Dzargon – Hubungan antara dosen dan mahasiswa idealnya harus membentuk simbiosis mutualisme, pasalnya Mahasiswa memang membutuhkan dosen sebagai pembimbing dan pemberi ilmu, sedangkan dosen juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan tri darma perguruan tinggi dan dalam kewajiban itu ada mahasiswa.
Tapi harapan itu hanya pada tataran idealnya saja, tidak jarang mahasiswa malah memiliki hubungan seperti majikan dan pembantu ketika mendapatkan Dosen Pembimbing kurang gizi.
Memang sih penyebabnya tidak jarang dari pandangan dosen terhadap mahasiswa yang dianggap sebagai sosok yang kecil dan serba tidak tahu sehingga terkadang dosen tersebut semena-mena dan merasa jauh lebih hebat daripada mahasiswa-nya.
Terutama mahasiswa yang masih berada pada jenjang pendidikan Sarjana dan tahap proses akhir. Kalau untuk mahasiswa S2 dan S3 seperti sudah sangat jarang merasakan perlakuan tidak adil dari pembimbingnya.
Disclaimer : Tentu saja tulisan ini tidak merujuk pada semua dosen yang ada di Indonesia, karena masih ada juga dosen yang sangat dicintai oleh mahasiswa-nya. Bahan sampai selesai-pun mahasiswa-nya masih merasa utang budi sama dosennya.
Nah untuk dosen yang masuk dalam kategori ini, biasanya tidak akan membacanya sampai selesai, karena kepalang Emosi, jika dirinya ternyata sehina tulisan ini. Boro-boro di share ma rekan dosen yang lainnya, belum kelar baca udah keluar duluan.
Daftar Isi
Anjing Menggongong, Khalifah Berlalu
Banyaknya fenomena yang menunjukan “Penindasan” terselebung Dosen pembimbing kepada mahasiswa bimbingannya bahkan sudah menjadi rahasia. Pada meme kreatorpun sudah ikut meramaikan “Penindasan” ini dalam Joke-joke mereka.
Namun ibarat kata pepatah, Biarkan Anjing Menggongong, Kalifah tetap berlalu, para dosen killer ini seperti tidak tahu diri dan terus saja mengulangi perbuatan kepada mahasiswa di Indonesia. Mereka tetap melakukan dosa besar kepada mahasiswa-nya.
Apa saja bentuk Dosa besar tersebut? Berikut ini kumpulan Dosen Besar Dosen Pembimbing kepada mahasiswa-nya.
#1. Dosen Pembimbing Selalu Benar
Kesalahan pertama yang paling banyak dilakukan oleh Dosen pembimbing adalah mereka merasa sebagai mahluk yang paling benar. Tidak perah ada kesepakatan antara dosen dan mahasiswa, seperti bentuk perjanjian, jika mau ketemu dengan dosen, sehingga mahasiswa sulit untuk menemui mereka.
Kesalahan ini ditambah buruk dengan bentuk komunikasi yang dijalin antara mahasiswa dan dosen, Misalnya mahasiswa bimbingan harus SMS atau WA duluan, namun tentu saja menghubungi dosen pembimbing melalui pesan singkat harus disertai dengan kata-kata yang sopan.
Nah Standar sopan ini yang tidak jelas, karena terkadang mahasiswa sudah mengirim pesan sesuai standar kesopanan dan menanyakan waktu untuk ketemu, Dosen pembimbing-nya malah salah tafsir dan merasa jika diperintah oleh mahasiswa untuk ke kampus.
Ujung-ujungnya dosennya marah dan jika sudah marah, bisa ketahuan endingnya bakalan seperti apa.
#2. Dosen Berada Di Hutan Belantara
Yah tentu saja gak ke hutan Belantara dong Dosennya ketemu Nur dan Widya yang lagi KKN di Desa Penari. Ini cuman analogi saja, masalahnya kadang ada beberapa dosen yang sangat jarang kelihatan di Kampus.
Dosen tipikal seperti biasanya ngaku sibuk, atau mungkin sibuk beneran tapi alasan itu tentu saja tidak etis untuk digunakan melalaikan tanggung jawab membimbing mahasiswa, karena mahasiswa juga punya tanggung jawab yang ia harus selesaikan.
Masa iya sih? kesalahan dosen karena penuh dengan kesibukan ditanggung oleh mahasiswanya. Enak banget hidupnya sang dosen.
Kalau sampai jarang di kampus mungkin masih bisa ditolerir oleh mahasiswa yang memang benar-benar butuh dengan dosennya, karena mereka, para mahasiswa akan berupaya menghubungi dosennya.
