Andi merupakan gelar kebangsawanan yang paling banyak digunakan oleh bangsawan dari suku Bugis, khususnya Bugis bagian Barat yang meliputi Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai dan sebagian kecil daerah Bulukumba. Meskipun Raja Terkenal dari Suku Bernama Arung Palakka dengan nama lengkap La Tenritatta To Unru Daeng Serang justru bergelar Daeng. Lantas dari asal usul penggunaan gelar Andi.
Secara harfiah, Andi dan Daeng adalah dua hal yang berhubungan dengan menunjukkan Posisi berbeda. Andi adalah sebutan lain dari katak Adik sedangkan Daeng sendiri adalah Kakak.
Daftar Isi
Gelar Andi Suku Bugis
Andi sejatinya adalah nama yang disematkan oleh orang tua yang memilii garis darah bangsawan suku bugis. Kata Andi (Dibaca Andi’) ini sudah masuk dalam nama yang sekaligus menandakan gelar mereka.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama gelar Andi muncul belakangan dalam lini masa sejarah suku-suku Bugis yang perikarakan muncul akhir abad 19 sekitar tahun 1890 hingga 1900. Catatan lain menunjukkan gelar Andi muncul sekitar tahun 1930 yang diberikan oleh Belanda. Sayangnya tidak ada catatan resmi dan dianggap benar-benar valid menjelaskan kapa penggunaan Gelar Andi ini di Mulai.
Jika kita menengok ke masa Lalu, misalnya kita kembali ke Raja Pertama Bone hingga raja terkahir Bone tidak satupun dari mereka yang memiliki gelar Andi.
- Manurunge Ri Matajangna Bone Mata Silompoe: 1330-1365.
- La Ummasa Petta Panre Bessie: 1365-1470.
- La Saliyu Korampelua: 1470-1510.
- We Banrigau Da Marowa Mallajange ri Cina: 1510-1534.
- La Tenrisukki Mappajunge: 1507-1534.
- La Uliyo Bote-E Matinroe ri Itterung: 1534-1559.
- La Tenrirawe Bongkange Matinroe ri Gucinna 1559-1564
- La Inca Matinroe ri Adenenna: 1564-1565.
- La Pattawe Daeng Soreang Matinroe ri Bettung Dampang Bulukumba: 1565-1602.
- We Ténrituppu Matinroe ri Sidenreng: 1602-1611.
- La Ténrirua Sultan Adam Matinroe ri Bantaeng: 1611-1616.
- La Tenripale Matinroe ri Tallo: 1616-1631
- La Maddaremmeng Mantinroe ri Bukaka : 1931-1964
- La Tenriaji Arungpone Matinroe ri Pangkep: 1644 – 1672
- La Tenri Tatta Arung Palakka Petta Malampee Gemme’na Sultan Saaduddun Matinroe ri Bontoala: 1672-1696.
- La Pattau Matanna Tikka Matinroe ri Nagauleng : 1696 – 1714
- We Bataritoja Daeng Talaga Datu Talang Arung Rimurung Sulatanah Zaina Zulkiyahtuddin : 1714 – 1715
- La Padassajati to Sappaeware Petta Rijalloe Sultan Sulaeman : 1715 – 1718
- La Paerappa to Sappewali Sultan Ismail Matinroe ri Sombaopu : 1718 – 1721
- La Panaongi to Pawawoi Arung Mampu Karaeng Bisei : 1721-1724
- We Bataritoja Daeng Talaga Datu Talang Arung Rimurung Sulatanah Zaina Zulkiyahtuddin : 1724 – 1749
- La Temmasinge Taappawali Sultan Abdul Razak Matinroe ri Mallimongeng : 1749-1755
- La Tenritappu Sultan Ahmad Saleh : 1775 – 1812
- La Mappasessu to Appatunru Raisman Sultan Ismail Muhtajuddin Matinroe ri Lebbata : 1812 – 1823
- We Imaniratu Arung Data Sulatanah Rajituddin Matinroe ri Kessi : 1823 – 1835
- La Mappaseling Sultan Adam Najamuddin Matinroe ri Salassana 1835 – 1845
- La Parenrengi Arung Pugi Sultan Ahmad Muhddin AMtinroe ri Ajang Bantaeng : 1845 – 1857.
