alexander Agung