Nah kesalahan baru ditambah lagi nih disini. Yakni dosen jarang ngampus susah ngehubunginya. Di telfon gak diangkat, di sms gak di balas, di WA gak di baca. Perfect Ultimate Combo banget kan. Ibarat kata pepatah, mahasiswa-nya sudah jatuh, tertimpa tangga, eh genteng ambruk pula.
Udah gitu, kalau kita berkunjung ke rumah-nya, Dosennya langsung marah-marah, katanya Rumah itu bukan tempat untuk urusan kampus, tapi untuk urusan pribadi dan keluarga. Urusan akademik harus diselesaikan di kampus, jangan di campur adukkan.
Lah? yang jarang ke kampus untuk selesaikan urusan akademik dengan mahasiswa siapa coba?
Kalau sudah begini, balik lagi ke pasal pertama. “Dosen tidak pernah salah di hadapan mahasiswa” udah sederajat ma malaikat ya.
#3. Dosen Rangkap Salesmen
Apa kurang tuh gai yang diberikan negara kepada bapak ibu dosen yah? Udah dapat gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan anak istri, lauk pauk, ditambah sertifikasi dosen yang gaji-nya jadi double. Belum lagi dapat hibah penelitian yang dengar-dengar bisa tembus sampai 1 Milliar atau dapat poryek dari negara, eh ini malah masih ngerangkap jadi sales.
Jangan-jangan kalau Kharun masih hidup, Kharus aja kalah maruk-nya ma dosen tipe kayak gini.
Maksudnyan itu ngerangkap jadi sales adalah yah biasalah jualan buku. Kalau bukunya laris kayak punya Sugiono mah tidak masalah memang kita butuh karena isinya memang berguna.
Kadang Dosen Sales ini menjual buku yang tidak laku di pasaran karena kualitas tulisannya kelas teri. Kalau enggak kelas teri, pasti pasar bakalan beli kan tanpa harus tahu siapa penulisnya.Pas di cek ternyata buku yang dijual itu adalah karyanya beliau yang terhormat, yang isinya sudah ada di diktat perkuliahan, jadi untuk apa coba?
Kalau ketemu dosen kayak gini rasanya kasian banget juga sih, tapi apa pernah mereka berfikir jika yang datang kuliah di kampus mereka itu tidak semuanya dari kalangan berada, banyak yang datang dari kalangan buruh-tani yang ingin memperbaiki nasib di kampus.
Sampai di kampus, ehhhh malah dijajah!!!
#4. Tidak Serius Memeriksa Tulisan
Dosa berikut-nya adalah tidak begitu serius membaca tulisan mahasiswa-nya, padahal si mahasiswa sudah begadang dari malam, pagi sampai tembus malam lagi, ngetik depan laptop dengan berbekal Indomie yang kekurangan gizi tapi cukup bersahabat dengan kantong mahasiswa, eh malah cuma dibaca ala kadarnya.
Padahal kan, jika mahasiswa salah dalam penulisan itu manusiawi karena dalam proses belajar, kalau mahasiswa-nya sudah perfek dalam menyusun penelitian, dia sudah jadi dosen dong namanya, bukan mahasiswa lagi. Oleh sebab itulah mahasiswa butuh bimbingan.
Akibat kembali lagi mahasiswa-nya yang kurang bimbingan. Pas Seminar Proposal atau hasil, malah jadi bulan-bulanan dosen penguji. Terus dosen pembimbingnya, cuman nyengir sambil ngomnk.
“Kalau bimbingan itu yang serius biar tidak begini hasilnya”
Gimana rasanya? Serasa mau negluarin super Saiyya VII kan?
#5. Sok filosofis padahal Kopong
Tidak banyak dosen yang pintar, saya yakin kalau kita mengucapkan kalimat ini didepan dosen, mahasiswa bakalan kena semprot bukan lagi tujuh hari tujuh malam, tapi sampai keluar dari kampus tersebut, entah karena wisuda, atau dikeluarkan karena dianggap kurang ajar oleh pihak kampus.
Padahal kan Dosen juga manusia, akui sajalah kalau tidak semua bagian dari dunia akademik dikuasai oleh satu kepala tersebut. Jadi wajar donk kalau dosen tidak tidak tau segalanya, apalagi sekarang jamannya sudah canggih dan super cepat.
Jadi ada donk kemungkinan mahasiswa tertarik dengan judul penelitian yang mungkin belum pernah dikerjakan oleh dosen membimbingnya sendiri. Namun karena statusnya dosen pembimbing, gengsi donk akui kalau dirinya tidak punya pengalaman di bidang itu.