- We Tenri Awaru Pancaitanan Besse Kajuara Sulatanah Ummuhuda Matinroe ri Majenneng : 1857 – 1860
- La Singkeru Rukka Sulatan Ahmad Idris Matnroe ri Topaccing :1860 – 172
- We Fatimah Banri Datu Citta Matinroe Ri Bolampare’na : 1871-1895
- La Pawawoi Karaeng Sigeri Matinroe ri Bandung : 1895 – 1905
- La Mappanyukki Sultan Ibrahim Matinroe ri Gowa : 16 April 1931 – 1946
- La Pabbenteng Matinroe ri Matuju : 1946 – 1951
Berdasarkan nama nama yang tercantum di atas terdapat gelar-gelar yang disematkan seperti
- La untuk Bangsawan/Raja laki-laki
- We untuk Bangsawan/Raja perempuan
- Arung adalah gelar raja.
- Daeng dan Petta gelar kehormatan yang didapatkan ketika sudah dewasa yang dikuti kata sifat seperti.
- to secara harfiah menunjukkan asal daerah orang tersebut.
- Matinroe adalah gelar anumerta yang secara harfiah berarti Meninggal di …
- Karaeng gelar bangsawan yang digunakan suku Makassar yag berarti raja.
- Datu, Sultan, dan Sultanah adalah gelar asimilasi yang dibawa oleh orang minang yang masuk dan menunjukkan bahwa raja juga mewakiliki syariat Islam.
Lantas jika raja-raja terdahulu saja tidak menggunakan gelar Andi, Dimanakan dan sebarapa tinggihkan derajat kebangsawan Andi dalam aturan dan strata sosial suku bugis.
A. Strata Andi
Gelar Andi pertama kali digunakan pada saat Kerajaan-kerajaan Bugis merdeka dari kerajaan Gowa-Tallo. Pengguna gelar Andi pada awalnya adalah keturunan campuran dari pernikahan sebagai berikut:
- Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Bone Sejati;
- Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Wulu yang bekerjasama dengan Kerajaan Gowa;
- Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Wajo;
- Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Sultan Hasanuddi;
- Percampuran dari pernikahan antara anak serta cucu Lapatau dengan putri dari Raja Suppa dan Tiroang;
- Percampuran pernikahan antara anak cucu Lapatau dengan putri-putri raja dari kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat di Sulawesi.
Pemberian gelar tersebut konon merupakan upaya dari Belanda, dalam hal ini VOC, untuk membangun serta mengendalikan, dalam hal ini lebih tepatnya mengubah kehidupan sosial yang ada di Sulawesi. Itu lah mengapa ada seorang jenderal bernama Muhammad Yusuf yang menolak penggunaan nama Andi. Padahal secara garis keturunan, beliau adalah memiliki garis keturunan dari Sawerigading.
Gelar Andi di Era La Pawawoi
Pendapat beberapa ahli lainnya adalah berhubungan dengan kehidupan masyarakat Bugis pada zaman pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri. Menurut cerita, pada masa pemerintahan itu, hubungan Kerajaan Bone dan pihak Belanda dalam keadaan memanas. Kerajaan Bone kemudian membentuk sekelompok pasukan untuk menghadapi pasukan dari Belanda tersebut. Pasukan itu diberi nama Anre Guru Ana’ Karung.
Pemimpin dari pasukan bentukan Kerajaan Bone tersebut adalah Petta Ponggawae. Anggota dari pasukan bentukan Kerajaan Bone bukan hanya anak-anak bangsawan, tetapi juga anak dari orang-orang berkedudukan di daerahnya masing-masing. Pemuda-pemuda itu lah yang kemudian konon dianugerahi gelar Andi. Gelar itu diberikan karena mereka sudah dianggap sebagai keluarga muda Raja Bone yang rela mati demi menegakkan kehormatan yang dimiliki rajanya, atau patetong’ngi alebbirenna Puanna.
Gelar Andi di Era Raja Bone
Versi lain mengenai pemberian gelar Andi berhubungan dengan Raja Bone ke 30 dan 32 bernama La Mappanyukki. Beliau merupakan putra dari Raja Gowa dan putri Raja Bone. La Mappanyukki mendapatkan gelar Andi di depan namanya atas pengaruh dari pihak Belanda. Peristiwa itu terjadi pada 1930-an. Mengapa dalam pemberian nama Andi ini pihak Belanda memiliki pengaruh? Ini adalah siasat Belanda untuk membedakan bangsawan mana yang berpihak padanya. Para bangsawan yang menggunakan gelar Andi di depan namanya, adalah mereka yang berpihak kepada pihak Belanda.
