Tajikistan secara resmi larang penggunaan Jilbab dan perayaan Hari Raya Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha. Pelarangan ini berlaku sejak Majelis Tinggi Parlemen Tajikistan, Majlisi Milli mengesahkan UU Negara Tentang Hari Libur, Tradisi dan Ritual, Peran Guru dan Lembaga Pendidikn dalam Mengasuh anak-anak dan Tanggung jawab Orang Tua, Rabu (16/06/2024).
Sebelumnya, Tajikistan sudah bertahun-tahun melarang penggunaan Jilbab namun secara tidak resmi. Setelah UU tersebut disahlan oleh Rustam Emomali, Pelarangan ini menjadi formal dan memiliki dasar hukum.
Daftar Isi
Menargetkan Kerudung dan Hijab
Meskipun topik dari UU tersebut terkait dengan budaya, namun sebagian besar isinya menargetkan Hijab, Kerudung dan Pakaian Tradisional Islam.
Pemerintah Tajikistan menganggap bahwa Ekstrimis Islam yang masuk ke dalam Tajikistan membawa budaya timur tengah sebagai alat untuk melakukan aksi propaganda dan pencucian otak menuju arah radikal. Hal ini dinggap ironi, mengingat Tajikistan adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim.
Denda Mengenakan Jilbab
Tidak hanya melarang penggunaan JIlbab, Pemerintah Tajikistan juga menerapkan Denda bagi perampuan yang nekat mengenakan Jilbab.
Seperti yang disiarkan oleh RAdio Liberty’s Tajik Service, Denda yang dikenakan bervariasi mulai dari 7.920 Somonis untuk Perorangan dan 39.500 Somonis untuk badan hukum. Besar jumlah denda tersebut adalah Rp. 12 Juta hingga Rp. 60 juta.
Denda yang jauh lebih besar juga diterapkan untuk pejabat pemerintah dan otoritas agama jika berani melanggar aturan ini. Masing-masing diancam denda sebesar 54.000 Somonis dan 57.600 Somonis jika terbukti bersalah.
Sejak 2007
Perlu dicatat Tajikistan telah melarang hijab setelah bertahun-tahun larangan tidak resmi. Tindakan keras pihak berwenang Tajikistan terhadap hijab dimulai pada tahun 2007 ketika Kementerian Pendidikan melarang pakaian Islami dan rok mini gaya Barat bagi para pelajar.
Larangan tersebut akhirnya diperluas ke semua institusi publik, dengan beberapa organisasi menuntut staf dan pengunjungnya untuk melepaskan jilbab.
Pemerintah daerah membentuk satuan tugas khusus untuk menegakkan larangan tidak resmi tersebut, sementara polisi menggerebek pasar-pasar untuk menahan para “pelanggar.”
Namun pihak berwenang menolak banyak klaim dari para wanita yang mengatakan mereka disetop di jalan dan didenda karena mengenakan jilbab.
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir melakukan kampanye untuk mempromosikan pakaian nasional Tajik.
Pada 6 September 2017, jutaan pengguna ponsel menerima pesan teks dari pemerintah yang menyerukan agar para wanita mengenakan pakaian nasional Tajik.
Pesan-pesan tersebut menyatakan “Mengenakan pakaian nasional adalah suatu keharusan!” “Hormati pakaian nasional,” dan “Mari kita jadikan ini sebagai tradisi yang baik untuk mengenakan pakaian nasional.”
Kampanye ini mencapai puncaknya pada tahun 2018 ketika pemerintah memperkenalkan buku panduan setebal 376 halaman, Buku Panduan Pakaian yang Disarankan di Tajikistan, berisi uraian apa yang harus dikenakan oleh wanita Tajikistan untuk berbagai kesempatan.
Tajikistan juga secara tidak resmi melarang jenggot lebat. Ribuan pria dalam satu dekade terakhir dilaporkan telah disetop oleh polisi dan jenggot mereka dicukur di luar kehendak mereka.
Leave a Reply