Nah kalau sudah begini, biasanya si Dosen bakalan ngeles dengan cara-cara jadul yang mungkin tahun 90-an itu masih keren karena internet masih jarang dan buku-buku cetak masih mahalnya minta ampun.
Biasanya cara ngeles-nya adalah memberikan jawaban yang sok filosofis, muter-muter sampai mumet dan tidak operasional. Semuanya cuman tataran idealnya saja. Padahal Skripsi itu sudah pada tataran operasional.
Gimana mau dioperasionalkan, la wong dengan judul penelitian mahasiswa-nya baru itu saja.
Setelah itu skripsi mahasiswa bakalan ditulis dengan tulisan yang lebih sulit dari dokter. Kalau ditanay maksudnya apa, keluar deh kalimat paling bijak seantero alam raya ini.
“Cari sendiri maksudnya, Belajar donk, kamu kan sudah mahasiswa, masa begitu saja tidak tahu. Jangan terlalu manja”.
#6. There Are Always Plan B, C and so on
Yah kedengaran sih bagus, kalau gagal Plan A, bisa pindah ke Plan B, gagal Plan B, pindah ke PLan C, dan seteresnnya, tapi di Implementasinya sungguh sangat tidak seindah itu.
Pasalnya, Plan B itu bisa jadi pindah bukan karena Plan A gagal, tapi karena seenak udelnya saja tuh dosen. Membiingbinya pun tidak konsisten, hari ini kita datang, di suruh A, minggu depan kita konsultasi malah Pindah B tanpa alasan yang jelas.
Jadinya bab I, II dan III bakalan berubah total bukan?
Gitu aja terus, bagus kalau udah berhenti di Plan B, sebulan kemudian datang karena revisiannya banyak, eh malah di suruh ke Plan C, mana mahasiswa-nya tidak diberi kesempatan membela diri lagi, pokok harus sesuai dengan kehendak hatinya.
Kalau ada yang bilang cewek itu sulit ditebak, mereka belum ketemu dengan dosen dengan julukan “Mister Plan”.
Dah capek-capek revisi sampai ke plan C, eh malah balik ke Plan A. Gini aja terus sampai Dajjal turun ke muka bumi.
#7. Tiba-Tiba Hujan tanpa Mendung
Ada juga yang lebih parah dari poin 6, yakni tiba-tiba hujan tanpa mendung. Biasanya ada yang langsung tiba-tiba ganti topik secara keseluruhan padahal sudah bimbingan selama dua semester.
Padahal terkadang ganti topiknya tidak urgen, cuman karena Dosennya dapat Hibah Penelitian dengan Topik A, jadilah topik itu disuruhkan ke seluruh mahasiswa bimbingannya, meskipun sebenarnya tidak ada kesalahan dengan Skripsi mahasiswanya.
Tapi di mata Dosen, tidak yang sempurna kecuali dirinya seorang.
Hal ini malah masuk kategori Dosa yang paling besar untuk Dosen, pasalnya dampak piskologisnya sangat berat dan tidak semua orang bisa melewatinya. Ujung-ujung mahasisw-nya Drop dan malas bimbingan lagi, jadinya DO.
Makanya jangan heran kalau ada beberapa orang yang DO dari kampusnya, punya dendam kesumat dengan dunia kampus sampai-sampai melarang anak-anaknya untuk kuliah. Mending jadi pengusaha saja, lanjutin usaha bapak nak.
#8. The Last Man Standing
Untuk the last Man Standing ini sebenarnya bukan untuk Dosennya, tapi untuk mahasiswa-nya, gimana tidak the last man Standing udah bimbingannya asal-asalan, sulit ditemui, merasa benar sendiri eh di ujian, Dosen pembimbingnya malah ikutan nyerang mahasiswa pas ditanya oleh dosen penguji.
Kan yang punya Ide bapak dosennya, kok malah ikutin bantai kita.
Nih kalau sudah The Last Man Stading, cuman Wolfverin yang bisa bertahan deh kayaknya, manusia lemah, mah bisa apa atuh.
Benar kagak? Kalau benar, mohon di Share biar para Dosen Pembimbing ini berhenti menzalimi mahasiswa mereka yang kebanyakan berasal dari kalangan tidak mampu. Apalagi mahasiswa yang berasal dari LPTK. Mohon pahami lah mereka, karena kalian sendiri para dosen juga sering berdebat antar teori dalam Pendidikan.
Salam dari saya, Sarjana Pendidikan yang tidak kunjung dapat Kerja karena peluang kerja Pendidikan yang sangat Minim, bahkan cuman terbuka untuk guru saja, tapi yang yang jadi Guru tidak hanya S.Pd saja yang S.SI juga bisa kok.
Leave a Reply