Melihat kemudahan yang diterima para bangsawan pemihak Belanda, satu tahun kemudian, raja-raja yang berkuasa di Sulawesi sepakat untuk menggunakan nama Andi di depan namanya. Dalam buku milik Susan Millar juga disebutkan bahwa penggunaan nama Andi di depan awalnya adalah bertujuan untuk membedakan mana golongan bangsawan dan mana yang bukan.
Karena saat itu, terjadi perdamaian antara pihak kerajaan dengan Belanda. Belanda kemudian berjanji untuk melepaskan budak yang masih merupakan keturunan bangsawa. Penggunaan nama Andi kemudian merujuk pada peristiwa tersebut.
Pengelompokkan mana bangsawan dan mana yang bukan menemukan kendala. Banyaknya budak yang dimiliki Belanda pada saat itu berimbas pada bercampurnya seluruh lapisan masyarakat. Akhirnya, diputuskan bahwa mereka yang lolos mengikuti berbagai test, yang pastinya hanya dikuasai oleh para bangsawan, lah yang akan mendapatkan sertifikat. Test tersebut salah satunya adalah test sebagai montir mobil.
Dari peristiwa tersebut, gelar Andi seolah menjamur. Semua keturunan bangsawan menggunakan nama tersebut di depan nama aslinya. Penggunaan nama Andi pada saat itu juga cukup beragam di setiap kerajaan yang ada di Sulawesi. Misalnya seperti yang terjadi di Kerajaan Soppeng. Kerajaan ini hanya membolehkan gelar Andi digunakan oleh keturunan ketiga.
Pemaknaan Gelar Andi
Ketika seseorang memang sudah ditakdirkan menjadi bangsawan, siapa yang akan memungkirinya? Gelar-gelar kebangsawanan yang ada di Indonesia ini harus diakui cukup membuat garis strata sosial semakin jelas terlihat. Tidak heran jika pada akhirnya, ada beberapa bangsawan, yang ditandai dengan gelar di depan namanya, bangga terhadap gelar yang dimilikinya.
Sehingga, gelar tersebut terus dibawa-bawa kemana pun ia pergi. Seperti gelar Andi ini sendiri. Dan hal tersebut membuat jurang pemisah antara golongan bangsawan dan golongan masyarakat biasa.
Di golongan masyarakat Bugis sendiri, khususnya mereka para orang tua, ada sebuah anggapan bahwa siapa pun yang sering mengaku-aku dirinya sebagai bangsawan dan membawa gelarnya kemana pun serta seolah menonjolkanya kepada masyarakat luas, adalah bukan keturunan murni bangsawan.
Kebanggaan mereka terhadap gelar dengan menonjolkan nama gelar yang dimiliki seolah sebagai bentuk ketakutan apabila gelar bangsawan yang dimilikinya tidak diakui. Padahal, jika memang ia adalah bangsawan murni, tanpa menggunakan embel-embel Andi di depan namanya, masyarakat akan tetap tahu bahwa ia adalah bangsawan.
Pemaknaan gelar kebangsawanan di masyarakat Indonesia, seperti Andi memang menimbulkan perbedaan pendapat. Sejatinya, menurut salah seorang keturunan bangsawan, gelar bangsawan tidak berbeda jauh dengan kadar karat yang dimiliki sebongkah emas. Ada yang kadar karatnya tinggi dan ada yang rendah. Kadar karat ini diasosiasikan sebagai tingkah laku atau kepribadian bangsawan tersebut di tengah-tengah masyarakat.
Gelar Andi sendiri seolah menjadi suatu hal yang bisa menaikkan gengsi seseorang di lingkungan masyarakat. Pada akhirnya, pemakaian gelar Andi ini banyak yang dipaksakan. Aturan berdasarkan kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan, gelar Andi hanya boleh diturunkan dari garis ayah. Jika ayahnya tidak “Andi”, ia tidak boleh menempatkan gelar tersebut di depan namanya. Sayang, aturan tersebut banyak diterabas.
Pemaknaan gelar kebangsawanan pada akhirnya seolah bergeser. Pandangan masyarakat yang terlanjur “wah” dengan gelar tersebut adalah salah satu penyebab mengapa gelar begitu sangat diagung-agungkan. Padahal, setelah meninggal nanti, satu-satunya gelar yang akan melekat adalah alm, bukan? Semoga tidak ada lagi yang memaknai gelar kebangsawanan secara salah.